Menekuk FC Barcelona di ajang Rakuten Cup 2019, Chelsea meraih kemenangan keduanya bersama Frank Lampard. Meskipun hanya sebatas uji coba, keberhasilan mereka menekuk Blaugrana 2-1 akan menjadi modal berharga sebelum Premier League 2019/2020 dimulai.
Pasalnya, setelah kalah dari Kawasaki Frontale, reputasi Lampard sudah mulai tercoreng. Bahkan tagar #LampardOut sempat populer di Britania Raya. Ada beberapa hal yang bisa dipelajari dari pertandingan Chelsea melawan Barcelona. Tapi kehadiran Tammy Abraham sebagai ujung tombak the Blues mungkin jadi yang paling menarik.
Pasalnya, dari empat uji coba yang sudah dijalani Chelsea hingga 25 Juli 2019, mereka hanya dua kali meraih kemenangan dan keduanya melibatkan Abraham sebagai penyerang utama.
Uniknya saat lawan Barcelona, Abraham mengenakan nomor punggung sembilan. Padahal sebelumnya di laga kontra St.Patrick’s Athletic dia masih mengenakan nomor 19. Nomor yang ia gunakan pada 2018/2019 sebelum dipinjamkan ke Aston Villa.
Abraham pun mengakui bahwa keputusannya mengubah nomor punggung tidak lepas dari pengaruh Lampard sebagai manajer the Blues. “Saya bicara dengan Lampard dan dirinya meminta saya menggunakan nomor punggung sembilan. Saya bangga bisa menggunakan nomor punggung itu melawan Barcelona di stadion sekelas Saitama,” aku Abraham.
Berhasil membobol gawang Marc ter Stegen, Abraham memastikan bahwa nomor sembilan itu akan tetap menempel di punggungnya sepanjang musim 2019/2020. Sekalipun ia tahu ada kutukan yang menyelimuti nomor sembilan di Chelsea.
“Saya dengar hal-hal sampah seperti kutukan nomor sembilan di Chelsea. Itu tidak akan mempengaruhi saya. Saya akan tetap bermain sebaik mungkin,” janjinya. “Dalam dunia sepakbola, saat seorang penyerang dipercaya menggunakan nomor sembilan, tentu ada tekanan muncul. Tapi hal itu justru memotivasi saya untuk membuktikan diri,” jelasnya.
Nomor punggung sembilan di Chelsea memang keramat. Bukan keramat seperti nomor tujuh di Manchester United dan Real Madrid yang secara tak langsung mengatakan pemilik angka tersebut adalah andalan. Tapi lebih ke arah negatif. ‘Kutukan’ seperti kata Abraham.
Mitos itu mulai populer sejak Fernando Torres diboyong dari Liverpool. El Nino merupakan penyerang mematikan bersama the Reds. Namun setelah pindah ke Chelsea, dirinya sering membuang-buang peluang emas. Performanya menurun drastis meski bagi sebagian orang dia tetap berguna di atas lapangan. Termasuk menyingkir Barcelona dari Liga Champions.
Sejak saat itu, Radamel Falcao, Alvaro Morata, dan Gonzalo Higuain juga gagal mencapai ekspektasi di Stamford Bridge. Namun, sebenarnya kutukan nomor sembilan Chelsea bisa ditarik lebih jauh lagi. Kembali ke era Mateja Kezman (2004/2005), enam tahun sebelum Torres membela Chelsea.
Adaptasi dan Perbedaan Peran
Foto: Pundit Arena | Perbedaan peran buat Kezman gagal.
Kezman diboyong dari PSV Eindhoven dengan harapan tinggi. Dia berhasil mencetak lebih dari 30 gol di dua musim terakhirnya membela PSV. Sialnya hal itu tidak bisa dilanjutkan di Chelsea. Ia hanya mencetak empat gol dari 25 penampilan di Premier League 2004/2005.
Setelah Kezman dilepas ke Atletico Madrid, Hernan Crespo datang ke Stamford Bridge. Penyerang asal Argentina itu merupakan salah satu pemain terbaik di Serie-A. Berhasil menjadi topskorer liga ketika membela Parma dan Lazio. Akan tetapi, di Chelsea dirinya lebih sering dipinjamkan kembali ke Italia. Hanya terlibat dalam dua musim dari total lima tahun sebagai pemain the Blues.
