Rhian Brewster adalah peraih Golden Boot di Piala Dunia U-17 yang digelar di India beberapa waktu lalu. Ia mencetak 19 gol dari 21 pertandingan. Striker Liverpool ini digadang-gadang menjadi striker masa depan timnas Inggris utamanya untuk Piala Dunia 2022 mendatang.
“Kami berniat untuk membuatnya seperti tidak ada hal yang istimewa darinya. Namun ketika Anda mencetak 2 kali hattrick, Anda tidak mungkin bisa menyembunyikan potensi tersebut, dan tentu saja kami tidak ingin menyembunyikan bakatnya. Saya melihat dirinya lebih dewasa sekarang,” kata Juergen Klopp tentang Brewster.
Melihat skuat Inggris U-17 yang menjanjikan, bagaimana sejatinya kiprah mereka di Piala Dunia U-17 lalu?
Inggris sebelumnya menjadi runner-up di gelaran Piala Eropa U-17 setelah kalah melalui drama adu penalti menghadapi Spanyol. Inggris bertekad membalas kegagalan mereka di Piala Eropa.
Tekad tersebut terbukti di fase grup mereka cukup trengginas dengan Chile 4-0, mengalahkan Mexico 3-2 dan melibas Iraq 4-0. Di babak 16 besar menghadapi Jepang, Inggris cukup kesulitan menghadapi militansi Jepang sebelum mengakhiri kemenangan lewat babak adu penalti dengan skor 5-4. Setelah itu, Inggris tidak lagi terbendung.
Di babak perempat final, pertandingan menghadapi Amerika Serikat diwarnai hattrick dari Brewster. Inggris menang dengan skor telak 4-1. Menghadapi Brasil di semifinal sempat menghadapi tekanan cukup besar sebelum pertandingan. Inggris di luar dugaan melibas juara 3 kali Piala Dunia U-17 tersebut dengan skor 3-1.
Salah satu yang disorot adalah ini merupakan hattrick kedua dari Brewster sepanjang turnamen. Di partai final menghadapi Spanyol, balas dendam menjadi target Inggris yang menang 5-2. Ini merupakan pembalasan yang manis atas Spanyol, sekaligus mengukuhkan Inggris sebagai jawara di Piala Dunia U-17 kali ini.
Semua skuat yang mengisi Inggris U-17 kali ini memang cukup menjanjikan. Selain nama Rhian Brewester, nama lain yang potensial seperti Marc Guéhi, Jonathan Panzo, George McEachran, Callum Hudson-Odoi, Conor Gallagher (Chelsea), Curtis Anderson, Joel Latibeaudiere, Phil Foden (Manchester City), Timothy Eyoma dan Tashan Oakley-Boothe (Spurs), Emile Smith-Rowe (Arsenal), Andre Gomes (Manchester United), dan satu-satunya pemain Inggris di Borussia Dortmund, Jadon Sancho.
Pemain yang dipanggil dianggap memiliki kualitas mumpuni untuk bersaing di level senior, bahkan Klopp sendiri mengaku siap membuat Brewster naik kelas ke tim utama, sedangkan pemain Fulham, Steven Sessegnon, bahkan sudah lebih dahulu naik kelas ke tim utama Fulham sejak dua musim yang lalu. Lalu, apakah langkah menaikkan kelas ke tim utama bagi pemain muda cukup bijak ?
Antonio Conte memiliki pandangan berbeda tentang pemain muda. Hingga saat ini memang hanya John Terry, pemain jebolan akademi Chelsea, yang mendapatkan kesempatan bermain reguler.
Conte lebih memilih hal yang menjadi win-win solution bagi tim dan sang pemain: menjual pemain dengan klausul buy-back. Menurut Conte, langkah ini lebih membuat pemain akan lebih berkembang karena tim yang dituju menjanjikan kesempatan untuk bermain di tim utama secara reguler.
Contoh pemain tersebut adalah Ampadu yang dilepas ke Exeter City 2014 lalu. Conte membelinya seharga 3 juta paun untuk kembali ke Chelsea. Berbeda dengan Ampadu, Hudson Odoi diberikan kesempatan berlatih di tim utama, sementara George McEachran dipinjamkan ke Brandford dengan opsi pembelian kembali.
Namun pemain lain juga memilih menentukan jalannya sendiri untuk berkembang, contohnya Jadon Sancho, yang memilih untuk pindah ke Dortmund dari Manchester City untuk mendapatkan kesempatan bermain dan berkembang lebih baik. Baru satu musim di Dortmund, Sancho sudah mencatatkan debutnya melawan Eintracht Frankfurt, menegaskan talentanya sebagai salah satu pemain muda menjanjikan.
FA juga tidak tinggal diam. Kebijakan akademi dan Home Ground pun diperketat. Pemain asli Inggris diharapkan diberikan panggung untuk membuktikan diri di level tertinggi (Premier League).
Telah muncul pemain-pemain asli Inggris yang menjadi tulang punggung timnas berikutnya. Ketika mulai redupnya sinar Rooney muncul pemain seperti Marcus Rashford. Pensiunnya Steven Gerrard pun diikuti dengan mulai matangnya Eric Dier dan Harry Winks. Atau ketika Joe Hart tampil dibawah perform, muncul Jack Butland dan Jordan Pickford. Regenerasi ini juga terus menerus hadir, seiring gelar Piala Dunia U-17 diraih Inggris.
Namun, pemain muda yang belum matang ini tidak terlena dan justru merusak bakatnya. Seperti diketahui, sulitnya pemain asli Inggris bersaing di gelaran Premier League adalah karena harga mahal yang tidak sesuai kualitas ketika bersaing secara lintas negara.
Contohnya adalah Jordan pickford yang sering dianggap kemahalan, atau sulitnya Joe Hart mendapatkan tim setelah dilepas City karena gaji yang selangit. Ini bahkan membuat Manchetser City turut membayar gaji Hart ketika dipinjamkan ke Torino.