Fenomena menunjukkan bahwa lebih dari setengah klub di Premier League musim 2019/2020 memiliki kerja sama dengan perusahaan judi pada jersey mereka. Menurut data Sporting Inteligence, nominal sebesar 350 juta paun diperoleh klub-klub Premier League atas hubungannya dengan perusahaan judi. Bahkan, jika sponsor di luar yang ditempel pada kostum sepakbola ‘jersey’, hampir dipastikan semua kesebelasan ini memiliki kerja sama.
Kalau dihitung dengan tim-tim yang bermain di divisi kedua, Championship, jumlah ini lebih besar lagi: 17 dari 24 kesebelasan memampang logo perusahaan judi pada jersey mereka. Ini juga berarti 27 dari 44 klub yang bermain di dua divisi teratas Inggris melakukan hal seperti ini. Lalu muncul pertanyaan: Apakah kontribusi jutaan paun dari perusahaan judi ini berdampak baik ketika dihadapkan dengan imej ikonik sebuah tim?
Jawabannya: Tidak. Salah satu alasannya bisa jadi karena klub-klub ini kurang kuat untuk meraih trofi. Klub seperti West Ham yang memampang Betway, Wolverhampton dan Crystal Palace yang disponsori ManbetX, atau Newcasle yang disponsori Fun88. Bisa manjadi pengambaran bahwa kekuatan finansial rumah judi tak begitu besar bila dilihat dari reputasi popularitas klub di mata dunia. Pada saat yang bersamaan, klub-klub yang memiliki kans untuk juara seperti Manchester City atau Liverpool malah disponsori oleh perusahaan non-judi, misalnya maskapai penerbangan atau sektor perbankan.
Kalu diperhatikan, campaign dari sponsor judi ini juga kadang kelewat batas alias norak. Seperti apa yang terjadi pada Huddersfield Town di awal musim ini. The Terriers menyita perhatian publik kala memampang tulisan besar sebuah perusahaan judi, Paddy Power. Bayangkan, tulisan sponsor dibuat tak biasa dengan tulisan menyamping dari ujung bawah kiri baju ke ujung kanan (bagian bahu). Saking konyolnya, Huddersfield tak hanya mendapaan celaan, namun hukuman dari asosiasi sepakbola Inggris, FA, sebesar 50 ribu paun.
Sponsor Judi Tak Pernah Menjadi Ikonik
Berbicara tentang kostum atau jersey ikonik, sebenarnya perusahaan elektronik menjadi primadona. Pada era 80 hingga 90-an, gelombang perusahaan elektronik dan peralatan rumah tangga pernah menyerbu sepakbola. Mari sejenak mengingat. Siapa yang tak ingat Arsenal dengan sponsor JVC-nya. Manchester United dengan tulisan “SHARP” yang ikut terpampang ketika menjuarai treble di musim 1998/1999. Liverpool sempat merasakan “tuah” dari sponsor peralatan rumah tangga, Candy, sebelum akhirnya perusahaan bir asal Denmark, Carlsberg, mengambil alih titel ter-ikonik dari Liverpool.
Di luar Inggris, Juventus pernah mengalami masa-masa emas dengan logotype SONY yang terpampang di dada kostum mereka kala menjuarai Liga Champions 1996. Mungkin satu-satunya sponsor judi yang pernah meraih popularitas masif adalah Betwin yang pernah terpambang di jersey AC Milan dan Real Madrid dengan tulisan “bwin”.
Namun itu tak cukup ikonik ketika dibandngkan jersey-jersey Milan sebelumnya seperti Motta atau Opel yang pernah mereka pakai di era 80 hingga 90-an akhir. Hal serupa juga dialami Real Madrid yang mengalami masa kejayaan dengan sponsor judinya, namun semua pasti setuju kalau sponsor paling ikonik milik El Real adalah “Teka”, sebuah merek peralatan rumah tangga asal Jerman.
Mansion, perusahaan judi yang berpusat di Gibraltar, pernah mengantarkan klub Tottenham Hotspur menjuarai Piala Liga (Carling) pada tahun 2008. Saat itu Spurs diperkuat nama-nama yang melegenda seperti Luka Modric, Gareth Bale, ataupun Dimitar Berbatov. Sayangnya, jersey putih Spurs berlogo “M” dengan latar merah bukanlah jersey paling ikonik. Bagi penggemar Spurs, kostum mereka di medio 80-an berlogo perusahaan bir, Holsten, menjadi paling ikonik selain kostum polos berlogo cockerell yang dipakai di era 60-an.
