Jangan Kemana-mana Camavinga!

Foto: Telegraph

Paris Saint-Germain (PSG) menelan kekalahan di pekan kedua Ligue 1 2019/2020. Stade Rennais berhasil membuat Kylian Mbappe dan kawan-kawan tertuduk malu setelah mereka menang 2-1 dari Les Parisien. Walau baru dua pertandingan, melihat PSG duduk di papan tengah Ligue 1 adalah sesuatu yang asing dalam beberapa tahun terakhir.

Kemenangan Rennais seharusnya bukanlah sesuatu yang mengejutkan mengingat dari delapan pertemuan terakhir, Les Rouge et Noir hampir selalu menyulitkan PSG. Menang tiga kali, termasuk di final Coupe de France 2018/2019. Jika ada kesebelasan yang bisa mengganggu dominasi PSG di Prancis, Rennais seharusnya disebut menjadi salah satunya.

Namun kemenangan kali seakan menjadi spesial karena sekaligus memperkenalkan talenta Eduardo Camavinga kepada dunia. Camavinga merupakan arsitek dari gol kemenangan Les Rouge et Noir pada pertandingan tersebut. Berkat kontribusi tersebut, dia tercatat sebagai pemain termuda yang pernah menjadi arsitek gol di Ligue 1.

Ditambah dengan statusnya sebagai pemain termuda yang mendapat kontrak profesional dari Rennais, nama Camavinga langsung digadang-gadang akan menjadi pemain besar di masa depan. Apalagi lawan yang berhasil ia kandaskan adalah PSG, penguasa sepakbola Prancis (sejak 2012/2013) dan salah satu kesebelasan terkaya di dunia.

Laga melawan PSG tersebut membuat Real Madrid, Manchester City, FC Barcelona, Arsenal, dan Tottenham disebut menginginkan jasanya. Hanya dengan satu pertandingan dan klub-klub ternama dunia langsung melirik.

Talenta Camavinga memang sudah mendapatkan cukup pengakuan di Prancis. Diorbitkan di musim 2018/2019, Rennais langsung menyodorkan kontrak baru hanya dari 364 menit yang ia jalani di kampanye pertamanya. “Kami sangat senang bisa mengunci jasa Eduardo [Camavinga] hingga 2022. Dia adalah produk asli akademi Rennais dan sudah diminati oleh berbagai kesebelasan lain,” kata Presiden Rennais Olivier Létang.

Musim 2019/2020 dipercaya akan menjadi kesempatan pertamanya untuk membuktikan diri bahwa ia cukup layak untuk diandalkan Les Rouge et Noir. “Talentanya sudah tersebar. Jika ia bisa tampil sebagus pertandingan pertama melawan Montpellier, dirinya akan punya tempat yang bagus di tim ini,” kata Kepala Pelatih Rennais Julien Stéphan.

“Eduardo masih muda, tentu dirinya masih akan terus berkembang. Kita harus menjaganya karena ia belum terbiasa menjalani laga intens secara berturut-turut. Saya juga perlu mulai bicara dengannya agar ia bisa beranjak dengan tenang,” aku Stephan.

“Saya sangat jarang melihat talenta seperti dia. Dirinya adalah pemain berkualitas yang sangat berguna ketika Anda ingin mempertahankan tekanan sekalipun saat sudah unggul. Dia rajin membantu pertahanan dan berbahaya di depan gawang lawan,” tambah Jo Burel, pelatih pertama Camavinga di AGL-Drapeau Fougeres.

Diperebutkan 3 Negara

Menurut Burel, Camavinga merupakan sosok yang pemalu. Ia jarang bicara, namun memperlihatkan ketenangan dan sikap dewasa. Burel merasa hal tersebut berkaitan dengan latar belakang Camavinga sebagai imigran. Bagaimana ia lahir di Angola dari keluarga Republik Demokratik Kongo, pindah ke Prancis dan harus pergi lagi karena rumahnya terbakar.

Ketika kebakaran rumah itu, ayahnya berpesan kepada Camavinga: “Eduardo, kamu adalah satu-satunya harapan keluarga ini. Kamulah yang akan mengangkat kita semua”. Sejak itu, Camavinga terus berjuang. Bahkan berkecimpung ke dunia sepakbola yang sebenarnya tak mau ia jalani. “Setiap melihat ayah, saya selalu teringat perkataan itu,” aku Camavinga.

