Setengah Musim Serie-A 2019/2020: Juventus Tidak Menunggu Waktu Juara Lagi

Tidak terasa Serie-A 2019/2020 sudah mencapai setengah musim. Riak-riak perebutan juara atau scudetto musim ini sudah tampak. Setengah musim memang sudah cukup memperlihatkan hasil persiapan setiap kesebelasan sepakbola. Terutama yang dilakukan kesebelasan-kesebelasan besar untuk mencapai papan atas klasemen. Jika berbicara Serie-A, sudah pasti Juventus berada di dalam kawasan tersebut. Bahkan mereka adalah pemuncak klasemen sementara saat ini.

Memang itu adalah kenyataan yang membosankan. Justru yang menarik dari setengah musim Serie-A musim ini, adalah adanya pergantian status di papan atas. Sorotan utama ada di Napoli yang dalam dua musim beruntun sebelumnya selalu menempel ketat Juventus di posisi dua. Ironisnya, Napoli justru terlempar dan mengakhiri putaran satu Serie-A musim ini di peringkat 11.

Justru Internazionale Milan yang terus menempel ketat Juventus di posisi dua saat ini. Perbedaannya cuma dua poin! Juventus mengoleksi 48 poin dan Inter 46 poin. Jangan lupakan juga kejutan dari SS Lazio di peringkat tiga dengan koleksi 42 poin bisa menjadi ancaman. Apalagi Lazio baru memainkan 18 pertandingan dengan Hellas Verona ketika kesebelasan lain sudah bertanding 19 kali.

Persaingan Juve-Inter dan Kejutan Lazio

Persaingan antara Juventus dan Inter memang selalu menarik. Kedua kesebelasan ini memiliki rivalitas cukup tinggi karena keduanya adalah kesebelasan besar bersejarah. Sampai pada akhirnya, kasus calciopoli Juventus 2005/2006, semakin memperuncing rivalitas mereka.

Pada musim ini, Inter merupakan kesebelasan berpeluang paling besar menghancurkan dominasi Juventus sejak Serie-A 2011/2012. Kedatangan Antonio Conte sebagai pelatih baru sejak musim ini memberikan perubahan besar pada permainan Inter. Keleluasaannya saat bursa transfer musim panas lalu juga semakin memperkuat kekompakan permainan Conte.

Melalui formasi 3-5-2, para pemain Inter memiliki kekompakan dalam transisi menyerang mau pun bertahan. Inilah kunci kesebelasan berjuluk I Nerazzurri itu selalu menyuguhkan permainan hebat sejauh ini. Para pemain baru seperti Alexis Sanchez, Cristiano Biraghi, Diego Godin, Nicolo Barella, Romelu Lukaku, Stefano Sensi dan Valentino Lazaro, langsung nyetel dan membangun kekompakan permainan Inter.

Jumlah 14 gol Lukaku pun menjadi terbanyak kedua di Serie-A sejauh ini. Sementara duetnya, Lautaro Martinez, merupakan pemain kelima terbanyak melepaskan tendangan ke arah gawang. Di sisi lain Juventus, sebetulnya mengalami perubahan gaya permainan. Kebiasaan umpan-umpan jauh dari belakang selama era Masimilliano Allegri mulai ditinggalkan.

Kesebelasan berjuluk Si Nyonya Tua itu memainkan operan-operan pendek sejak ditangani Maurizio Sarri pada musim ini. Buktinya, Juventus menjadi kesebelasan paling banyak menguasai bola di Serie-A sejauh ini dengan rataan 56 persen. Juga kesebelasan paling akurat melepaskan umpan dengan rataan 87,5 persen. Perubahan besar gaya permainan Juventus ini juga tidak lepas dari pengalaman dan mental juara di skuatnya saat ini.

Kedatangan pemain-pemain baru seperti Aaron Ramsey, Adrien Rabiot, Danilo, Gianluigi Buffon, Matthijs de Light, Merih Demiral dan lainnya pun semakin memperdalam skuat Juventus. Di sisi lain, Lazio lebih luar biasa karena anggaran belanja pemain baru jauh lebih sedikit daripada Juventus dan Inter. Mereka cuma menghabiskan dana 39,9 juta euro untuk belanja pemain musim panas.

Cuma Manuel Lazzari dari SPAL sebagai satu-satunya pemain baru yang memiliki daya tarik. Berbeda dengan Juventus yang menghabiskan 188,5 juta euro dan Inter sebanyak 156,6 juta euro. Tapi justru minimnya pemain baru yang membuat Lazio tampil solid dan konsisten.

Pelatih pun masih menggunakan Simone Inzaghi sejak 2016. Dengan mayoritas skuat musim lalu, Inzaghi membuat Lazio sebagai kesebelasan kelima paling sering melepaskan tembakan ke arah gawang. Kesebelasan berjuluk Le Aquile itu melepaskan tembakan akurat sebanyak 16,4 kali per laga.

Kolektivitas permainan Lazio juga membuat kesebelasan terbaik keempat soal akurasi pasing dengan rataan 84,6 persen. Hal-hal itulah yang membuat Senad Lulic dkk berada di peringkat tiga. Mereka mengungguli AS Roma dan Atalanta di peringkat empat dan lima dengan sama-sama mengoleksi 35 poin.

Juventus Menunggu Waktu, Sisanya Fokus Perdalam Skuat

Serie-A 2019/2020 menyisakan setengah musim lagi untuk menasbihkan siapa yang meraih scudetto. Juventus tentu masih memiliki peluang besar mengingat mental dan pengalaman para pemain membuat mereka cepat adaptasi dengan Sarri. Inter pun bukan berarti menutup peluang karena kesempatan mereka masih sangat besar.

Mereka didomplengi pelatih yang tahu caranya memenangkan sebuah kompetisi sepakbola. Hanya saja memang perlu adaptasi lagi karena sekitar 50 persen skuat utamanya adalah pemain-pemain baru. Belum lagi cedera yang sempat menimpa beberapa pemain penting seperti Barella dan Sensi.

Maka dari itu Inter mencoba mendekati pemain berposisi gelandang untuk mengantisipasi absensi dua pemain itu. Begitu pun dengan Lazio jika berbicara soal skuatnya. Mereka memang punya konsistensi permainan, tapi skuat mereka tidak dalam. Coba bayangkan jika Ciro Immobile, Luis Alberto dan Sergej Milinkovic-Savic harus absen.

Artinya, Lazio mesti menambah pemain baru satu atau dua pemain baru lagi di posisi gelandang, penyerang atau sayap kiri transfer pemain Januari. Hal itu agar Lazio tidak kehabisan bensin sebelum paruh musim putaran kedua nanti. Lalu bagaimana Roma dan Atalanta?

Paulo Fonseca memang memberikan penyegaran pada permainan sepakbola di Serie-A. Tapi filosofi permainan cepat yang diperagakan Fonseca nampak belum bisa diikuti para pemain-pemainnya. Roma perlu ada penyegaran di posisi penyerang, bek sayap kiri dan back-up di gelandang bertahan.

Sementara Atalanta memang masih menunjukan permainan paling menghibur di Serie-A sejak musim lalu. Tapi kedalaman skuat mereka masih jauh dari memadai jika ingin kembali masuk ke Liga Champions pada musim depan. Pertanyaan yang terlewat adalah bagaimana dengan AC Milan? Sepertinya kesebelasan ini sudah terbiasa menjadi medioker.