Kontra Sponsor Judi di Sepakbola Inggris
Pun dengan kontribusinya dalam “membantu” sepakbola Inggris, masih timbul penolakan akan dukungan sponsor dari perusahaan judi. Malah wacana pelarangan klub-klub sepakbola Inggris untuk memampang sponsor judi di jersey mereka.
Isu ini dilihat jeli oleh salah satu kekuatan politik Britania Raya, Partai Buruh. Menurut wakil ketua mereka, Tom Watson, partai yang memiliki massa terbesar seluruh eropa ini akan melarang perusahaan judi dari seragam sepakbola jikalau partai ini memenangkan kekuasaan.
Banyak yang menyangka bahwa klub sepakbola mendapatkan uang yang banyak dari kerjasamanya dengan perusahaan judi, namun data tak berkata demikian. Berdasarkan situs Sporting Intelligence, ternyata nominal yang didapatkan tim-tim ini tak besar-besar amat. Bahkan, nilai terbesar sponsor judi yang dimiliki West Ham dari kerjasamanya dengan Betway, hanya seperempat dari kerja sama Chelsea dengan perusahaan ban asal Jepang, Yokohama.
The 10th annual review of Premier League shirt deals, by @alexmiller73, shows the collective value for 2019-20 has risen to £349.1m. Man Utd well ahead of the pack. See small print for details. pic.twitter.com/6exHYAeMfS
— Nick Harris (@sportingintel) July 17, 2019
Pendapat untuk melawan sponsor judi di sepakbola juga disuarakan oleh mantan pecandu judi, James Grimes. Menurutnya, dikutip dari Guardian, larangan iklan judi selama pertandingan sepakbola bukan suatu pembenaran bagi perusahaan judi untuk “beriklan” di kostum sepakbola. Grimes dikenal karena The Big Step, sebuah kampanye penggalangan dana dengan cara berjalan kaki yang nantinya disumbangkan ke Gambling With Lives, sebuah gerakan amal yang diinisiasi Charles Ritchie dan istrinya, Liz, yang kehilangan anaknya akibat bunuh diri karena kecanduan judi.
Mnurut penelitian yang dilakukan oleh GambleAware, sebuah yayasan yang aktif dengan isu-isu judi menyebutkan bahwa pelaku judi yang bermasalah memiliki kecenderungan 6 kali lipat untuk melakukan tindakan bunuh diri. Penelitian juga pernah dilakukan oleh periset di Lund University, Swedia yang menyatakan bahwa orang yang bermasalah judi memiliki peluang 15 kali lipat untuk mengkahiri hidup. Terlebih, jika hal tersebut diteliti di Britania Raya, maka sebanyak 550 kasus bunuh diri terjadi tiap tahunnya karena masalah judi.
Juga karena alasan moral, semua klub di Inggris tidak menjual kostum berukuran anak-anak bersponsor judi. Tapi apa yang dilakukan oleh West Ham United di musim ini patut ditiru. The Hammers berani untuk memberikan pilihan bagi pendukungnya untuk tidak mendapatkan sponsor pada jersey musim ini. Bagi kalangan penggemar dan pengoleksi jersey, hal ini merupakan sebuah poin plus. Selain tidak perlu membayar lebih,ketiadaan sponsor ini memberikan efek “elegan” pada jersey kebanggaan mereka.
***
Dengan segala kelebihannya dan (banyak) kekurangannya, keterlibatan sponsor judi yang kian mencengkram di sepakbola Inggris membuat sponsor-sponsor ini hanya akan sekadar “numpang lewat” di ingatan para pengemar sepakbola. Mulai dari penyebab-penyebab seperti estetika, faktor historis, hingga moralitas untuk melawan efek buruk berjudi, membuat sponsor-sponsor judi ini sulit untuk mendapatkan ingatan yang baik dari para penemar sepakbola.
Saya sedikit berandai-andai, bagaimana penggemar sepakbola bisa mengidolai jersey sepakbola yang terpampang tulisan mandarin di kaus timnya. Terlihat aneh bukan?
Karena terkadang bagi sebagian tim, tulisan atau logo-logo sponsor di jersey akan lebih mudah diasosiasikan dengan sebuah tim. Untuk sponsor judi, rasa-rasanya hal itu tak akan pernah terjadi.