Memahami Perubahan Drastis SS Lazio Musim ini

Memang benar perburuan gelar Serie-A 2019/2020 masih terbuka lebar. Ketika orang merenungkan Internazionale Milan adalah pesaing Juventus, mereka juga harus sedikit berbicara tentang SS Lazio.

Jika Atalanta bisa lolos ke Liga Champions 2019/2020 karena berada di peringkat tiga musim lalu, maka Lazio seharusnya bisa menantang gelar scudetto (juara) musim ini. Meskipun harus diakui perlu ada sejumlah ketelitian untuk mencapai hal tersebut.

Akan tetapi soal ini tidak sepenuhnya keluar dari sebuah kemungkinan. “Kami berada dalam periode yang luar biasa. Kami harus ambisius,” kata Simeone Inzaghi, Pelatih Lazio, setelah mengalahkan Juventus pada pertandingan lanjutan Serie-A 2019/2020 di Stadion Olimpico, Minggu (8/12/2019).

Perubahan signifikan Lazio adalah mereka tidak menjalani kompetisi Eropa di sisa musim ini. Kesebelasan berjuluk Le Aquile (Si Elang) itu tidak mampu menahan diri untuk keluar dari kompetisi di Eropa. Mereka tampak seperti kesebelasan yang benar-benar tidak tertarik dengan Liga Eropa musim ini.

Inzaghi terus merotasi skuat utamanya. Dalam enam pertandingan, ia tidak pernah menggunakan skuat utama terbaiknya. Itu sangat jauh dari yang begitu Lazio lakukan secara luar biasa di Serie-A. Di mana kesebelasan yang meraih dua scudetto ini terlibat dalam pelombaan posisi empat besar klasemen.

Liga Eropa Senad Lulic dkk memang berantakan. Lazio tersingkir dari Liga Eropa 2019/2020 lebih awal. Tetapi bukanlah hal buruk bagi mereka sekarang karena bisa fokus sepenuhnya untuk kompetisi domestik musim ini.

Lazio dapat berkonsentrasi di Serie-A dan mempertahankan gelar Coppa Italia. Meskipun keluar dari Liga Eropa telah melukai harga diri mereka yang tampil cukup apik di sana selama beberapa musim ke belakang.

Jika akhirnya bisa menembus Liga Champions musim depan, kegagalan mereka di Liga Eropa akan dilupakan dengan cepat. Dengan pasukan yang terbatas, Lazio sekarang cuma dua poin di bawah Inter.

Bisa dibilang bahwa musim inilah waktu yang menyenangkan untuk mengikuti kesebelasan dari Roma ini. Orang yang menontonnya bisa terbawa suasana ketika Lazio menunjukan bentuk permainan sepakbolanya sejauh musim ini.

Lazio memang tidak memiliki stadion sendiri. Juga tidak memiliki anggaran besar dan basis pendukungnya pun lebih kecil dari AS Roma. Bahkan untuk posisi Public Relations pun tidak dimiliki Lazio. Tapi cara itu adalah alasan lain untuk menikmati kesuksesan kesebelasan yang berdiri sejak 9 Januari 1990 ini.

Mesin Terbang Sang Elang

Lazio mengawali musim ini dengan kuat. Mereka mengalahkan tuan rumah Sampdoria tiga gol tanpa balas. Kegagalan dan kekecewaan di Liga Eropa pun justru membuat unggul di kompetisi domestik.

Mereka telah menjadi kesebelasan terbaik dalam beberapa pekan terakhir. Buktinya, Lazio tidak pernah kehilangan satu pun pertandingan di Serie-A dalam berbulan-bulan dengan kemenangan beruntun. Kekalahan terakhir mereka di Serie-A musim ini hanya datang dari Inter pada September 2019.

Dengan kata lain, Lazio hampir konsisten di sepanjang musim ini walau skuat mereka tidaklah sekuat Inter dan Juventus. Jadi apa yang membuat Lazio berubah dari musim lalu yang biasa-biasa saja?

Mereka berakhir di peringkat delapan musim lalu. Wajah Lazio hanya diselamatkan dengan memenangkan Coppa Italia. Untuk memahami perubahan drastis ini, maka harus kembali melihat saat mereka memainkan salah satu sepakbola terbaik di Serie-A 2017/2018.

