Bersama Bola, Paulo Dybala adalah Seorang Jenius

Meski sudah perpanjangan waktu, laga antara tuan rumah SS Lazio menghadapi Juventus masih sengit. Sampai klimaksnya terjadi pada menit 90+3′ di Stadion Olimpico pada waktu itu, Minggu (4/3).

Paulo Dybala yang meliuk-liuk masuk ke dalam kotak penalti Lazio mendapatkan kawalan ketat Marco Parolo. Sampai pada akhirnya keduanya rubuh ke tanah dan Dybala tertimpa Parolo yang badannya lebih besar.

Tapi Dybala masih menjaga keseimbangan dan sempat menendang bola memakai kaki kirinya yang tidak tertimpa.  Dalam sudut sesempit itu, sepakannya menjadi satu-satunya gol pada laga tersebut.

Sepakannya juga mengamankan jalur Juventus untuk mengejar juara Serie-A 2017/2018. Itulah alasannya mengapa gol Dybala ke gawang Lazio sangat berarti. Terlebih gol itu telah membungkam para kritikusnya saat itu.

Kritik muncul karena Dybala tersingkir dari skuat Tim Nasional (timnas) Argentina edisi bulan Maret. Di sisi lain, apa yang dilakukan Dybala melalui proses golnya, telah menunjukan keindahan dan seni tersendiri.

“Bersama bola, dia itu jenius,” puji singkat rekan satu kesebelasannya, Blaise Matuidi, seperti dikutip dari Independent.

Dybala memang langsung bangkit setelah dibantai Real Madrid dengan skor 4-1 pada final Liga Champions 2016/2017. Kebangkitan-kebangkitannya dibuktikan melalui gol-gol yang dicetaknya empat pertandingan pertamanya di Serie-A 2017/2018.

Ketergantungan Juventus pada Paulo Dybala

Dybala merupakan pengguna nomor punggung “10” Juventus. Nomor itu yang juga pernah dikenakan Alessandro Del Piero, Omar Sivori, Michel Platini, dan Roberto Baggio. Maka saat ini, Dybala adalah salah satu yang dibebani dengan simbolisme pewaris suci itu.

Pada usia 24 tahun, ia diinvestasikan dengan tugas mengembalikan Juventus ke tempat yang menjadi seharusnya di Eropa. Apalagi Juventus adalah kesebelasan yang menuntut dominasi dan bermimpi dalam dinasti atas lonjakan Napoli, AS Roma dan kesebelasan-kesebelasan lainnya di Italia.

Pentingnya Dybala bagi Juventus telah melampaui peran taktisnya.  Tapi hal itu seperti menjadi kekesalan Juventus kepada pemain bintangnya sendiri. Sekaligus mendidihkan kegelisahan besarnya ketergantungan Juventus kepada Dybala.

Persepsi itu merupakan hasil dari keserbagunaan Dybala sendiri di Juventus. Wajar karena ia ada tidak hanya untuk mencetak gol, tapi untuk memberikan beban kreatif di lapangan. Dybala adalah playmaker Juventus di sepertiga akhir lawan, baik ketika Massimiliano Allegri memakai formasi 3-5-2, 4-2-3-1 atau 4-3-3.

Dybala-lah yang mendikte permainan Juventus dengan menawarkan momen-momen dari kejeniusannya.  Ketiadaannya di lapangan justru lebih memudahkan lawan-lawannya. Pekerjaan Madrid pun menjadi lebih mudah ketika Dybala mendapatkan kartu merah pada perempat final Liga Champions 2017/2018.

“Segalanya menjadi lebih mudah sejak Dybala dikeluarkan,” ujar Casemiro, gelandang Madrid, seperti dikutip dari Goal Internasional.

Keinginan Juventus untuk mencapai final lagi pun kandas pada laga tersebut. Kendati demikian, memenangkan gelar Serie-A 2017/2018 pun telah menyelamatkan Dybala masuk ke skuat Argentina untuk Piala Dunia 2018 di Rusia.

Dybala lebih dipilih masuk skuat Argentina ke Piala Dunia ketimbang Mauro Icardi yang menjadi top skor Serie-A 2017/2018 dengan 29 golnya. Sementara Dybala mencetak 21 gol dari 29 pertandingan Serie-A musim 2017/2018.

Dybala pun dipersiapkan Argentina untuk menghadapi Islandia pada 16 Juni mendatang. Hanya saja Dybala selalu berada di bawah bayang-bayang Messi di dalam skuat Argentina.  Perbandingan antara keduanya memang tak terelakan, mengingat perawakan, dorongan, kecepatan dan gol-gol melalui kaki kiri masing-masing pemain tersebut serupa.

Selain gaya permainannya mirip, Dybala dan Messi menempati area yang sama, yaitu melebar ke kanan atau turun ke tengah. Walaupun begitu, Allegri memiliki pandangan lain tentang kedua pemain tersebut.

“Begitu Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi sudah pensiun, saya tidak ragu Neymar dan Dybala akan menjadi yang terbaik di dunia,” Kata Allegri.

Paulo Dybala adalah Aset Juventus yang Tidak Mesti Dijual

Pada pergantian abad, Juventus adalah kesebelasan terkaya di dunia setelah Manchester United. Kemudian datanglah skandal pengaturan skor pertandinan bernama Calciopoli pada 2006.

Skandal itu membuat Juventus terdegradasi ke Serie-B dan kehilangan banyak pemain bintang. Meskipun mereka berjuang kembali di lapangan, memenangkan tujuh gelar liga beruntun dan mencapai dua kali final Liga Champions, Juventus masih berjuang untuk memulihkan tempat keuangan mereka di tingkat teratas sepakbola Eropa.

Tapi Juventus pun rentan terhadap predator pembelian pemain. Penjualan rekor dunia Paul Pogba ke Manchester United pada 2016, dapat dirasionalisasi dengan dasar bahwa angka-angka itu masuk akal.

Pihak klub pun nampak cukup senang-senang saja ketika membiarkan Pogba pergi.  Tapi secara umum, klub besar seharusnya tidak menjual nama penting pemainnya. Klub besar tetap harus mempertahankan superstar mereka.

Apalagi Juventus sudah 22 tahun tidak mendapatkan gelar di Eropa. Juventus sempat dikhawatirkan bakal kehilangan Dybala sejak sang pemain berganti agen. Dybala berganti agen dari Pierpaoli Triulzi dengan Gustavo yang berbasis di Barcelona.

Asal muasal Gustavo itulah yang ditakutkan bisa merekayasa kepindahan Dybala ke Barcelona yang mengincarnya sejak lama. Selain Barcelona, Atletico Madrid, Bayern Munich dan Real Madrid juga mengincarnya.

Bahkan dikabarkan bahwa Munich siap mengeluarkan uang 100 juta euro untuk Dybala. Padahal Dybala didapatkan dari Palermo seharga 32 juta euro dan masih punya kontrak di Juventus sampai 2022.

Dybala selalu berjuang untuk menjadi sosok yang semakin penting. Anggapan itu bisa dilihat dari keberadaannya di ruang ganti Juventus. “Dybala adalah pemain pertama yang menyambut saya ketika tiba di sini. Dia membuka pintu, dia sangat membantu saya. Sekarang saya menganggapnya sebagai teman yang baik,” ujar Douglas Costa.

Italia bisa dibilang sebagai salah satu rumah penting bagi para penyerang Argentina. Dybala pun mengakhiri musim sebagai salah satu pemain paling produktif. Maka bukan tanpa alasan bahwa ia memiliki standar pemain yang tinggi daripada siapa pun di Serie-A.

Sumber lain: ESPN FC