Sulitnya Pesepakbola LGBT Diterima Masyarakat

Foto: Premierleague.com

Tanpa mengesampingkan faktor religi yang dianut oleh kebanyakan masyarakat, artikel ini ditulis tanpa maksud menyalahi apa yang diyakini. Namun memberikan sudut pandang lain perihal LGBT di dunia sepakbola.

Pada 30 November nanti, akan ada sesuatu yang berbeda di pertandingan antara Cardiff City versus Wolverhampton, yaitu penggunaan tali sepatu pelangi, bendera sudut lapangan pelangi serta ban kapten pelangi. Perubahan ini akan berlangsung di semua laga, sampai 5 Desember nanti, yaitu kala Tottenham Hotspur melawan Southampton di Stadion Wembley.

Penggunaan atribut pelangi ini tidak lepas dari kampanye ‘Wear Your Rainbow Laces Day’ atau Hari Pergunakan Tali Sepatu Pelangi Anda di Inggris. Kampanye ini sejatinya bakal dimulai pada 28 November nanti, dimana seluruh cabang dan level olahraga akan terlibat dalam gerakan nasional ini. Sekolah-sekolah dan tempat-tempat bisnis di seantero Inggris pun dikirimi tali sepatu pelangi, dengan total 75.000 buah telah terjual dari target 100.000 pasang tali sepatu.

FA selaku asosiasi pun tidak ketinggalan turut serta dalam kampanye ini dengan menggelar laga bersejarah antara klub sepakbola LGBT tersukses, Stonewall FC melawan Willbeforce Wanderers AFC di Wembley, 30 November nanti.

Foto: Kuulpeeps.com

Kekhawatiran Olivier Giroud

Gerakan Tali Sepatu Pelangi ini digelar sejak 2013 silam dengan harapan mampu meningkat kesadaran masyarakat serta menghilangkan sikap anti LGBT di dunia olahraga. Uniknya gerakan ini dimulai oleh Stonewall, tim yang akan bertanding nanti.

Stonewall sendiri memang klub sepakbola gay pertama dan tersukses walau saat ini bermain di Liga Middlesex County alias kasta ke-11. Arti kata sukses berbeda bagi tiap-tiap individu dan skuat asuhan Eric Najib ini kerap menjadi juara kompetisi gay, seperti empat medali emas Gay Games, sembilan trofi Kejuaraan Eropa Gay, tujuh kali jadi juara IGLFA (Asosiasi Sepakbola Gay dan Lesbian).

Namun apakah ini artinya atlet gay bisa diterima oleh publik? Tidak juga. Gareth Thomas, seorang mantan atlet rugby menjadi korban penyerangan homofobik pada Sabtu, (17/11) kemarin, kala sedang berada di Wales. Olivier Giroud sadar masih ada halangan bagi atlet untuk membuka diri bahwa dirinya gay. Buktinya, seperti dikutip dari The Sun (26/11/17), satu dari lima orang berusia 18 hingga 24 tahun malu jika pesepakbola favorit mereka mengaku sebagai gay.

“Ketika saya melihat pengakuan Thomas Hitzlsperger di 2014, rasanya sangat emosional,” aku striker Chelsea itu yang merujuk pada eks pemain asal Jerman yang pernah membela Aston Villa, SS Lazio, West Ham United, Wolfsburg dan Everton, seperti dikutip dari Le Fargo.

“Pada saat itu lah saya merasa mustahil untuk membuka diri sebagai seorang homoseksual di dunia sepakbola.”

“Saya bisa memahami rasa sakit dan kesulitan yang dialami mereka untuk bisa mengaku. Ini tantangan utama dan membutuhkan waktu bertahun-tahun agar bisa berani.”

Olivier Giroud | FOTO: TETU

“Ketika saya bergabung dengan Montpellier, saya terlibat memperjuangkan toleransi dan menjadi model sampul [majalah gay Perancis] Tetu. Saya memakai tali sepatu pelangi kala diminta sebagai dukungan terhadap komunitas gay ketika masih membela Arsenal.”

Mengakui Jati Diri atau Diam Selamanya

Contoh paling nyata dari pesepakbola pria yang mengaku sebagai LGBT ialah Justin Fashanu. Ia menjadi pesepakbola berkulit hitam pertama yang harga transfernya mencapai angka 1 juta paund kala dibeli oleh Nottingham Forest dari Norwich City pada 1982. Namun pengakuan sebagai gay di 1990 sulit diterima oleh keluarga dan kakaknya, John Fashanu yang menganggap sang adik telah dibuang oleh keluarganya.

