Musim ini, di Premier League, Mesut Ozil hanya dimainkan dalam satu pertandingan dengan durasi tampil selama 71 menit. Itu adalah ketika Arsenal ditahan imbang Watford 2-2 di Vicarage Road pada 15 September. Setelahnya, Ozil hanya sekali bermain pada 24 September menghadapi Nottingham Forest.
Lantas, apa yang sebenarnya terjadi? Bukankah Ozil merupakan salah satu pemain kunci Arsenal, dan salah satu pemain dengan bayaran termahal di Emirates?
Pertanyaan ini dijawab jurnalis Football London, James Benge, yang menurutnya, Arsenal sudah tak lagi memandang Ozil sebagai bagian kunci atas rencana mereka saat ini. Apalagi ketika pertama kali ditunjuk melatih Arsenal, Unai Emery, menegaskan kalau ia akan memperlakukan semua pemain dengan sama. Menjadi wajar kalau pemain termahal di klub pun tak menjamin akan selalu menjadi pemain utama.
Hal yang paling kritis adalah dalam formasi 4-3-3 gubahan Emery, Ozil tak cocok di posisi manapun. Di sisi lain, kehadiran Dani Ceballos justru lebih tepat untuk ditempatkan sebagai gelandang tengah. Ceballos bisa dipasangkan dengan Mateo Guendouzi, Lucas Torreira, dan/atau Granit Xhaka.
Emery mungkin menerapkan pakem standar di Premier League, lalu mengapa Ozil pun tak diturunkan di kompetisi seperti Piala Liga Inggris atau Europa League?
Jawabannya sederhana. Emery dan Dewan Klub Arsenal telah membuat keputusan untuk menggunakan pertandingan tersebut sebagai tempat menimba pengalaman buat para pemain muda. Apalagi Arsenal punya pemain muda potensial yang bakatnya bisa lebih dikembangkan seperti Joe Willock, Ainsley Maitland-Niles, dan Reiss Nelson, ketimbang gelandang serang berusia 30 tahun yang agak malas saat disuruh bertahan.
Pertanyaan lain muncul. Apakah ada masalah pribadi antara Ozil dengan Emery? Agaknya tidak ada.
Emery secara terbuka menyatakan kalau ia hanya akan menurunkan pemain terbaik di skuatnya. Ketika menghadapi Standard Liege misalnya ia bilang kalau pemain lain layak mendapatkan menit bermain lebih banyak. Ini mengindikasikan kalau Emery melihat pemain atas sikapnya di tempat latihan serta kerja kerasnya, yang membuat si pemain bisa mendapatkan peluang untuk tampil.
Ozil dalam Skema Emery
Tentu banyak suporter Arsenal yang mempertanyakan, memangnya seperti apa Emery meracik skemanya? Toh kenyataannya seringkali Arsenal seperti bermain tanpa pola. Emery sendiri pernah bilang kalau filosofinya adalah memaksimalkan energi dan menerapkan pressing.
Dua hal tersebut agak sulit untuk diaplikasikan pada Ozil. Apalagi Ozil memang dikenal karena kemampuannya menyerang, bukan untuk bertahan. Ozil biasanya ditempatkan dalam posisi “No. 10” di mana ia biasa ditempatkan di belakang striker. Musim lalu, posisinya aman karena Arsenal memasang 3-4-1-2, tapi dengan 4-3-3, Ozil sulit untuk bermain di posisi naturalnya.
Selain itu, Ozil pun dianggap sudah lewat masa jayanya; masa ketika bagaimana ia begitu fasih mengirimkan umpan pada Cristiano Ronaldo atau Olivier Giroud.
Secara taktikal, ada perubahan dalam gaya main Ozil. Pada musim lalu, jumlah sentuhan Ozil di depan kotak penalti turun sebanyak 13 sentuhan selama 90 menit. Ia lebih banyak menyentuh bola di sisi kiri. Bahkan ketika ia bermain dengan formasi 3-4-1-2, ia lebih sering bergerak ke sayap, meninggalkan pos di tengah pada Pierre-Emerick Aubameyang dan Alexandre Lacazette.
Apakah Ozil diperlakukan dengan tak dihargai di Arsenal? Tidak juga karena Emery memberikan kesempatannya untuk tampil di tim utama. Ia pun tak diturunkan ke tim U-23. Ozil bahkan ada dalam daftar lima kapten Arsenal bersama Emery. Yang perlu digarisbawahi adalah Emery memilih skuat yang tepat untuk pertandingan yang tepat pula.
Menakar Masa Depan Ozil
Ozil bisa saja dijual pada Januari kalau ada tawaran yang tepat untuk Arsenal. Namun, bukan itu masalahnya, karena belum ada klub yang meminati Ozil sesuai dengan harga yang ditetapkan Arsenal.
Di sisi lain, Arsenal sulit menjual Ozil karena mereka tak memberikan panggung bagi Ozil untuk mempertunjukkan kemampuannya. Sebelumnya, Ozil ditawari gaji satu juta paun perpekan oleh klub di Liga Super China tapi akhirnya tak jadi. Klub di Cina bisa saja menyesuaikan dengan gaji pemain berkebangsaan Jerman tersebut. Namun, meyakinkan Ozil untuk pindah ke Timur Jauh bisa jadi tugas yang sulit.
Di sisi lain, Ozil pun sebenarnya tak begitu ingin pindah. Karena saat kesempatan itu datang, Ozil memilih untuk tetap tinggal. Salah satu alasannya adalah nyamannya Ozil tinggal di London sejak bergabung dengan Real Madrid pada 2013. Dia menikmati kehidupan ddan menghabiskan banyak waktu, uang, dan energi, membangun rumah untuk dirinya sendiri di ibukota.
“Aku mencintai kota ini. Sebelum aku menandatangani kontrak, aku bicara dengan keluargaku tentang keputusan apa yang terbaik buatku. Pada akhirnya, amat mudah bagiku untuk bilang ‘ya’ ke klub. Aku di sini untuk lebih lama lagi dan aku berharap bisa memenangi sejumlah gelar buat tim. Aku percaya itu,” kata Ozil.
Apa yang akan terjadi kemudian? Semua tergantung Ozil, apakah ia akan menikmati 18 bulan terakhirnya di London, atau mencari tempat yang mungkin tak senyaman London tapi ia mendapatkan peran lebih dalam karier sepakbolanya.
Sumber: James Benge dari Football.London