Lazio di awal era milenium adalah salah satu kesebelasan yang menakutkan untuk dihadapi. Musim 2002/2003 menjadi puncaknya dengan diisi nama-nama seperti Juan Sebastian Veron, Angelo Peruzzi, Claudio Lopez, Simone Inzaghi, Diego Simeone, hingga Enrico Chiesa. Di akhir musim, Lazio yang dipimpin Roberto Mancini, menempati peringkat keempat di klasemen akhir dan tembus ke semifinal Piala UEFA.
15 tahun kemudian, ada nama Chiesa dan Simeone yang kembali bekerja sama di Serie-A. Bukan lagi Diego Simeone dan Enrico Chiesa, namun sang anak, Federico Chiesa yang berposisi sebagai winger dengan Giovanni Simeone sebagai striker. Mereka tidak memperkuat Lazio seperti sang ayah, namun klub dari utara Italia, Fiorentina.
Fiorentina musim lalu menempati peringkat kedelapan klasemen akhir Serie-A. La Viola diisi banyak pemain muda berbakat. Dengan rataan usia pemain 24 tahun, tentu posisi kedelapan, klasemen akhir adalah hal yang cukup apik. Ditambah dengan sempat mengalami kendala ditengah musim dimana sang manajer, Stefano Pioli, menyatakan bahwa Fiorentina yang diisi banyak pemain muda, kesulitan mencari sosok pemimpin dan kurangnya rasa lapar untuk meraih kemenangan. Posisi kedelapan merupakan capaian yang tidak bisa dibilang buruk.
Musim ini, Fiorentina masih diisi dengan gairah para pemain muda. Hengkanya Nikola Kalinic, Carlos Sanchez, dan Milan Badelj, plus dipermanenkannya Ante Rebic oleh Eintracht Frankurt. Digantikan oleh Riccardo Saponara, German Pezzella dan meminjam Kevin Mirallas dari Everton. Kedatangan pemain ini tidak serta merta membuat perubahan besar bagi Fiorentina, mereka masih bersenjatakan pemain muda yang sudah disiapkan sejak musim lalu.
Stefano Pioli, Peramu Ajaib
Nama Stefano Pioli yang menjabat sebagai Manajer Fiorentina bukan nama sembarangan. Sebelum menangani Fiorentina, ia menjadi manajer dari SS Lazio dan Inter Milan.
Pioli gemar menggunakan 4-3-3 ketika menyerang yang kemudian bisa berubah menjadi 4-2-3-1 ketika bertahan. Pioli bukanlah manajer yang memuja penyerangan atau bermain defensif karena menurutnya transisi adalah kuncinya.
Semasa di Lazio, prestasi Pioli membawa klub asal Kota Roma menempati posisi ketiga klasemen akhir, plus menembus final Coppa Italia. Antonio Candreva yang berposisi sebagai gelandang tengah, adalah kunci permainan dan membangun transisi.
Di Fiorentina, peran penting dalam transisi ada di tangan Marco Benassi dan Milan Badelj. Keduanya bahu membahu mencipatakan ruang untuk membangun serangan plus menjadi yang bertanggung jawab ketika pertahanan di serang. Transisi inilah yang menjadikan kunci bagi Fiorentina musim lalu. Mengawali musim dengan telat panas, Fiorentina bangkit dengan meraih enam kemenangan beruntun di bulan Februari.
Pioli memang terkenal dengan pola permainan yang mengandalkan teknik dan kemampuan membaca ruang yang harus dipahami para pemainnya. Semasa di Inter Milan, Pioli kesulitan menerapkan pola yang ia mau. Meskipun ada Antonio Candreva, tapi Gary Medel dan Ever Banega tampaknya bukan pemain yang diinginkan Pioli.
Gairah Pemain Muda yang Menggebrak di Awal Musim
Fiorentina musim ini kehilangan Milan Badelj yang hengkang ke Lazio. Praktis Fiorentina seolah kehilangan motornya. Namun Edmilson Fernandes yang dipinjam dari West Ham, seolah menghilangkan dampak hengkangnya Badelj. Fiorentina masih menjadi tim yang mengerikan dalam memanfaatkan serangan balik.
Chievo menjadi korban pertama. Enam gol disarangkan anak asuh Stefano Pioli lewat 15 tendangan ke gawang 10 di antaranya on target. Chievo bukan tanpa perlawanan, tujuh tendangan dilepaskan dan tiga di antaranya on target. Penguasaan bola pun berimbang 50-50. Ini membuktikan bahwa Chievo pun juga aktif membangun serangan meskipun kalah dalam menciptakan peluang dibanding Fiorentina.
Melawan Udinese di giornata kedua, Fiorentina dihadapkan dengan permainan rapat dan alot. Fiorentina yang terus menerus menekan, justru mendapatkan momentum setelah Udinese menciptakan peluang lewat sepak pojok. Frederico Chiesa yang berposisi sebagai penyerang sayap dalam formasi 4-3-3 menjadi aktor kunci.
Pergerakannya mengingatkan pergerakan ala idola Zidane, Enzo Fransescoli. Cepat namun dengan ketenangan khas pesepakbola Argentina dengan La Pausa-nya, meskipun Fransescoli adalah pemain Uruguay. Chiesa memberikan umpan chip kearah Marco Benassi. Melalui sudut sempit, tendangan voli spektakuler dilepaskan Benassi untuk mencetak gol tunggal dalam pertandingan ini.
Determinasi tinggi khas anak muda sangat dibutuhkan oleh Pioli yang gemar dalam membangun transisi. Stamina yang masih sangat prima plus kecepatan yang dibutuhkan Pioli dari para pemain muda ini. dan bagi pemain muda sendiri, kepercayaan yang diberikan Pioli tentu saja harus dibayar dengan penampilan apik di atas lapangan dan akan menjadi motovasi tersendiri.
Dalam dua giornata pertama ini, kita bisa melihat betapa mengerikannya permainan Fiorentina, cepat dan energik khas anak muda. Ancaman bagi klub-klub lawan yang akan menghadapi La Viola musim ini. namun seperti yang diutarakan Pioli, rasa lapar akan kemenangan harus terus dipupuk untuk memberikan motivasi bagi para pemain. Jadi jangan kaget apabila nanti Fiorentina masuk kedalam jajaran 5 besar Serie-A musim ini, PR Fiorentina hanya satu: Konsistensi.