Beberapa hari terakhir, sepakbola Indonesia sedang sibuk memberantas kasus match-fixing atau pengaturan skor yang melibatkan beberapa orang termasuk anggota Exco PSSI. Setelah Hidayat, kini giliran Johar Ling Eng yang ditangkap oleh Satgas Anti Mafia Bola saat dirinya sedang berada di Bandara Halim Perdanakusuma, Kamis lalu.
Isu pengaturan skor memang sedang gencar beberapa minggu ini. Federasi dituntut untuk menyelesaikan masalah yang sebenarnya sudah muncul sejak sepakbola Indonesia masih berformat Perserikatan. Akan tetapi, selain match fixing, petinggi sepakbola Indonesia juga memiliki masalah lain yang harus diselesaikan secepatnya. Masalah itu bernama kepastian jadwal Liga 1 2019.
Hingga saat ini, belum jelas kapan tanggal pasti kick off kompetisi yang musim lalu dimenangi Persija Jakarta tersebut. COO PT LIB, Tigor Shalomboboy, hanya menyebut kalau kompetisi musim 2019 akan digelar selepas pemilihan Presiden 2019. Atau dengan kata lain, kompetisi baru dimulai setelah 17 April 2019.
“Kami memiiki perencanaan setelah pemilihan Presiden karena kita ketaui bersama ada agenda yang belum selesai (Piala Indonesia), kemudian juga akan ada pra musim dan masa-masa kampanye yang bisa memengaruhi perizinan. Jadi kami berpikir kompetisi akan dimulai setelah Pilpres,” ujar Tigor seperti dilansir Bola.com.
Tidak hanya itu, PSSI kemudian memutuskan untuk tidak menggelar kompetisi Piala Presiden 2019. Piala Presiden sendiri adalah turnamen pra musim yang dimulai pada tahun 2015. Hal ini dikarenakan kompetisi Piala Indonesia 2018 yang belum berakhir hingga saat ini. Kompetisi Piala Indonesia sendiri kemungkinan baru akan berakhir pada April 2019.
“Kalau dari kami, kami tidak akan merekomendasikan Piala Presiden. Sebagai penggantinya, Piala Indonesia ini akan menjadi pengganti Piala Presiden,” tutur Gatot Widakdo, Direktur Hubungan Media dan Promosi Digital PSSI, seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Masalah Lama yang Tidak Kunjung Beres
Sebagai penikmat sepakbola tanah air, saya merasa heran mengapa operator kompetisi lokal tidak bisa menjalankan liga dengan jadwal yang tertata rapi. Meski Indonesia dikenal sebagai negara dengan fanatisme sepakbola yang tinggi, namun jadwal pertandingan yang dibuat pengelola terkesan berantakan. Bahkan tidak jarang sampai mengorbankan hal yang lebih penting seperti pertandingan internasional.
Musim lalu, Liga 1 2018 juga mengalami ketidakjelasan soal jadwal. Sempat akan dimulai pada 24 Februari 2018, jadwal kemudian mundur menjadi 3 Maret. Seperti dikutip dari Pandit Football, Tigor pernah mengatakan kalau 90 persen Liga 1 2018 siap digelar pada tanggal tersebut. Kenyataanya, jadwal semakin mundur hingga akhirnya kompetisi baru benar-benar dimulai pada 23 Maret.
Hal-hal seperti ini sebenarnya sudah pernah terjadi di masa lalu. Sayangnya, operator kompetisi tampak tidak bisa belajar dan justru mengulangi kesalahan yang sama. Liga 1 edisi pertama pasca pembekuan PSSI juga dimulai dari ketidakjelasan jadwal. Dari yang semula akan dimulai pada 26 Maret 2017, liga kemudian baru dimulai pada pertengahan April. Masalah serupa juga muncul saat mereka ingin menggelar kompetisi Liga Super 2015.
Masalah tidak bisa membuat jadwal juga terjadi hingga ke kompetisi tidak resmi. Saat mereka ingin menggelar Indonesia Soccer Championship, sebuah turnamen tidak resmi yang digelar untuk mengisi masa-masa pembekuan FIFA, jadwal sepak mula juga mengalami penundaan.
Atau yang paling menggelitik saat pengelola kompetisi Piala Presiden membuat jadwal final Piala Presiden berdekatan dengan turnamen AFC Cup sehingga membuat kedua finalis saat itu mengorbankan ajang Asia demi sebuah turnamen pra musim. Bahkan tiga tahun sebelumnya, final Inter Island Cup 2014 digelar satu tahun setelah kompetisi itu dimulai. Bayangkan, hanya di Indonesia tampaknya final turnamen pra musim mengalami pengunduran jadwal selama satu tahun.
