Stadion Bukan untuk Konser Musik

Dulu, arena olahraga itu jenisnya cuma dua: di luar dan di dalam ruangan. Lapangan di luar ruangan misalnya lapangan sepakbola sampai padang golf. Sementara arena di dalam lapangan biasanya digunakan untuk olahraga yang sensitif terhadap cuaca, misalnya bulutangkis, bola voli, sampai biliar.

Arena tersebut umumnya hanya digunakan untuk olahraga itu saja. Lapangan sepakbola, ya untuk main bola, bukan untuk menggelar konser NCT.

Di kemudian hari, arena olahraga ternyata memerlukan biaya yang besar dalam pengelolaannya. Kalau tidak dikelola bisa terbengkalai seperti venue Olimpiade 2004 dan Olimpiade 2016. Di Indonesia contohnya ada: Stadion Utama Riau.

Biaya yang besar ini akan sulit dibayar kalau hanya mengandalkan tiket menonton olahraga tersebut. Untuk itu, arena olahraga pun disewakan agar bisa digunakan untuk apa saja: konser Blackpink, seminar MLM, sampai rapat akbar Partai Komunis Indonesia.

Arena olahraga dalam ruangan secara teknis lebih mudah pengelolaannya. Saat disewakan, pengelola tak perlu memikirkan efek terhadap lapangannya. Misalnya, Istora Senayan digunakan untuk acara stand up comedy Pandji Pragiwaksono. Sepekan kemudian, akan diselenggarakan pertandingan bulu tangkis Indonesia Open. Pengelola tidak bingung soal lapangan, karena panitia Indonesia Open akan memasang karpet khusus lapangan badminton sepanjang gelaran tersebut.

Masalahnya, arena di dalam ruangan daya tampungnya terbatas.

Menjadikan Stadion Sepakbola Bisa Dipakai Apa Saja

Karena sepakbola merupakan olahraga paling populer di dunia, juga di Indonesia, sungguh mudah mencari stadion sepakbola. Sekecil-kecilnya stadion sepakbola, ia tetap bisa menampung lebih banyak pengunjung ketimbang arena dalam ruangan.

Dalam kasus ini, sebutlah stadion Gelora Bung Karno. Enak betul mengadakan acara di sini: lokasinya masih di dalam kota Jakarta, transportasi umum tersedia, area parkir juga lega. Panitia tak perlu bingung soal kursi karena sudah tersedia di tribun; tak perlu pula sediakan banyak toilet portable, karena sudah terpasang di stadion.

Segala fasilitas stadion bisa dimaksimalkan. Umumnya, stadion juga sudah punya sistem keamanan yang baik sehingga penyelenggara acara tak perlu menyewa pagar ratusan meter untuk memfilter para pengunjung.

Yang jadi masalah adalah soal lapangannya. Rumput lapangan sepakbola dijaga betul agar tidak diinjak sembarangan. Stadion-stadion di Eropa biasanya melarang siapapun untuk menginjak rumput, kecuali tukang rumput dan yang punya stadion. Tujuannya apa? Agar saat yang punya stadion mau pakai, rumputnya masih prima.

Lalu, bagaimana kalau stadion tersebut disewakan untuk konser musik?

Rumput Stadion yang Sensitif

Indonesia adalah negara yang subur itu benar. Sinar matahari ada sepanjang tahun juga tidaklah salah. Secara teknis, tentu mudah untuk menumbuhkan rumput. Namun, kenyataannya tidak demikian.

FIFA sendiri membolehkan rumput asli, hybrid, ataupun rumput buatan. Namun, tetap ada standarnya sendiri. Artinya, rumput gajah pun diperbolehkan. Akan tetapi, rumput di Eropa umumnya menggunakan “Rumput Jepang” atau Zoysia Japonica atau sejenisnya.

Qatar untuk Piala Dunia 2022 menggunakan rumput jenis Platinum TE Paspalum. Rumput ini terbilang kuat, lebih mudah tumbuh di wilayah yang kurang sinar matahari, serta lebih cepat tumbuh saat recovery.

