Manajer yang Tertekan dengan Jadwal Padat

Pada November lalu, Pep Guardiola sempat mengeluhkan padatnya jadwal yang harus dihadapi Manchester City di ajang liga. Jadwal yang sangat rapat dikhawatirkan akan membuat performa timnya menurun. “Jadwal (padat) ini membunuh kami. Mereka adalah artis untuk ditonton dan mereka butuh istirahat,” keluhnya dikutip dari The Guardian.

Jadwal padat memang dihadapi tim-tim Liga Inggris tiap musimnya, terutama di bulan Oktober hingga Desember. Meskipun demikian, bukan cuma pemain yang merasa kelelahan, tapi juga manajer. Mereka amat rentang mengalami pemecatan gara-gara tidak fokus menghadapi jadwal padat.

Faktanya, dalam rentang Oktober hingga Desember, terdapat 10 manajer yang diganti di empat divisi teratas di Inggris. Angka ini terbilang tinggi dibandingkan dengan Liga Spanyol dengan enam pemecatan dan Italia lima pemecatan dalam rentang waktu yang sama.

Intensitas liga dan kecenderungan sebuah tim untuk meraih hasil memuaskan dalam waktu instan menjadi pemicu pergantian manajer. Terakhir, Manajer Stoke City, Mark Hughes, resmi diberhentikan jabatannya karena buruknya penampilan Stoke pada interval Oktober-Desember musim ini.

Selain memengaruhi secara performa, padatnya jadwal juga membuat manajer mesti menyesuaikan pemain dengan taktik yang digunakan. Misalnya saja Leicester City yang memilih tidak memainkan Riyad Mahrez dan Jamie Vardy secara bersamaan. Ini dilakukan untuk menjaga kebugara dua pemain kuncinya itu.

Sisi negatif dari adanya penyesuaian taktik tersebut adalah tim menjadi tidak konsisten karena tim tidak menurunkan skuat terbaik. Banyak klub yang mengalami kerugian ini. Salah satunya Southampton yang sempat menyulitkan sejumlah kesebelasan besar di awal musim, tapi jeblok di pekan-pekan akhir tahun. Southampton kini bahkan mesti berjuang menjauh dari zona degradasi.

Sisi positifnya banyak pemain-pemain memunculkan talenta terbaiknya karena diberikan kesempatan bermain. Fabian Delph di Manchester City misalnya, seolah menemukan kembali permainan terbaiknya setelah dalam beberapa kesempatan dipercayai oleh Guardiola untuk bermain.

Sepakbola saat ini menginginkan performa terbaik tiap pekannya juga ingin segera mendapatkan hasil terbaik dalam jangka pendek. Manajer berada dalam tekanan besar karena tak boleh melakukan kesalahan atau inkonsisten.

West Bromwich misalnya yang terakhir memenangkan pertandingan pada Agustus lalu. Mereka memecat Toni Pulis pada November dan menggantinya dengan Pardew. Di bawah mantan manajer Newcastle United dan Crystal Palace tersebut, West Brom mulai menunjukkan bentuk permainan. Namun, para penggemar dan petinggi klub masih harus bersabar.

Beberapa manajer saat ini bahkan dalam tekanan yang cukup kuat karena menurunnya prestasi mereka pada musim dingin. Nama Zinadine Zidane, kini dalam perbincangan mengenai siapa pengganti sosok berkepala plontos ini.

Menurunnya performa Madrid, jarak yang cukup jauh tertinggal dari Barcelona menjadi petaka bagi Madrid dimulai sejak kekalahan atas tim promosi Girona Oktober lalu. Jadwal yang cukup padat bagi Madrid karena mereka baru saja menghadapi Tottenham 3 hari sebelumnya.

Menghadapi Barcelona adalah titik terendah Madrid dimana mereka kalah 0-3 di kandang sendiri, di mana mereka baru saja pulang dari turnamen Piala Dunia Antarklub. Kini Zidane dalam tekanan yang cukup besar untuk mengembalikan performa dari Real Madrid musim ini.

Jadwal yang tidak bersahabat bagi pemain, memang berdampak langsung pada permainan sebuah tim. Manajer jelas menjadi orang pertama yang akan disorot karenannya. Namun sebenarnya tekanan tersebut bisa diantisipasi dengan kedalaman skuat yang mumpuni. Memiliki pemain yang serba bisa dan memiliki pemain cadangan dengan kualitas permainan yang tidak jauh dengan tim utama, tim besar biasanya memiliki pemain bertipe seperti itu.

City mampu bercokol di puncak karena kedalaman skuat yang baik. Napoli dengan kualitas pemain yang tidak jauh berbeda antara cadangan dan tim utama, dan Barcelona memiliki beberapa pemain yang bisa ditempatkan dibeberapa posisi sekaligus.

Arsene Wenger pernah berkelakar pada 2010 lalu, ketika mereka mengalami fase yang cukup sulit dengan cederanya striker andalan mereka, Robin Van Persie. “Kami memiliki striker berkualitas dalam diri Chamakh dan Bendtner kami tidak khawatir karenanya,” kata Wenger.

Uniknya, saat keduanya dimainkan bersamaan, para penggemar Arsenal melongo karena banyaknya peluang yang mereka buang saat menghadapi Wigan pada akhir Desember 2010. Belajar dari hal tersebut, Arsene Wenger mulai melakukan rotasi dan memiliki minimal dua striker dengan kualitas mumpuni.

Kesempatan bagi beberapa manajer keluar dari tekanan, ada dalam bursa transfer musim dingin Januari lalu. Selain untuk melakukan evaluasi, penyesuaian target dan mematangkan strategi menjadi sangat berguna untuk mengarungi sisa setengah musim.

Ini yang pernah dilakukan Dortmund pada musim 2011/2012. Mereka sukses menyalip Bayern Munich karena dengan bijak melakukan evaluasi dan mengubah komposisi pemain. Mereka mempercayai Robert Lewandowski ketimbang Lucas Barrios, serta menyetel ulang Ivan Perisic di sayap kiri, serta mengoptimalkan Reus di kanan. Ini adalah buah dari evaluasi Klopp pada bursa transfer musim dingin. Dengan taktik tersebut, Klopp sukses merengkuh gelar Bundesliga musim tersebut.

Meski berada pada posisi tertekan, tapi manajer mesti punya banyak rencana untuk mengatasi permasalahan pada skuat mereka. Evaluasi pada Januari menjadi momen penting, dengan catatan mereka belum dipecat.