Diberitakan Tabloid Bola (“Komitmen pun Dilanggar”;16 Juni 2009), masalah jadwal menjadi keluhan yang diungkapkan Djarum selaku sponsor kompetisi pada Indonesia Super League musim 2008/2009. Penyebabnya sama yaitu adanya agenda pesta lima tahunan yang membuat jadwal kompetisi menjadi tidak karuan. Beberapa kesebelasan pun protes karena pengeluaran mereka semakin membengkak.
“Kami jelas tidak puas dengan penyelenggaraan kompetisi tahun ini (2008/2009). Seharusnya Badan Liga Indonesia (BLI) sudah tahu hal-hal seperti ini akan terjadi. Jangan sampai merugikan klub,” tutur Jaja Soetardja, manajer Persib Bandung saat itu.
Tim Nasional Menjadi Korban (Lagi)
Menurut Dex Gleniza, dalam artikelnya di Pandit Football berjudul “Peta Problematika Jadwal Liga 1 2018”, kompetisi sepakbola Indonesia sewajarnya menyelesaikan kompetisi lebih dari 36 pekan. Hal ini ia lakukan dengan membandingkan kompetisi di beberapa negara yang sama-sama memiliki 18 klub di kompetisi tertinggi. Ia juga mempertimbangkan beberapa gangguan seperti Pilkada, Asian Games, Puasa Ramadhan, hingga Piala Dunia 2018.
Akan tetapi, dalam dua musim terakhir Indonesia begitu cepat dalam menyelesaikan kompetisi liganya yaitu hanya 30 pekan saja. Padahal, kompetisi sempat mengalami penundaan seperti puasa, mundurnya beberapa laga karena kerusuhan, hingga insiden meninggalnya pendukung Persija Jakarta yang membuat liga sempat libur dua pekan.
Meski tergolong sukses, karena kompetisi berakhir dengan lancar, namun masalah jadwal Liga 1 musim lalu membuat tim nasional menjadi korban. Tidak bisa dipungkiri kalau kegagalan Indonesia di Piala AFF 2018 lalu, karena jadwal kompetisi domestik yang berantakan.
Di saat tim-tim lain sudah menyelesaikan kompetisinya, Indonesia menjadi satu-satunya kontestan Piala AFF yang liga domestiknya belum selesai bergulir. Hal ini menimbulkan asumsi kalau beberapa pemain sebenarnya lebih memilih untuk membela klub karena tidak sedikit anggota timnya yang saat itu memperkuat klub yang sedang berjuang untuk memperebutkan posisi pertama ataupun keluar dari zona degradasi.
Berkaca dari pengalaman musim lalu, bukan tidak mungkin tim nasional kembali menjadi korban jika kompetisi dimulai pada Mei 2019 mendatang. PT Liga sendiri menginginkan kompetisi tidak molor sampai 2020 sehingga kemungkinan akan ada beberapa pekan dengan jadwal yang cukup padat layaknya musim lalu.
Tidak tertutup peluang kalau jadwal kompetisi akan berbenturan dengan agenda timnas. Sejak Juni hingga Desember 2018, ada empat kali jeda internasional yang seharusnya bisa dimaksimalkan timnas Indonesia apabila mereka ingin memperbaiki peringkat. Yang paling krusial tentu saja ketika ada agenda Sea Games 2019 di Filipina. Bukan tidak mungkin kalau gelaran pekan-pekan terakhir Liga 1 2019 akan kembai bentrok dengan agenda timnas.
Tidak hanya tim nasional, belum pastinya jadwal Liga 1 juga memengaruhi persiapan beberapa kesebelasan. Potensi selesainya Piala Indonesia pada April, membuat kesebelasan yang melangkah hingga fase akhir akan kesulitan mempersiapkan diri karena persiapan pra musim yang serba mepet.
Kalau Tetangga Bisa Mengapa Kita Tidak?
Apa yang terjadi di Indonesia jauh berbeda dengan yang terjadi di Malaysia dan Thailand. Kedua tetangga Indonesia ini sudah membuat blue print jadwal yang terencana dengan baik. Malaysia contohnya, mereka sudah fix memulai kompetisi 2019 pada tanggal 1 Februari sehingga beberapa kesebelasan bisa mempersiapkan diri dengan baik.
Thailand juga sama. Mereka bahkan sudah menyesuaikan kompetisi domestik dengan beberapa turnamen seperti Sea Games, kualifikasi Piala Asia U-22, dan jeda internasional. Mereka bahkan sudah mengumumkan kalau kompetisi musim depan akan menggunakan VAR. Sementara Indonesia masih disibukkan dengan penyesuaian jadwal liga domestik dengan agenda politik.