Kekalahan Argentina atas Brasil dan Peran Presiden

Lionel Messi kembali harus mengubur mimpinya membawa Argentina juara. Sejak awal turnamen memang sangat sulit membayangkan bagaimana Messi seolah membawa satu tim, mungkin selain Aguero, sisanya sulit diharapkan memberikan dampak signifikan.

Argentina harus menelan kekalahan 0-2 atas musuh bebuyutan sekaligus tuan rumah Copa America 2019, Brasil. Gol dari Gabriel Jesus dan Firmino cukup membawa Argentina terhenti langkahnya di Semifinal dan membuat Tim Samba lolos hingga babak Final. Hasil yang tidak mengejutkan, secara permainan Argentina tidak bisa mengimbangi Brasil meskipun terdapat dua peluang dari Aguero yang membentur mistar, namun secara permainan Brasil jauh lebih baik.

Yang mengejutkan adalah tanggapan dari Messi usai pertandingan.  Pemain Barcelona ini biasanya berkepala dingin dan tenang ketika menghadapi wartawan, namun ada yang berbeda: Messi mengkritik wasit, penyelenggara turnamen hingga perangkat pertandingan.

“Apa yang terjadi di lapangan tidak adil untuk kami,” kata Messi.

“Orang-orang Conmebol harus melakukan sesuatu. Di turnamen ini mereka sudah memberikan omong kosong, di sini mereka tidak melihat VAR. Ada dua hukuman yang jelas bahwa mereka tidak memberi penalty bagi kami. Terdapat pelanggaran yang mereka (Brasil) lakukan dan seharusnya berbuah kartu, Ini adalah bagian dari permainan yang tidak adil dan membawa Anda keluar dari permainan terbaik. Wasit itu tidak adil. ” ujar Messi.

Tuduhan Messi bisa jadi benar

Mari mengupas laga antara Brasil menghadapi Argentina, meskipun bisa dibilang Argentina gagal menunjukkan performa terbaik di Copa America 2019. Namun menghadapi Brasil, Argentina sangat dominan di 20 menit babak pertama, mereka memiliki satu peluang ketika Messi berhasil memancing para pemain belakang Brasil dan membuat Aguero berdiri bebas, namun yang terjadi sebuah ironi: Dani Alves menabrak Aguero dari belakang ketika siap menerima bola umpan terobosan dari Messi di kotak penalti.

Kejadian tersebut langsung diprotes para pemain Argentina dan meminta wasit menunjuk titik putih. Roddy Zambrano, wasit yang memipin pertandingan bergeming, menurutnya tidak ada apapun di kotak penalti. Roddy Zambrano tidak memberikan hukuman, padahal dalam tayangan teleivisi, Dani Alves tampak seperti orang yang tahu bahwa dirinya melakukan pelanggaran.

Uniknya tidak ada satupun pemain Argentina protes megenai keputusan wasit, satu-satunya yang melakukan protes adalah pelatih Lionel Scaloni, Aguero dan Messi sempat bertanya kepada wasit namun sekali lagi, wasit enggan memberikan penalti.

Insiden lainnya bahkan lebih jelas kejadian di menit ke-83, saat itu skema tendangan penjuru Otamendi menonysong bola namun bertabrakan dengan Artur. Nampak memang tidak terjadi apapun dan seolah seperti tabrakan antara dua pemain dalam perebutan bola. Namun dalam rekaman tampak Artur menabrakkan bahunya ke dada Otamendi dan tidak ada tendensi bagi Artur berusaha merebut bola dan hanya menabrakkan dirinya ke Otamendi, sekali lagi wasit menganggap semuanya adalah hal wajar dan tidak ada pelanggaran.

Dan sekali lagi wasit sama sekali tidak melihat VAR selama 90 menit, wasit seolah sangat yakin dengan keputusannya, padahal ketika kejadian Aguero dan Otamendi dijatuhkan di kotak penalti, posisi sang wasit sangat jauh dari lokasi kejadian.

Selain insiden tersebut terdapat laporan menarik dari laman Globo.com, sesaat sebelum laga dimulai Roddy Zambrano selaku wasit, mengeluhkan sinyal komunikasi yang menghubungkan dirinya dengan VAR mengalami gangguan. Bahkan beberapa saat setelah laga dimulai Zambrano masih mengeluhkan masih belum ada perbaikan sama sekali, ia masih belum bisa mendengar apapun dari ruang VAR.

Comitê Organizador Local (COL) selaku penyelenggara turnamen mengatakan tidak ada masalah atau gangguan sinyal selama pertandingan dan menganggap laporan tersebut tidak benar adanya, frekuensi radio dalam lapangan sangat baik bahkan tidak menemui kendala.

Informasi yang diperoleh GloboEsporte.com adalah bahwa pemblokiran sinyal keamanan dari Presiden Jair Bolsonaro menghasilkan gangguan dan kegagalan komunikasi dari ruang VAR – gangguan frekuensi sinyal yang biasa digunakan oleh penjaga keamanan Presiden.

Hal ini dimentahkan oleh COL, menurut mereka frekuensi yang digunakan oleh VAR adalah frekuensi khusus yang berbeda dengan pengguna jaringan komunikasi biasa. COL juga mengakui memang ada masalah jaringan sebelum laga namun sudah diperbaiki dengan bantuan dari Agência Nacional de Telecomunicações (ANATEL) selaku penyelenggara jaringan untuk VAR di Copa America 2019.

Memuji Brasil mengapresiasi Messi

Brasil memang layak lolos ke Final, sebagai tuan rumah, mereka memberikan segalanya nyaris tanpa celah, kritik mungkin bisa dilayangkan ketika menghadapi Venezuela dimana saat itu Brasil bermain imbang 2-2 dan ketika menyingkirkan Paraguay di babak adu penalti dimana saat itu Coutinho dan kawan-kawan seolah kehilangan taji.

Pun apabila Brasil menjadi juara bukanlah hal mengejutkan, tanpa Neymar sekalipun, mereka masih membuktikan diri bahwa Brasil masih bisa berprestasi. Momentum lainnya adalah jersey putih Brasil di gelaran Copa America 2019. Seperti yang diketahui, Brasil haram menggunakan jersey putih usai tragedi Maracanazo pada 1950, hal terebut membuat Brasil dihantui trauma bertahun-tahun sebelum secara mengejutkan kembali meluncurkan jersey berwarna putih-biru. Jersey yang seolah mengisyaratkan Brasil sudah berdamai dengan tragedi memilukan tersebut.

Bagi Messi mari mengapresiasi semua apa yang dilakukan Bersama Argentina. Tiap tahun Messi selalu mendapatkan kritik dan dibandingan dengan Ronaldo dalam soal prestasi ketika berseragam Timnas, ya Ronaldo memang meraih gelar juara Piala Eropa dan Nations League Bersama Portugal dan Messi belum bisa membawa Argentina menjadi juara. Namun selayakna itu tidak menjadi penentu variable siapa yang terbaik,karena beruntung kita bisa melihat dua pemain terbaik dalam satu era yang sama.

Dan sekali lagi tidak bisa menyalahkan Messi dalam kegagalan Bersama Argentina, Messi sudah melakukan segalanya bagi Argentina, namun skuat dan pelatih yang dipilih mestinya menjadi kritik bagaimana negara sekuat Argentina dengan salah satu pemain terbaik dunia di dalamnya gagal menorehkan satupun gelar juara sejauh ini.