Soal Aturan The Growth Decree di Sepakbola Italia

Pajak seringkali menjadi sandungan bagi para pesepakbola untuk mengumpulkan kekayaan. Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo pernah sampai menghadiri sidang karena kasus pajak.

Besaran pajak sebuah negara bisa jadi berpengaruh terhadap jumlah pekerja asing di negara tersebut. Dampaknya, para pekerja dengan kemampuan spesial tak mau atau meninggalkan Italia. Salah satunya pesepakbola.

Ini yang menjadi landasan dari hadirnya Decreto Crescita atau The Growth Decree di Italia pada 27 Juni 2019. Sudah bertahun-tahun Italia tampak sulit bersaing mendatangkan pemain top. Tujuan mereka biasanya Inggris atau Spanyol. Hal ini akan memengaruhi prestise Liga Italia itu sendiri.

The Growth Decree hadir untuk mengatasi hal tersebut. Aturan ini mengizinkan pajak pekerja asing lebih rendah ketimbang pajak pribumi. Saat diterapkan di dunia sepakbola, hal ini jelas memberikan keuntungan besar bagi klub.

Karena The Growth Decree, sejumlah klub top Italia mampu merekrut para pemain top dari luar Italia. Mereka bisa menghemat pengeluaran karena aturan ini.

Diskon Pajak dalam The Growth Decree

Diskon pajak selama lima tahun diberikan kepada mereka yang (1) tinggal di luar Italia selama dua tahun terakhir dan (2) pindah ke Italia untuk minimal dua tahun kerja. Hal ini berlaku baik untuk warga asing maupun warga Italia, contohnya Paulo Fonseca yang sempat tinggal di Ukraina maupun Maurizio Sarri yang tinggal di London untuk melatih Chelsea.

Aturan ini diterapkan pada awal 2020. Sehingga mereka yang pindah sejak 2020 akan mendapatkan keringanan ini, asalkan bekerja di Italia selama dua tahun. Kalau sebelum itu ia sudah pindah, maka ia harus membayarkan sisa pajak yang dikurangi tersebut.

Dalam aturan aslinya, mereka yang memenuhi syarat tidak harus membayar 70 persen dari total pajak mereka, atau 90 persen untuk yang bekerja di Italia Selatan. Akan tetapi, khusus untuk pesepakbola, diskonnya menjadi 50 persen tidak peduli mereka mau main di Utara atau Selatan.

Meski diskonnya lebih rendah, tapi ini sangat membantu. Soalnya, pajak penghasilan tertinggi di Italia adalah 43 persen.

Contoh Diskon Pajak dalam The Growth Decree

Pemain biasanya mendapatkan gaji setelah pajak. Mereka tidak peduli klub harus bayar berapa, yang penting penghasilan mereka sudah dipotong pajak.

Contohnya, pemain dengan gaji bersih 20 juta euro. Klub sebenarnya membayar 35 juta euro. Selisih 15 juta euro adalah 43 persen dari gaji kotor.

Dengan aturan ini, klub hanya membayar 25 juta euro. Selisih lima juta euro ini adalah 50 persen dari 43 persen pajak penghasilan Italia.

Ada selisih 10 juta euro yang bisa dihemat klub dengan The Growth Decree. Kalau dikalikan dua tahun artinya 20 juta. Kalau ada lima pemain berarti 100 juta berhasil dihemat klub selama dua tahun tersebut.

Meski demikian, ada tambahan 0,5 persen yang dialokasikan Pemerintah Italia untuk pengembangan pemain muda. Selain itu ada sejumlah kecil pajak yang nilainya berbeda di setiap daerah.

Bisa Mendatangkan Pemain Top

Pemain top biasanya minta gaji mahal. Radja Nainggolan saja digaji 1 miliar rupiah setiap bulannya; sementara gaji pemain top Indonesia berkisar 1 miliar satu tahun.

Pemain biasanya ingin gaji mereka sudah termasuk pajak. Ini yang membuat klub mengeluarkan uang jauh lebih banyak untuk membayar gaji sebelum pajak mereka. Dalam contoh di atas, pemain dengan gaji 20 juta setahun, sebenarnya digaji 35 juta. Namun, 15 juta tersebut adalah pajak.

Akan tetapi, setelah The Growth Decree, klub jadi hanya perlu membayar 25 juta. Ada 10 juta penghematan yang bisa dialirkan klub untuk mendatangkan pemain atau pelatih top lain, misalnya.

Saat pemain top sudah hadir, ini menjadi keuntungan buat klub karena bisa menambah kualitas permainan. Mereka bisa lebih bersaing di kompetisi Eropa melawan klub yang secara materi pemain lebih baik. Kompetisi Serie A pun menjadi lebih menarik dengan kehadiran para pemain top yang datang.

Dampak Negatif The Growth Decree

Konsekuensi dari The Growth Decree tentu saja menjamurnya para pemain asing di Serie A. Hal ini secara teori akan menghambat bakat lokal Italia itu sendiri.

Misalnya, Italia sejak dulu punya budaya melahirkan kiper-kiper top seperti Mattia Perin. Akan tetapi, progres Perin menjadi terhambat karena kehadiran Wojciech Szczesny yang menjadi kiper utama Juventus. Pun dengan Pietro Boer di AS Roma yang terhalang Rui Patricio dan Mile Svilar.

Pada musim 2022/2023, Opta mencatat kalau 61 persen pemain di Serie A adalah orang asing. Jumlah menit bermain mereka mencapai 65,5 persen. Hal ini bisa terjadi karena klub memilih pemain asing yang biayanya lebih murah ketimbang pemain asli Italia.

Selain itu, The Growth Decree membuat para pemain Italia yang abroad memilih pulang kampung. Soalnya, mereka juga terdampak dari The Growth Decree.

Akibatnya, para pemain ini tidak bisa mendapatkan pengalaman bermain di liga yang relatif lebih baik ketimbang Serie A. Serta merasakan kultur yang berbeda. Apalagi pesepakbola Italia mirip dengan pesepakbola Inggris yang lebih senang main di rumah ketimbang bertualang.

***

Pada Oktober lalu, ada kabar kalau Pemerintah Italia mau menghapus The Growth Decree. Mereka tidak memperpanjang The Growth Decree yang berakhir pada Februari 2024. Dengan ini, segala kemudahan yang didapat klub Italia dalam pembayaran gaji otomatis akan hilang.

Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah Serie A akan mengalami kemunduran?