Selama musim itu, Lazio memainkan 55 pertandingan resmi dengan skuat terbatas. Saat itu, skuat terbatas mereka sempat terjatuh karena jadwal yang melelahkan di Liga Eropa. Setiap pertandingannya, mereka berjuang agar 11 pemain terbaiknya tidak cedera.

Hasilnya, mereka mencetak 89 gol meskipun kebobolan 46 kali pada musim itu. Ciro Immobile mencetak 29 gol, Sergej Milinkovic-Savic mencetak 12 gol dan Luis Alberto mencetak 11 gol serta 13 asis.

Musim berikutnya, Alberto harus berjuang melawan cedera sehingga cuma mencetak empat gol dan lima asis. Sergej mengalami kelelahan setelah Piala Dunia 2018 dan terus digencar isu perpindahan. Ia pun cuma mencetak lima gol dan tiga asis meskipun pada akhirnya dipilih menjadi gelandang terbaik Serie-A 2018/2019.

Baik Sergej maupun Alberto, baru kembali ke permainan terbaiknya pada musim ini. Sergej terlihat sebagai pemain yang sama sekali berbeda sekarang dibandingkan musim lalu. Pemain asal Serbia itu adalah gelandang serang yang lengkap.

Ia mampu memecah permainan lawan dan mendistribusikan bola. Sementara Alberto mencatat asis yang menakjubkan dan termasuk tertinggi di lima liga top Eropa. Gelandang 27 tahun itu adalah senjata penting ketika menghadapi kesebelasan bertahan.

Kaki yang cepat dan kreativitasnya mampu membuka pertahanan lawan. Setelah itu, biasanya Immobile sanggup mengambil keuntungan di sepertiga akhir pertahanan lawan sehingga menjadi pencetak gol terbanyak.

Penyerang 29 tahun itu sudah mengoleksi 23 gol dan lima asis. bahkan memberikan kesempatan eksekusi penalti kepada rekan-rekannya. Immobile pun boleh dibilang memiliki musim terbaik dalam hidupnya saat ini.

Salah satu perubahan besar lain sejak 2017/2018 adalah kematangan Joaquin Correa. Ketika Immobile kehabisan nafas pada musim lalu, Correa mampu mengambil alih. Ialah merupakan alasan utama Lazio memenangkan Copa Italia karena beberapa gol yang menentukan darinya.

Penyerang 25 tahun itu adalah pemain yang menakjubkan. Correa sanggup berlari ke arah pertahanan lawan sambil menggiring bola di kakinya. Mungkin hanya Douglas Costa dan Federico Chiesa yang bisa menandinginya dalam menggiring bola ini.

Correa telah melipatgandakan serangan Lazio dan membuat kesebelasan itu punya opsi lain di lini depan. Penyerang dari Argentina itu benar-benar mematikan ketika bergerak ke kanan dan ke kiri. Terpenting, penyelesaian akhirnya lebih klinis dalam satu tahun terakhir.

Correa tidak hanya penting karena mencetak gol. Ia juga memberikan asis dan mengeksekusi penalti dengan baik. Kehadirannya juga begitu penting karena menghilangkan tekanan dan ketergantungan kepada Immobile.

Ketika Immobile tampil buruk, Correa mampu mengambil alih dan gelar Coppa Italia adalah buktinya. Saat ini Immobile dan Correa sedang dalam kondisi yang baik. Sekaligus menjadi mimpi buruk bagi bek lawan, terutama ketika Alberto berada di belakang mereka berdua.

Correa mengoleksi enam gol dan satu asis hingga saat ini. Alberto, Immobile dan Correa telah memberikan sesuatu yang istimewa. Tapi itu juga masalahnya. Mereka memiliki skuat utama yang hebat karena tidak mendapatkan cedera. Kemampuan Alberto mampu memberikan 11 asis selama Serie-A musim ini.

Jumlah itu lebih banyak dari siapa pun di Serie-A musim ini. Correa dan Immobile sama-sama memiliki lari yang cepat sehingga menjadi pukulan bagi pertahanan lawan. Ini adalah mesin yang sempurna bagi Lazio.

Sergej, Alberto, Correa dan Immobile bergerak satu sama lain seperti mesin yang diminyaki dengan baik. Di bangku cadangan pun ada Felipe Caicedo sebagai opsi di lini depan. Pertahanan Lazio juga semakin kuat.

Francesco Acerbi yang direkrut dari Sassuolo sangat besar jasanya setelah Lazio ditinggal Stefan De Vrij. Acerbi semakin melangkah sejak mendapatkan tempat di Tim Nasional Italia.