Dengan tekanan dari keluarga serta pandangan negatif dari masyarakat, termasuk kesulitan mendapatkan kontrak permanen dari klub-klub sepakbola, Justin kabur dari Amerika Serikat kala dituduh melakukan pelecehan seksual. Ia membantah tuduhan tersebut sembari menekankan jika hubungan seksual itu dilakukan secara konsen dan tidak ingin membuat malu keluarga dan teman-temannya karena mengaku sebagai gay sehingga Justin Fashanu memilih gantung diri di 1998. Sang kakak, John, hanya bisa menyesali komentar kala si adik telah berpulang.

Tekanan dari masyarakat dan sorotan dari media membuat Robbie Rogers mengaku sebagai gay di 2013 silam, ketika ia berstatus tanpa klub, bukan ketika masih aktif bermain. Tapi pada akhirnya Rogers kembali ke lapangan dan menjadi pemain yang mengaku gay pertama yang bermain di Liga Utama Amerika Serikat, selain juga pesepakbola kedua yang mengaku sebagai gay setelah Justin Fashanu.

Sampai saat ini tidak diketahui ada berapa dan siapa saja pesepakbola pria yang menerima dirinya sebagai gay. Mantan penjaga gawang Newcastle United, David James pada 2008 silam pernah berkata jika sepakbola merupakan cabang olahraga terakhir yang menganggap homoseksual sebagai hal yang tabu. Buktinya masih sedikit pemain yang berani mengakui jati dirinya.

“Di setiap industri hiburan, kita memiliki bintang gay. Kenapa sepakbola harus berbeda? kata James, pada Daily Mail (18/10/08).

“Anda bisa mabuk dan memukuli istri Anda dan itu masih bisa diterima [oleh masyarakat]. Namun jika seseorang berkata: ‘Saya gay’, maka akan dianggap buruk. Ini menggelikan.”

Tidak heran seorang agen pemain bernama Max Clifford pernah meminta para pesepakbola untuk tidak mengaku sebagai gay ke publik sebab karirnya bakal berakhir dengan cepat karena pengakuan tersebut.

“Setahu saya hanya ada satu pemain gay profesional pertama yang mengaku sebagai gay, yaitu Justin Fashanu. Dia pada akhirnya melakukan bunuh diri,” kata Clifford pada PinkNews (05/08/09), media pro LGBT.

“Jika seorang pemain mengaku ia memiliki tendensi gay, maka karirnya bakal berakhir dalam tempo dua menit. Apakah seharusnya demikian? Tidak. Namun jika Anda mendatangi tribun penonton dan tahu cara berfikir para fans, serta sikap pada umumnya di dunia sepakbola, rasanya seperti kembali ke era kegelapan.”

Ya, sulitnya menerima pemain gay bukan hanya datang dari para fans tapi juga sesama pemain, seperti yang diakui oleh Tony Cascarino, mantan pemain tim nasional Irlandia.

“Apakah seorang pemain tidak keberatan jika rekannya seorang gay? Mungkin. [Namun] banyak pemain bakal enggan tinggal berdua bersama pemain gay [di ruang ganti], mereka [bahkan] tidak bakal mau mandi bersama. Sebelum Anda mengkritik, apakah Anda bisa menerima jika seorang pria berada di ruang ganti wanita?” kata Cascarino.

“Ini situasi yang tidak diingikan oleh seorang pelatih, karena menciptakan kecanggungan dan skuat yang terbelah bukan resep untuk mencapai kesuksesan. Pemain gay pun bakal merasa canggung. Ruang ganti bakal terasa seperti kamp nudis.”

Terlepas dari sisi religi, seharusnya pesepakbola gay bisa diterima dan dilihat hanya karena kemampuannya di atas lapangan, bukan karena preferensi seksualnya. Tidak hanya bagi para pemain lainnya, tapi penerimaan pun harus dilakukan oleh fans yang seharusnya mendukung pemain idola. Jangan ada lagi chant bernada homofobik, rasisme. Bukan kah mereka secara harfiah manusia juga seperti kita?