Melihat 10 pertandingan yang sudah ia jalani bersama Rennais hingga 20 Agustus 2019, keputusan Camavinga untuk meninggalkan judo dan bermain sepakbola bukanlah sesuatu yang salah. Ia bahkan jadi rebutan tim nasional Angola, Republik Demokratik Kongo, dan Prancis. Les Blues disebut jadi pelari terdepan untuk mendapatkan janji setia Camavinga dengan proses kewarganegaraannya sedang dalam proses.

PSG yang Bermain Buruk

Bermain untuk Les Bleus tentu akan membuat eksposur dan pamor Camavinga semakin tinggi. Sam McGuire dari Football Whispers bahkan menyebut Camavinga sebagai calon pangeran baru di Ligue 1. Menggantikan Mbappe. Tapi, bukan berarti dengan hal ini dia harus segera pergi dari Rennais untuk membela kesebelasan lain yang ‘lebih terpandang’.

Pada pekan kedua Ligue 1 2019/2020, PSG memang bermain lebih buruk dari Rennais. Meski mereka menguasai mayoritas aliran bola (61,3%), Mbappe dan kawan-kawan tak seganas biasa. Hanya melepaskan dua tendangan ke arah gawang dan menciptakan lima peluang. Sementara Rennais berhasil menciptakan 11 peluang dan empat tendangan ke arah gawang meski hanya menguasi 38,7% dari aliran bola.

Bermain selama 90 menit pada laga tersebut, Camavinga tercatat 60 kali menyentuh bola, memenangkan kembali bola dalam tiga kesempatan berbeda, dan melepaskan satu operan kunci. Statistik itu lebih rendah dari Clement Granier yang melepaskan dua operan kunci dan enam kali memenangkan bola untuk Rennais, walaupun hanya menyentuhnya dalam 54 kesempatan.

Bahkan jika dibandingkan dengan penampilan Camavinga saat melawan Montpellier di pekan pertama Ligue 1 2019/2020, catatan kontra PSG tergolong lebih rendah. Kontra Montpellier, Camavinga lebih sering menyentuh bola (75), memotong serangan lawan dalam dua kesempatan berbeda, dan memenangkan posisi untuk Rennais delapan kali.

Bukan Talenta Tunggal Rennais

Foto: Football.fr

Penampilannya kontra PSG tentu positif. Stephan selaku nahkoda Les Rouge et Noir juga mengaku hal itu. “Dia memperlihatkan kedewasaannya dan bisa menjadi tumpuan di lini tengah Rennais. Ia bermain bagus seperti yang lainnya,” kata Stephan. ‘Seperti yang lain’ adalah kata kuncinya.

Pasalnya, Camavinga bukanlah talenta pertama yang digadang-gadang akan jadi pemain besar ketika mengenakan seragam Rennais. Bahkan saat ini ada nama lain seperti James Léa Siliki dan Jérémy Gelin yang juga berjuang bersama Camavinga di Rennais. Mereka adalah senior Camavinga, seangkatan dengan Denis Will Poha (Vitoria Guimaraes) dan Joris Gnagnon (Sevilla). Semuanya disebut punya masa depan cerah.

Begitu juga dengan pemain-pemain terdahulu, Jimmy Briand, Sylvain Wiltord, Yann M’Vila, Tiemoué Bakayoko, Yacine Brahimi, Ousmane Dembélé, dan Yoann Gourcuff. Mereka juga disebut talenta besar. Tapi kenyataannya tidak ada yang benar-benar sesuai ekpektasi.

Gourcuff bahkan disebut sebagai penerus Zidane ketika masa jasanya. Tapi dia adalah contoh bagaimana karier pemain muda bisa rusak ketika terlalu dibebankan ekspektasi. Tentu itu bukan sesuatu yang ingin diulang oleh Rennais.

Pindah dari Roazhon Park untuk membela tim seperti Tottenham, Arsenal, Manchester City, Barcelona, atau Real Madrid tentu akan menambah beban tersebut. Padahal Camavinga juga baru memulai perjalanannya di Rennais.