“Saya tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan di sana. Secara budaya, perbedaan antara negara-negara Anglo-Saxon (maritim di Eropa) dengan Italia terlalu jauh,” ungkap Crespo. “Gaya main di Italia lebih medukung saya ketimbang Inggris. Saya juga sering cedera. Hal itu berdampak buruk pada mental. Membuat saya tak bisa menikmati sepakbola,” akunya.
Masalah Crespo ini mungkin juga bisa menjawab kegagalan Falcao. Sementara Higuain dan Morata memang tidak memiliki banyak waktu untuk menjawab keraguan publik. Tapi bagi Kezman yang jadi titik awal kutukan nomor sembilan di Chelsea, ada alasan berbeda.
“Kezman merupakan penyerang handal di PSV. Tapi di Chelsea, dirinya memang dibentuk untuk tidak menjadi pemain yang seperti itu. Ia lebih sering dimainkan di sayap. Itu sudah membuat dia gagal karena tak bisa menggunakan senjata utamanya. Kezman mematikan di kotak penalti. Bukan untuk menciptakan peluang tapi menyelsaikannya,” jelas pengamat sepakbola Serbia Miloš Dušanović.
Abraham Tanpa Beban
Foto: Daily Mail | Abraham asli akademi Chelsea.
Jika dilihat lagi, yang membuat nomor sembilan di Chelsea jadi kutukan adalah nama besar dan harga mahal yang dibayarkan pihak klub untuk mereka. Kezman datang dengan dana 6,7 juta Pauns catatan 30 gol semusim. Crespo memakan dana lebih dari 20 juta Pauns dan tercatat sebagai salah satu penyerang terbaik di Serie-A.
Bahkan Falcao yang sebatas pemain pinjaman memaksa Chelsea mengeluarkan 6,3 juta Paun. Lebih mahal dibandingkan harga jual Demba Ba ke Besiktas (5,4 juta Pauns). Ini yang memberikan ekspektasi tinggi. Padahal jika menengok ke belakang, setidaknya dari 1990/1991, pengguna nomor punggung sembilan di Chelsea memang tidak begitu impresif.
Gianluca Vialli bahkan hanya mencetak 21 gol dalam tiga musim. Jimmy Floyd Hasselbaink jadi yang terbaik karena dia konsisten mencetak lebih dari 10 gol setiap musimnya. Dalam dua musim pertamanya di Stamford Bridge, mantan penyerang Leeds United itu bahkan bisa mencetak lebih dari 20 gol.
Mark Stein, Tony Cascarino, Graham Stuart, Kerry Dixon, Kevin Wilson, Steve Sidwell, apalagi Khalid Boulahrouz, tidak ada yang melebihi raihan Hasselbaink saat menggunakan nomor sembilan di Chelsea. Namun semuanya tidak mendapatkan tekanan seperti Kezman, Crespo, Torres, Falcao, Morata, dan Higuain karena mereka didatangkan dengan ekspektasi dan dana rendah. Stuart bahkan jebolan akademi Chelsea.
Dari semua pendahulu Kezman, Chris Sutton memakan dana terbesar (13,5 juta Pauns). Hanya mencetak satu gol di Premier League. Padahal dia datang dengan reputasi sebagai penyerang andalan Blackburn Rovers yang pernah menjuarai liga bersama Alan Shearer. Sial, karier Sutton di Stamford Bridge dihantui cedera. Ia gagal mengembalikan investasi the Blues dan namanya selalu tercatat sebagai salah satu pembelian terburuk the Blues.
Abraham tidak memiliki beban tersebut. Ia didatangkan tanpa biaya karena merupakan pemain asli akademi Chelsea. Reputasinya cukup tinggi di Inggris, namun semua tahu ia belum pernah berperan sebagai tumpuan lini serang klub sekelas Chelsea. Jadi, kutukan nomor sembilan tidak akan berlaku baginya.