Tim Nasional Vietnam yang Membuat Iri

Foto: AFC

Saat sepakan penalti Bui Tien Dung mengecoh Amer Shafi, seketika itu juga Al Maktoum Stadium pecah berkat sorak sorai yang keluar dari mulut para pendukung Vietnam. Sebaliknya, kekecewaan terpancar dari raut wajah para pendukung Yordania karena harapan mereka melangkah ke perempat final digagalkan oleh Vietnam melalui adu penalti.

Melalui laptop dan layanan streaming ilegal (jangan ditiru), saya menyaksikan bagaimana laga tersebut berjalan. Sepanjang 120 menit, Vietnam menunjukkan kalau mereka kini sudah setara dengan negara-negara kuat Asia. Yordania justru dibuat tertekan meski sempat unggul terlebih dahulu pada akhir babak pertama.

Langkah Vietnam bisa dikatakan beruntung. Mereka hanya meraih tiga poin di fase grup dan lolos hanya karena unggul poin kedisiplinan dengan Lebanon. Walaupun dianggap beruntung, namun kesuksesan mereka menyingkirkan Yordania menunjukkan bagaimana kualitas sepakbola mereka.

Kini, nama mereka sebanding dengan Jepang, Iran, Qatar, Australia, Korea Selatan, Cina, dan Uni Emirat Arab. Target mereka sekarang tentu melampaui pencapaian di tahun 2007. Jepang, lawan mereka di delapan besar, pantang untuk meremehkan kolektivitas skuad asuhan Park Hang Seo jika berkaca dari penampilan mereka di laga kontra Yordania.

Keberhasilan melangkah ke perempat final disambut meriah oleh warga Vietnam. Akun twitter @soccervietnam mengunggah empat foto yang menunjukkan perayaan masyarakat Vietnam menyambut keberhasilan Nguyen Cong Phuong dan kawan-kawan. Sembari memegang bendera, orang-orang memenuhi jalan dan melakukan pawai.

Melihat foto tersebut, hati kecil saya seperti ditinju oleh Muhammad Ali. Ada rasa sakit hati, kesal, sekaligus iri melihat bagaimana masyarakat Vietnam dibuat bangga oleh keberhasilan tim nasional sepakbolanya. Golden Dragons menunjukkan bagaimana pesatnnya peningkatan sepakbola mereka dari tahun ke tahun. Tidak seperti negara tempat saya menulis ini yang saking kering prestasi di tim senior, mereka bergembira luar biasa saat timnas juniornya menjuarai turnamen AFF U-16.

Selain keberhasilan ke perempat final, satu hal lain yang membuat saya iri adalah melihat susunan pemain mereka. Vietnam dipenuhi pemain-pemain yang masih berusia muda. Tidak ada dalam skuad mereka pemain yang berusia 30 tahun atau lebih. Pemain tertua mereka dalam kompetisi ini adalah Nguyen Trong Hoang yang usianya bahkan belum genap kepala tiga. Hal ini begitu jomplang jika melihat skuad tim nasional pada Piala AFF 2018 lalu yang bercokol nama Alberto Goncalves yang usianya sudah 37 tahun.

Saat melawan Yordania, rataan skuat yang diturunkan Park Hang Seo berusia 23,6 tahun. Bek kiri mereka, Doang Van Hau bahkan masih berusia 19 tahun. Meski muda, namun mental mereka tidak minder dan mencoba untuk mengambil inisiatif pertandingan, terutama pada babak kedua hinga perpanjangan waktu selesai. Mereka pun percaya diri menghadapi adu penalti dan tidak terlihat ketegangan dari wajah para penendang mereka.

Selain itu, lima pemain Vietnam yang dibawa ke Uni Emirat Arab adalah pemain-pemain yang pernah dihadapi Evan Dimas dan kawan-kawan pada final Piala AFF U-19 di Sidoarjo lima tahun yang lalu. Mereka adalah Nguyen Phong Hong Duy, Nguyen Van Toan, Nguyen Cong Phuong, Pham Duc Huy, dan Luong Xuan Truong. Disaat kualitas jebolan piala AFF U-19 Indonesia nampak biasa-biasa saja, kelima nama tersebut sudah menunjukkan kualitas mereka yang sudah mencapai level Asia.

Saya masih ingat saat sepakan Ilham Jaya Kesuma membuat malu Vietnam di rumahnya pada 2004. Saya juga berteriak paling kencang saat penalti Manahati Lestusen menghambat langkah mereka ke final Piala AFF 2016. Namun di saat Indonesia bisa mengalahkan Vietnam di atas lapangan, mereka justru mengalahkan Indonesia dari sisi prestasi di setiap turnamen.

Dalam kurun setahun terakhir, Vietnam bisa melangkah ke putaran final Piala Dunia U-20, Runner up Piala Asia U-23, semifinalis Asian Games, juara Piala AFF, dan untuk sementara mereka masuk delapan besar Asia. Sementara Indonesia hanya punya gelar Piala AFF U-16. Bukan tidak mungkin kalau kedepannya sepakbola Indonesia akan dilewati Laos, Kamboja, hingga Timor Leste, apabila tidak ada perubahan.

Di saat rakyat Vietnam bersuka cita, Indonesia sedang disibukkan dengan hal-hal yang menunjukkan betapa sepakbola di negeri ini dijalankan dengan cara yang berantakan. Jadwal kompetisi resmi tidak bisa sinkron dengan kalender FIFA maupun AFC. Ketua umum secara mendadak memilih mengundurkan diri dengan alasan yang sangat ambigu.

Tidak hanya itu, salah satu perwakilannya di ajang kompetisi Asia, terancam tidak bisa memainkan pemain barunya karena federasi belum membuka jendela transfer resmi sehingga empat pemain barunya belum bisa didaftarkan. Proses permintaan dispensasi pun nampaknya berakhir nihil.

FIFA sendiri baru membuka jendela transfer di Indonesia dua bulan sebelum kompetisi dimulai. Mengingat kompetisi baru digelar awal Mei, maka jendela perpindahan pemain baru akan dibuka pada 15 Februari atau 10 Februari setelah laga pertama Persija menghadapi Home United di babak pra eliminasi.