Gennaro Gattuso adalah pemain legendaris AC Milan yang juga pernah memperkuat timnas Italia. Ia kerap disapa Rhino (badak) karena ketangguhan fisiknya.
Gennaro Gattuso mengawali kariernya di dunia sepakbola dengan bergabung bersama Perugia yang tak lama kemudian pindah ke Rangers di Skotlandia pada 1997. Gaya permainan apik yang selalu ia tunjukkan membuat namanya semakin naik daun dan dicintai para penggemarnya. Meski saat musim 1998/1999 ia sempat dijual ke Salernitana, pada akhir musim 1999 akhirnya ia menemukan pelabuhan terpanjangnya bersama AC Milan.
Sejak pindah ke AC Milan kemampuannya terus meningkat. Seiring berjalannya waktu, nama Gattuso mulai dikenal publik pecinta sepakbola dunia. Pada 2000, ia dipanggil ke tim nasional sepakbola Italia dan sejak saat itu kariernya juga ikut melejit. Bahkan, ia tercatat memperkuat Italia lebih dari 40 kali, termasuk di Olimpiade Sydney 2000 dan Piala Dunia 2002, 2006, serta Piala Eropa 2004.
Selain itu, Gennaro Gattuso dikenal sebagai pekerja keras di tengah lapangan dan seorang gelandang bertahan dengan kemampuan menjegal yang baik. Ia dan Andrea pirlo merupakan dua pemain kunci Italia saat meraih gelar juar Piala Dunia 2006 dan berbagai gelar bergensi bersama AC Milan.
Memiliki banyak pengalaman di dunia sepakbola sebagai pemain belum tentu memiliki kemampuan menjadi pelatih andal. Pasalnya menjadi arsitek di pinggir lapagan bukanlah hal yang mudah bagi semua pelatih. Hal ini juga yang terjadi buat pria kelahiran 9 Januari 1978 tersebut.
Jika dilihat rekam jejaknya sebagai seorang pelatih, Gennaro Gattuso berpindah-pindah klub dengan waktu yang cukup singkat. Pemecatan pertamanya terjadi saat menjadi pelatih Sion yang juga merupakan klub terakhirnya sebagai pemain. Ketika itu dirinya hanya bekerja selama tiga bulan setelah dipecat pada 13 mei 2013 usai klub asal Swiss itu kalah 0-5 dari FC St. Gallen.
Gattuso tak butuh waktu lama untuk menganggur, karena sebulan kemudian ia sudah ditunjuk sebagai pelatih Palermo yang mengarungi Serie B Italia. Namun jalannya tak semulus yang dibayangkan karena hanya mampu memberikan dua kemenangan, tiga kekalahan dan satu kali hasil imbang dari enam laga awalnya.
Karena tidak memberikan perkembangan signifikan bagi klub akhirnya pada Juni 2014 Gattuso kembali pindah tempat pekerjaan dan yang saat itu dipilih adalah OFI Crete di Liga Yunani. Lagi-lagi perjlanannya sebagai seorang pelatih hanya bertahan sampai akhir Desember 2014. Media Italia mengabarkan Gattuso memutuskan mundur setelah klubnya mengalami masalah keuangan. Namun, dalam pencapaiannya di klub tersebut juga memang kurang bagus.
Tak lama kemudian pria berjuluk Rhino itu kemudian melanjutkan karier pelatih bersama Pisa pada Agustus 2015 sampai Juni 2017. Di bawah arahan Gattuso, justru Pisa harus menerima pil pahit. Pasalnya klub itu harus terdegradasi ke Serie C Italia setelah finish menjadi juru kunci di Serie B 2016/2017. Pencapaian itu membuat dirinya memilih mundur dengan alasan yang sulit dimengerti klub.
Hanya hitungan hari, Gattuso justru dipinang Milan menggantikan Vincenzo Montella. Anehnya, meski kariernya sebagai pelatih tak begitu cemerlang, tapi dukungan mengalir deras buat Gattuso. Salah satunya dari rekan setimnya dahulu, Massimo Ambrosini. Menurut Ambrosini ini adalah langkah yang paling berani dari AC Milan dan juga bisa disebut langkah terbaik Gattuso untuk bisa menjadi pelatih yang andal.
Gattuso dikontrak hingga Juni 2019. Lantas, pertanyaan besar muncul: Mengapa Milan memberikan kontrak yang terbilang panjang? Padahal, Rhino sendiri tak punya catatan bagus sebagai pelatih.
Tentu tidak ada salahnya untuk terus mencoba. Kini yang harus dilakukan Gattuso adalah fokus untuk mengembangkan dan memberikan kemampuan terbaiknya untuk mengarsiteki Rossoneri.
Meskipun demikian, hingga pekan ke-20, prestasi Milan masih belum beranjak ke papan atas dengan duduk di peringkat kesembilan. Saat membesut Milan sejak 27 November, Gattuso mencatatkan tiga kekalahan dan dua hasil imbang dari sembilan pertandingan di semua ajang.
Lantas, apakah keputusan menunjuk Gattuso sudah benar? Atau justru Milan tengah membuat blunder?