Begitu pun dengan Luiz Felipe meskipun cedera mengganggu kualitasnya. Pertahanan Lazio juga dibantu oleh gelandang seniornya, yaitu Lucas Leiva dan Marco Parolo. Sekarang Lazio memiliki pertahanan terbaik seperti yang diinginkan Inzaghi.

Dalam formasi 3-5-2, mereka terlihat menghadirkan kombinasi sempurna dan mentalitas yang kuat. Kokoh di belakang dan moncer mencetak gol. Semuanya seperti yang diimpikan Inzaghi.

Jadikan SS Lazio Sebagai Kesenangan di Serie-A Musim ini

Lazio adalah kesebelasan dengan anggaran yang kecil. Mereka berada di peringkat enam setelah Juventus, Inter, Roma, Milan dan Napoli. Padahal, sejak Claudio Lotito mengambil alih dari Cragnotti pada 2004, Lazio adalah klub sepakbola yang selalu menghasilkan surplus hampir di setiap tahunnya.

Menjadi masalah ketika upah yang dikeluarkan Lotito relatif rendah sehingga sulit untuk menarik pemain level tertinggi. Kendati demikian, sekarang Lazio seperti membawa kembali kenangan tentang pemain-pemain hebat era Giuseppe Signori sampai ke Juan Sebastian Veron.

Hanya saja kesebelasan peraih tujuh gelar Coppa Italia ini bersikap untuk lebih realistis sekarang. Meskipun kemajuan Lazio adalah pemandangan yang wajib terus dilihat pada Serie-A musim ini. Mereka bisa menjadi kesebelasan yang mengalahkan siapa pun.

Lazio memiliki kesempatan besar seperti ini dalam satu atau dua dekade. Saat ini mereka punya satu peluang emas untuk berada di Liga Champions musim depan. Tapi perlu dihitung juga berapa lama Correa, Sergej dan Alberto bertahan dari tawaran-tawaran menggiurkan kesebelasan lain.

Memang tidak ada keraguan bahwa Lotito akan senang melihat uang mengalir untuk pemain-pemain pentingnya itu. Padahal, seharusnya ia lebih senang klubnya bisa menghasilkan uang dengan bermain di Liga Champions.

Keberhasilannya di Coppa Italia musim lalu, Supercopa Italia dan konsistensi di Serie-A, seharusnya membuat Lazio memiliki banyak uang di rekening klub. Sekarang pun mereka berada di urutan ketiga di belakang Inter dan Juventus dengan keunggulan satu pertandingan.

Klub yang berusia 120 tahun ini juga menjadi satu-satunya kesebelasan yang mengalahkan Juventus dua kali dalam satu bulan. Itu menunjukan bagaimana para pemain Lazio menjadi dewasa di bawah Inzaghi. Meski disamping itu banyak yang mempertanyakan kemampuan Lazio untuk mempertahankan konsistensinya.

Jelas faktor tersebut dilihat dari kekuatan kedalaman skuatnya. Walaupun mereka tetap terus mengesangkan selama pertandingan terus berjalan. Hanya saja konsistensi itu masih belum bisa dipastikan jika Lazio tertatih karena kehilangan Sergej, Immobile atau Alberto pada sisa musim ini.

Jendela transfer Januari sedang berlangsung dan tidak ada spekulasi di pasar pemain baru Lazio. Padahal kesebelasan peraih lima gelar Supercoppa Italia ini perlu tenaga tambahan untuk mencapai tujuan musim ini. Inzaghi seharusnya menambah tenaga di lini belakang dan depan.

Apalagi Lazio belum memenangkan Scudetto setelah 20 tahun sejak ditangani Sven Goran Eriksson. Argumen kesialan Lazio sampai sekarang adalah skuat kurang dalam meskipun memiliki stabilitas dan momentum.

Ketika Atalanta lolos ke Liga Champions dan Leicester City menjuarai Liga Primer Inggris, adalah momen yang luar biasa dan membuat banyak orang tertawa. Bukan tidak mungkin juga bahwa Lazio akan dinobatkan menjadi raja Italia suatu hari nanti.

Ini alasan untuk bermimpi yang membuat semakin semangat di mana dunia ini begitu banyak hal negatif dan keburukan. Maka jadikanlah Lazio itu suatu kesenangan di negatif dan keburukan dunia ini.