Uang Solidaritas dari Premier League Bernama “Parachute Payments”

Premier League mendapatkan uang hingga 8 miliar paun dari penjualan hak siar untuk durasi selama tiga tahun. Uang ini nantinya dibagikan sesuai dengan porsinya untuk 20 klub yang bertanding.

Salah satu perhitungannya adalah peringkat klasemen. Tim yang terdegradasi bisa mendapatkan 60 juta paun atau sekitar 1,2 triliun rupiah! Ini merupakan angka tertinggi yang didapatkan tim yang terdegradasi di liga manapun di dunia.

Namun, meski mendapatkan uang yang banyak, tapi degradasi tentu adalah mimpi buruk. Faktor finansial jadi alasan utamanya. Di Divisi Championship, mereka tak akan mendapatkan uang sebanyak itu.

Karena pendapatan yang berkurang pula, klub yang terdegradasi biasanya kehilangan para pemain bintangnya. Soalnya, dengan pendapatan di Divisi Championship, pengeluaran untuk membayar gaji pemain bintang akan terasa sangat besar.

Sialnya, para pemain ini sudah dikontrak dengan durasi tertentu. Klub yang terdegradasi biasanya melego para pemain bintang ini ke klub lain. Ini bisa menguntungkan karena klub akan mendapatkan tambahan pendapatan dari penjualan tersebut. Namun, tak semua pemain bisa dijual, bukan? Di sisi lain, klub juga tak bisa menghentikan kontrak secara sepihak. Harus ada biaya kompensasi yang biasanya diminta oleh pemain.

Penjualan pemain memang jadi cara termudah. Namun, kalau itu dilakukan, kualitas skuad menjadi berkurang. Sementara itu, klub Divisi Championship lainnya sudah mempersiapkan musim, dan tentu saja ada yang punya skuad bagus untuk bisa promosi ke Premier League. Kalau ini terjadi, klub yang terdegradasi jadi makin sulit untuk kembali naik divisi.

Untungnya, Premier League menyiapkan sistem khusus di mana klub yang terdegradasi tetap medapatkan bantuan setidaknya selama tiga tahun ke depan. Sistem ini bernama “Parachute Payments”.

Apa Itu Parachute Payments?

Sederhananya, “Parachute Payments” adalah dana yang diberikan Premier League untuk tim yang terdegradasi. Tujuannya adalah untuk memastikan klub tersebut bisa bertahan dari pendapatan yang berkurang secara drastis setelah tak lagi jadi bagian dari Premier League.

Pendapatan berkurang drastis sementara pengeluaran masih “berstandar” Premier League. Ini terjadi karena pembayaran gaji yang di atas rata-rata klub Divisi Championship. Soalnya standar gaji pemain sudah meningkat.

Sejak musim 2016/2017, Premier League memberikan bantuan untuk setidaknya selama tiga musim. Klub yang terdegradasi akan mendapatkan 55 persen dari pembagian hak siar di musim pertamanya. Angkanya kemudian berubah menjadi 45 persen di musim kedua dan 20 persen di musim ketiga.

Untuk tim yang cuma semusim di Premier League, maka hanya akan dibantu pada musim pertama dan kedua saja. Apabila klub tersebut langsung promosi atau mendapatkan promosi di tiga tahun tersebut, bantuannya otomatis akan dihentikan.

Sistem Pembayaran Premier League

Klub-klub Premier League mendapatkan pendapatan dari hak siar berbeda-beda. Ada tiga faktor yang mendasarinya: (1) 50 persen dari pembayaran merata yang diterima 20 klub, (2) 25 persen dari seberapa banyak pertandingan disiarkan di UK, dan (3) 25 persen dari posisi klub di klasemen.

Dampak Parachute Payments

Pembayaran ini juga memudahkan tim yang terdegradasi menjadi lebih mudah untuk kembali ke Premier League. Ini yang terjadi pada Fulham dan Bournemouth.

Fulham terdegradasi pada musim 2020/2021 sementara Bournemouth 2019/2020. Keduanya kini kembali promosi ke Premier League usai menempati peringkat pertama dan kedua di Divisi Championship.

Ini pula yang menjadi kritik karena klub yang sudah lama di Divisi Championship, dengan budget terbatas, jadi terhambat untuk naik ke Premier League. Luton Town menjadi pengecualian dengan lolos ke babak play-off, tapi itu pun kalah oleh Huddersfield.

Sementara Nottingham Forest yang sudah absen sejak 1999 di Premier League akhirnya kembali lagi, mengalahkan Huddersfield yang masih mendapatkan “Parachute Payments” terakhir mereka.

Hal ini menghadirkan tren klub “yo-yo” yang naik dan turun divisi dengan mudahnya. Tim yang terdegradasi punya kualitas yang lebih baik ketimbang tim lain di Divisi Championship. Ditambah lagi mereka mendapatkan bantuan dana lewat “Parachute Payments”.

Ini yang terjadi pada Norwich yang dua kali meraih juara Divisi Championship dalam empat tahun terakhir. Artinya, juara Divisi Championship saja kesulitan untuk bersaing di EPL, tapi terlalu jago di divisi bawah.

Norwich bergantung pada striker mereka, Teemu Pukki, yang sebenarnya bisa bermain di klub lain di Premier League. Namun, Norwich punya uang untuk menggaji Pukki seperti klub EPL lainnya.

Pun dengan Fulham yang mempertahankan Aleksandar Mitrovic. Gaji tinggi Mitrovic membuat tim Divisi Championship lain tak mampu membayarnya. Di sisi lain, Fulham punya uang tambahan dari Parachute Payments.

Perbedaan dengan “Solidarity Payments”

Premier League juga punya sistem di mana mereka mengeluarkan uang untuk membantu divisi bawah. Sistem ini bernama “Solidarity Payments”. Tujuannya adalah untuk pengembangan sepakbola di divisi bawah.

Awalnya, tiap tim Divisi Championship menerima 2,3 juta paun permusimnya, tim League One mendapatkan 360 ribu, sementara League Two 240 ribu. Di bawah kesepakatan baru, kesebelasan Football League menerima Solidarity Payments setara dengan nilai “Parachute Payments” untuk tahun ketiga. Championship mendapatkan 30 persen, League One 4,5 persen, dan League Two, tiga persen.

Kesepakatan ini menjadi penting karena nilai “Parachute Payments” akan terus meningkat setiap tiga tahun, atau ketika kontrak hak siar diperbarui.