Berhasil menjuarai Piala Dunia 2018 di tanah sendiri, Prancis kembali diakui sebagai salah satu negara sepakbola terbaik. Setidaknya bedasarkan peringkat FIFA, Les Blues naik dari peringkat ketujuh di 2017 jadi menduduki posisi kedua pada 2018. Posisi yang masih mereka pertahankan hingga Oktober 2019.
Keberhasilan Kylian Mbappe dan kawan-kawan memberikan tambahan bintang di seragam Les Blues pun menginspirasi kompatriot perempuan mereka yang setahun kemudian menjamu 23 negara lain di Prancis. “Tahun lalu (2018) adalah masa-masa yang emosional bagi kami. Kami ingin merasakannya lagi tahun ini,” kata Kapten Prancis Amandine Henry.
Prancis juga bukan negara sembarangan di sepakbola perempuan. Meski belum pernah menjuarai Piala Dunia, Eropa, ataupun Olimpiade, mereka dikenal sebagai salah satu kekuatan di Benua Biru. Duduk di peringkat tiga dunia selama tiga tahun berturut-turut (2014-2016) dan tercatat sebagai negara dengan raihan UEFA Women’s Champions League (UWCL) terbanyak kedua (6) setelah Jerman (9).
Olympique Lyon sebagai wakil Prancis di kompetisi antar klub Benua Biru tersebut bahkan menjuarai UWCL empat tahun berturut-turut (2016-2019). Berpeluang menambah raihan itu setelah lolos ke fase 16 besar UWCL 2019/2020. Status Lyon di sepakbola perempuan sudah seperti Real Madrid pada divisi pria. Pencapaian Lyon tentu menambah modal Prancis untuk menjadi kekuatan sepakbola dunia.
Namun, ambisi Henry dan kawan-kawan di Piala Dunia 2019 terhenti pada perempat-final. Kalah 1-2 dari Amerika Serikat yang pada akhirnya menjuarai turnamen tersebut. Meski demikian, status mereka pada turnamen itu sudah berubah menjadi salah satu unggulan. Bahkan Bonnie Ford dari ESPN melihat Les Bleues sebagai pesaing Amerika Serikat untuk mengangkat piala. Padahal mereka belum pernah menjuarai piala apapun sebelumnya.
Dalam mempersiapkan tim Piala Dunia 2019, Corinne Diacre selaku pelatih kepala tak memanggil topskorer Division 1 Féminine (D1) 2018/2019, Marie-Antoinette Katoto. “Meninggalkan Katoto jelas keputusan yang sulit. Namun saya tetap mempertahankan keputusan itu. ia masih muda, pemain yang potensial juga. Tapi pemain-pemain lain juga memperlihatkan potensi. Saya harus memilih,” kata Diacre.
“Masa depan Katoto masih panjang. Jika kami gagal menjuarai Piala Dunia 2019, saya pasti akan berpikir ulang,” jelasnya. Secara tiak langsung, keputusan Diacre ikut mempengaruhi pencapain Prancis di Piala Dunia 2019. Ia tidak memanggil pemain yang mencetak 22 gol di musim terakhir sebelum Piala Dunia dan akhirnya topskorer Prancis sepanjang turnamen adalah seorang bek bernama Wendie Renard.
‘Dosa’ di Piala Dunia U20
FOTO: FIFA
Padahal, dibandingkan dengan Eugenie Le Sommer, penyerang utama Prancis, Katoto jauh lebih produktif (13:22). Bahkan jika melihat raihan pemain di Serie A Feminine (Italia), Primera Iberdrola (Spanyol), Frauen-Bundesliga (Jerman), dan FA Women’s Super League (Inggris), hanya ada dua nama yang lebih produktif dibandingkan Katoto.
Ewa Pajor (Wolfsburg) dan Jenni Hermoso (Atletico Madrid). Keduanya mencetak 24 gol di liga masing-masing. Alias dua lebih banyak dari Katoto di D1. Sisanya baik setara ataupun lebih rendah dibandingkan Katoto. Pencapaian ini membuat Katoto disebut setara dengan Mbappe di divisi pria.
Sayangnya, menurut laporan yang beredar, keputusan Diacre untuk meninggalkan Katoto tak lepas dari performa inkonsisten penyerang kelahiran 1 November 1998. Ia merupakan alasan utama Prancis gagal pada Piala Dunia U20 2018.
Prancis lolos ke semi-final dan tertinggal 0-1 dari Spanyol. Katoto yang menjadi kapten selama fase grup kemudian masuk sebagai pemain pengganti. Ia menjadi eksekutor Prancis ketika dapat penalti. Tapi, peluang emas tersebut gagal dimaksimalkan Katoto. Prancis pun tersingkir.
***
Penampilan Katoto itu bahkan disorot oleh Presiden Asosiasi Sepakbola Prancis (FFF) Noël Le Graët. “Dirinya mungkin tak brilian atau di atas rata-rata pemain lain. Namun dia tetap pemain yang potensial,” dukung Le Graet. Tetapi, Katoto sendiri sadar bahwa peluangnya untuk membela tim senior di Piala Dunia menipis setelah kejadian itu.
“Saya rasa ada ketakutan bahwa hal itu [dipanggil tim nasional] tak terjadi. Kita lihat saja nanti,” kata Katoto. Kepala Pelatih Prancis U20 Gilles Eyquem tidak memudahkan kasus Katoto dengan mengatakan ada pemain di timnya yang kurang memperlihatkan fokus dan determinasi untuk menggunakan seragam Prancis. Meski Eyquem tidak menyebut identitas pemain itu, ada asumsi bahwa kritik dilancarkan ke Katoto yang jadi biang kerok kegagalan Prancis U20.
Diacre juga sempat mengutarakan ketidakpuasaannya pada penampilan Katoto. Akan tetapi, Prancis gagal menjadi juara dunia di 2019. Diacre pun memenuhi janjinya untuk berpikir ulang dan memanggil penyerang Paris Saint-Germain (PSG) tersebut. Ia dipanggil ke dalam skuad kualifikasi Piala Eropa untuk menggantikan Amandine Henry yang sedang cedera.
Mendapat Kesempatan di Kualifikasi Piala Eropa
FOTO: la Nouvelle Republique
“Kita semua tahu bahwa Katoto memiliki potensi yang sangat besar. Tapi dia masih kurang pengalaman main di turnamen besar. Dirinya sudah tampil di UWCL dan Piala Dunia U20. Turnamen terakhir berakhir mengecewakan baginya. Tapi pintu akan selalu terbuka bagi dia,” kata Diacre.
“Saya tidak ingin membebankan dirinya. Saya hanya ingin dia menikmati masa-masa di atas lapangan. Apakah ini waktu yang tepat untuk kembali memanggil dia? Saya harap dirinya bisa menjawab hal itu dengan penampilan di atas lapangan,” lanjutnya.
Prancis akan memulai perjalanan mereka memperebutkan tiket Piala Eropa 2021 pada 8 Oktober 2019. Dijamu Khazakstan di Kazhymukan Munaitpasov Stadium sebelum pulang dan menyambut Serbia satu bulan kemudian.
Hanya ada dua pertandingan kompetitif di sisa 2019 dan Katoto yang sebelumnya sudah dipandang mata harus bisa membuktikan kualitasnya. Apalagi ketika publik menyebutnya sebagai Kylian Mbappe versi perempuan.