Granada Akhirnya Merdeka!

Foto: Twitter Torcedores

Ditekuk Granada CF dengan skor 0-2 pada pekan kelima La Liga 2019/2020 menimbulkan asumsi bahwa FC Barcelona hanya sebatas jago kandang. Sebelum menelan kekalahan di Nuevo Los Carmenes, Blaugrana membuka musim 2019/2020 dengan kepala tertunduk setelah ditekuk Athletic Club 0-1. Mereka juga ditahan imbang Borussia Dortmund dan Osasuna. Semua terjadi di luar Camp Nou.

Hasil melawan Granada membuat Barcelona hanya meraih tiga poin dari delapan partai tandang terakhir mereka. Total, hanya berhasil menang empat kali dari 12 laga di semua kompetisi. Baik kandang ataupun tandang. Seruan untuk mendepak Valverde semakin kencang. Apalagi Valverde sendiri mengatakan bahwa laga kontra Granada adalah sebuah ujian untuk mengukur kredibelitas Blaugrana.

“Hasil kami di kandang lawan cukup buruk dan itu merugikan klub. Seperti saat bertamu ke Osasuna, kami mungkin bisa mengamankan satu poin, membalikkan keadaan. Tapi kami tetap saja gagal meraih kemenangan. Hal-hal seperti ini menentukan peluang untuk juara dan kami tidak boleh terpeleset,” kata mantan penyerang tim nasional Spanyol tersebut.

Kenyataannya, mereka terpeleset. Untuk sementara keluar dari empat besar liga, hanya mengoleksi tujuh poin setelah lima laga. Mungkin benar kata mereka yang meminta Valverde untuk pergi. Mungkin benar, Barcelona sedang krisis. Mungkin juga, Granada yang tengah menikmati fase terbaik mereka.

Sebuah Lembaran Baru

FOTO: Twitter / @GranadaCF

Mengoleksi 10 poin dari lima laga pertama, raihan Granada sama seperti Atletico Madrid. Bahkan lebih produktif ketimbang Rojiblancos yang bertahun-tahun jadi saingan utama Barcelona dan Real Madrid di papan atas La Liga (11:5).

Menurut Transfermarkt, ini adalah poin terbanyak yang pernah dikumpulkan Nazaries –julukan Granada- setelah lima pertandingan di divisi tertinggi sepakbola Spanyol. Jika melihat ‘krisis di Barcelona’ sebagai satu-satunya alasan sama saja tidak menghargai upaya Granada. Apalagi klub Andalusia itu berstatus sebagai peraih tiket promosi dari divisi dua.

Pada 2018/2019, mereka mengakhiri divisi dua sebagai kesebelasan yang paling jarang kebobolan. Hanya 28 kali menangkat bola dari gawang sendiri. Rui Silva yang menjadi penjaga gawang utama Nazaries, bermain 40 kali dari 42 pertandingan liga, adalah penjaga gawang terbaik liga. Memiliki persentase 0.68% untuk kebobolan. Lebih baik dari penjaga gawang Osasuna, Ruben Ivan Martinez (0.80%), meskipun Gorritxoak promosi sebagai jawara liga.

Pertahanan solid itupun masih berhasil mereka pertahankan di lima laga pertama 2019/2020. Hanya kebobolan lima kali, lebih baik dibandingkan Villarreal (8), Barcelona, dan Real Betis (9), yang duduk di zona Eropa pada 2017/2018. Mungkin ini adalah awalan dari bentuk Granada yang sebenarnya.

Mengalahkan Barcelona tentu belum menjadi jaminan bahwa Granada akan mengakhiri bertengger di papan atas La Liga pada akhir 2019/2020. Meski menahan imbang Villarreal dan mengalahkan Espanyol, Nazaries masih harus bertemu dengan Atletico, Real Madrid, Sevilla, dan bertamu ke Camp Nou. Tetapi, ini adalah musim pertama mereka lepas dari pengaruh Keluarga Pozzo.

Pengaruh Pozzo

FOTO: Sportsman

Sebelumnya, Granada merupakan bagian dari ‘kerajaan sepakbola’ yang dibangun Keluarga Pozzo bersama Watford dan Udinese. Granada dikuasai oleh Gino Pozzo, anak pemilik Udinese, Giampaolo. Berada di bawah kekuasaan Gino, mereka bisa dikatakan sebagai kesebelasan yang dianaktirikan oleh Keluarga Pozzo. Meski mendapat kiriman 34 pemain dari Udinese dan Watford, 29 di antaranya hanya sekedar pinjaman.

Pada 2016, Gino menjual haknya terhadap Granada ke perusahaan asal Tiongkok, Link International Sport seharga 37 juta Euro. Jiang Linzhang sebagai pemilik perusahaan hanya memberi satu janji ke suporter Granada. “Kami akan meningkatkan segala area dari klub dan terus membesarkan sejarah Granada di kompetisi ini [La Liga],” katanya.

Musim pertama di bawah kepemilikan Linzhang memang berakhir dengan degradasi. Namun, secara perlahan mereka mulai membersihkan jejak-jejak Pozzo dari Nuevo Los Cármenes. Musim 2019/2020 adalah pertama kalinya Granada tidak lagi memiliki ‘titipan Pozzo’ dalam tubuh klub. Setelah mengambil alih klub, Linzhang butuh tiga tahun untuk membersihkan pengaruh Pozzo.

Kesebelasan yang Merdeka

FOTO: Ideal

Tanpa pengaruh Pozzo, Granada bisa fokus untuk berdiri sebagai kesebelasan independen. Bukan lagi klub satelit Watford dan Udinese. Mereka sudah terlalu banyak kehilangan pemain berkualitas ke dua kesebelasan tersebut. Mulai dari Naldo, Allan, Miguel Layún, Juan Carlos Paredes, Ikechi Anya, hingga Isaac Success semuanya diambil oleh Pozzo ke Italia atau Inggris.

Keluarga Pozzo tentu juga berjasa kepada Granada. Linzhang sendiri mengakui itu. Namun, kesebelasan sekota Sevilla dan Real Betis itu merupakan prioritas terendah dibandingkan Udinese ataupun Watford. Link International Sport menghapus semua itu. Mereka bahkan memperlihatkan kepedulian mereka ke pemain-pemain muda.

Setelah era Pozzo, Granada mengorbitkan tujuh pemain muda ke tim senior mereka. Padahal Nazaries bukanlah kesebelasan yang memiliki akademi terkenal. Selama dikuasai Pozzo, hanya ada tiga pemain yang naik ke tim senior: Rafa Martinez (2010), Uche Agbo, Darwin Machis (2015). Angka itu sekarang sudah lebih dari dua kali lipat. Sampai-sampai ada pemain muda mereka yang menolak Real Madrid agar bisa bertahan di Andalusia.

“Isma Ruiz mendapat tawaran dari Real Madrid di musim panas 2019. Tapi ia lebih memilih untuk tetap di Granada. Itu merupakan bukti bahwa kami berada di jalur yang benar,” ungkap Fran Sanchez, manajer olahraga klub. Mungkin di masa depan mereka bisa merusak tatanan La Liga seperti Real Betis, Villarreal, Sevilla, Valencia, atau Atletico Madrid. Mungkin kemenangan atas Barcelona adalah pertanda. Mungkin.