Tottenham Hotspur Stadium dan Mitos Penurunan Poin di Stadion Baru

Tottenham Hotspur akhirnya mengakhiri penantian panjang untuk kembali bermain di kandang “asli” mereka setelah mengungsi hampir dua musim ke stadion Wembley. Dalam laga perdananya di Tottenham Hotspur Stadium, Lilywhites berhasil memetik kemenangan 2-0 atas rival sekota, Crystal Palace.

Tottenham Hotspur Stadium sebenarnya bukanlah merupakan stadion yang baru, mengingat lokasinya yang sama persis dibangun diatas stadion lama mereka, White Hart Lane. Stadion yang kelak akan digantikan namanya oleh sponsor ini, menjadi salah satu stadion dengan kapasitas terbesar di Inggris, yakni sebanyak 62 ribu kursi.

Bermain di stadion baru merupakan salah satu daya tarik tersendiri, baik bagi kesebelasan bersangkutan maupun para penggemarnya. Tak jarang, banyak fenomena baru yang kerap terjadi ketika sebuah tim pindah ataupun kembali bermain di kandangnya setelah lama absen bermain di rumput halaman sendiri.

Sebagai tim yang rutin lolos ke kualifikasi turnamen Eropa, ambisi klub kebanggan masyarakat London Utara ini salah satunya tercermin  kedalam bentuk stadion baru. Faktor usia stadion White Hart Lane yang terbilang uzur dan tak mampu lagi menampung antusiasme fans,membuat manajemen memikirkan untuk pindah ke stadion baru sejak lebih dari satu dekade silam.

Rencana Spurs untuk memiliki stadion baru mengalami kisah yang cukup rumit. Mereka sempat bersaing dengan salah satu rival bebuyutan dari bagian timur, West Ham United. Saat itu, Spurs malah berencana meruntuhan dan membangun ulang Olympic Stadium yang tentunya ditolak mentah-mentah oleh pemerintah kota setempat dan mengharuskan Spurs untuk kembali ke rencana awal, yakni mengubur kandang legendaris mereka dan menggantikannya dengan stadion yang lebih megah.

Menariknya, ada sebuah fenomena  di Premier League yaitu klub yang sulit beradaptasi dengan kandang barunya. Setidaknya, hal itu yang dialami oleh dua klub besar mereka, Manchester City dan Arsenal. Begitu pula dengan klub papan tengah seperti Southampton dan West Ham United.

Performa Klub-klub Premier League di Stadion Barunya

Seperti yang banyak diketahui, Manchester City resmi memutus era mediokritas mereka kala meninggalkan stadion Maine Road dan pindah ke City of Manchester Stadium pada 2003 silam. Banyak yang perpendapat bahwa keputusan ini adalah salah satu keputusan terbaik yang pernah dibuat Manchester City. Hanya beberapa musim berselang, status klub berjuluk the Citizens ini mengalami peningkatan pesat dengan kedatangan investor kaya dari Asia.

Namun tak banyak disadari, ternyata klub-klub ini mengalami penurunan poin yang signifikan pada musim debutnya di stadion baru.

Manchester City pada musim terakhirnya di Maine Road, yakni musim 2002/2003 mencatatkan total 51 poin dari 9 kemenangan kandang, 6 kemenangan tandang, dan 6 kali imbang. Mencatatkan 29 poin di kandang dengan persentase kemenangan kandang sebanyak 47 persen.

Setelah mereka hijrah ke City of Manchester Stadium (berubah menjadi Etihad pada 2011), mereka hanya mencatatkan total 41 poin. Catatan poin kandang hanya berjumlah 24, hasil dari 5 kali kemenangan dan 9 kali imbang. Persentase kemenangan pasukan manajer Kevin Keegan hanya mencapai 26,3 persen.

Kesebelasan Meriam London, Arsenal juga mengalami hal serupa. Musim perdananya di Ashburton Grove (menjadi Emirates Stadium), The Gunners mencatatkan 42 poin kandang, hasil 12 kemenangan dan 6 imbang dan mengakhiri musim dengan finis di urutan keempat Premier League.

Padahal, di musim sebelumnya ketika mereka masih bermain di Highbury, pasukan besutan Arsene Wenger berhasil meraih 14 kemenangan kandang dan 3 kali imbang saja. Jika dibandingkan musim sebelumnya, mereka kehilangan total 3 poin saat mengakhiri musim di kandang baru.

Hal serupa juga terjadi pada tim yang selalu tampil angin-anginan tiap musimnya. Kembali ke tahun 2001 kala Southampton memutuskan pindah dari The Dell menuju St. Mary’s stadium.  Hanya 7 kemenangan dan 4 kali imbang  mereka catatkan di laga kandang musim 2001/2002.

Catatan tersebut membuat mereka turun satu peringkat pada klasemen final Premier League. Musim sebelumnya ketika masih bermain di The Dell, Southampton berhasil bertengger di posisi ke-11 dengan raihan 11 kali kemenangan dan 3 kali imbang di kandang. Sebuah penurunan yang signifikan ketika 35 poin menurun menjadi 26 poin saja.

Yang terakhir adalah West Ham United. Kesebelasan asal London Timur tersebut bisa dibilang mengalami masa sulit saat pindah ke London Stadium. Debut Mark Noble dkk. cukup mengecewakan karena performa mereka yang tidak stabil. Mereka hanya mengemas 7 kemenangan dan 4 kali imbang di kandang barunya. Jauh apabila dibandingkan dengan catatan sebelumnya ketika berhasil menempati peringkat ketujuh klasemen akhir Premier League. Musim sebelumnya, mereka bisa mengemas 9 kemenangan dan 7 kali imbang di laga kandangnya.

Hasil-hasil yang dicatatkan tim diatas dapat menjadi gambaran bagaimana tren penurunan poin adalah nyata. Sebuah fenomena yang harus disikapi oleh Tottenham Hotspur –terutama para penggemarnya dibalik kebahagiaan mereka dapat melihat kemegahan dari kandang anyar, New White Hart Lane – nama yang lebih banyak disukai para penggemar Spurs.

Perpindahan mereka dari kandang sementara, Wembley ke Tottenham Hotspur Stadium juga menarik untuk digarisbawahi. Mengingat, apa yang ditunjukkan oleh klub-klub yang menempati stadion barunya dilakukan pada awal musim. Sementara, Spurs memilih untuk cepat-cepat pindah dari Wembley dengan hanya menyisakan lima laga kandang.

Yang jadi menarik untuk disimak adalah bagaimana hasil Spurs dalam menyelesaikan musim debut di kandang anyar mereka musim 2018/19 ini. Karena, langkah untuk bermain di pertengahan musim dan bukan memulainya di musim mendatang patut untuk dicermati.

Apakah ini adalah siasat dari manajemen Spurs untuk menghindar dari “kutukan” tersebut, atau malah musim depan adalah musim yang baik untuk dimanfaatkan rival-rival mereka di Premier League? Atau bisa jadi Spurs adalah sebuah pengecualian.