Walau begitu, sekuat-kuatnya rumput, kalau diinjak begitu banyak orang dalam waktu yang lama tetap saja akan rusak. Sehingga, stadion-stadion di Eropa punya skema khusus saat menyewakan untuk acara non-sepakbola.

Untuk stadion yang canggih seperti Sapporo Dome, lapangan sepakbola bisa didorong keluar. Di bawahnya ada lapangan bisbol dengan rumput sintetis. Sementara Santiago Bernabeu punya sistem di mana rumput lapangan dikirim ke bawah tanah!

Lantas bagaimana kalau stadionnya tidak punya sistem yang canggih?

Ada dua cara: (1) rumputnya digulung dan (2) menggunakan penutup rumput.

Penutup Rumput untuk Konser

Penutup rumput menjadi penting untuk rumput itu sendiri, juga buat pengunjung konser. Mengadakan konser tanpa penutup rumput memperbesar peluang pengunjung terpeleset.

Di Indonesia juga sebenarnya sudah diterapkan. Misalnya, acara Jisphoria di Jakarta International Stadium dan Konser Dewa 19 di Stadion Siliwangi. Beberapa merek bahkan bisa dipasang dan lepaskan hanya dalam hitungan jam. Artinya, rumput tidak akan tertutup terlalu lama.

London Stadium misalnya memilih menggulung rumputnya karena akan digunakan untuk sejumlah event yang menghabiskan waktu beberapa hari. Pada musim panas 2023 misalnya, usai menggelar laga West Ham United, London Stadion menggelar konser dua minggu kemudian. Namun, pembangunan venuenya sudah dilakukan sehari setelah laga West Ham.

20 hari kemudian, London Stadium disulap menjadi stadion bisbol! Dua pekan kemudian kembali dibikin jadi venue konser, beberapa hari kemudian menjadi venue atletik. Setelah itu, London Stadium kembali disiapkan untuk menjadi kandang West Ham United.

Dari sini sebenarnya sudah terlihat bahwa perencanaan itu penting. Kenapa rumputnya digulung karena stadion dipakai kegiatan non sepakbola selama dua bulan. Kenapa pula ada event atletik di akhir Juli? Karena biar sekalian memasang rumput untuk dipakai West Ham di awal Agustus.

Stadion Bukan untuk Konser Musik

Kalau melihat apa yang dilakukan stadion di Eropa, perencanaan sangat penting. Percuma ada penutup rumput kalau ditutup selama dua pekan.

Apabila standar pelaksanaannya masih belum bisa diterapkan, agaknya stadion, atau dalam hal ini Gelora Bung Karno, bukanlah untuk konser musik.

Konser NCT di Gelora Bung Karno pada 18 Mei. Laga Indonesia vs Iraq digelar pada 6 Juni. Artinya, ada waktu SEMBILAN BELAS HARI, untuk melakukan recovery. Namun, waktu sebegitu lama nyatanya tidak bisa membuat rumput GBK kembali seperti semula.

Ini aneh karena Avenged Sevenfold menggelar konser di Stadion Madya pada 25 Mei, sementara laga Indonesia vs Tanzania digelar pada 2 Juni. Artinya, ada waktu DELAPAN HARI untuk recovery rumput. Anehnya, rumput Stadion Madya tampak sehat-sehat saja.

Mengapa waktu recovery singkat bisa berhasil tapi yang waktunya panjang justru gagal?

Bisa jadi, ada pengaruh dari penutup rumput itu sendiri. Faktornya beragam seperti kualitas penutup rumput sampai lamanya rumput ditutup.

Ini membuat aliran bola-bola pendek ala timnas menjadi tersendat. Beberapa kali para pemain seperti Ragnar Oratmangoen gagal memberi umpan pendek sukses karena rumput yang tidak rata. Asnawi Mangkualam juga mengkritisi rumput GBK yang jelek. Korban selanjutnya tentu saja adalah lututnya Thom Haye.

Stadion Gelora Bung Karno memang perlu biaya besar untuk perawatannya. Sah-sah saja apabila akan disewakan untuk event non sepakbola. Namun, bila rumputnya masih jelek, ada baiknya PSSI membawa timnas Indonesia bermain di kota lain.