Apakah Bernd Leno Merupakan Solusi Rapuhnya Lini Pertahan Arsenal?

Piala Dunia yang sedang berlangsung di Rusia, tidak menghentikan aktivitas klub dalam berburu pemain. Setelah Manchester United mendatangkan Fred dari Shaktar Donetsk dan Rui Patricio didatangkan Wolverhampton Wanderers, Arsenal juga mendapatkan buruan utamanya yakni penjaga gawang Bayer Leverkusen, Brend Leno.

Bagi Anda yang sering menyaksikan Bundesliga, nama Brend Leno tidaklah asing. Sosoknya telah menjadi palang pintu terakhir yang tangguh bagi Leverkusen dalam 5 musim terakhir. Leno juga masuk dalam 4 penjaga gawang yang diseleksi oleh Joachim Löw untuk berangkat ke Rusia, sayangnya Leno kalah bersaing dengan Kevin Trapp, Marc-André ter Stegen dan Manuel Neuer.

Arsenal sendiri juga tidak lagi asing dengan penjaga gawang dari Jerman. Sebelumnya sempat ada nama Jens Lehmann dibawah mistar gawang Arsenal selama 6 musim yakni musim 2003-2004 hingga 2007-2008 dan musim 2010-2011. Bahkan dalam musim pertamanya di Arsenal, Lehmann sukses meraih gelar juara Liga Premier tanpa satu kalipun menelan kekalahan atau Invincibles. Tentu saja kedatangan Leno diharapkan mampu mereplikasi prestasi Lehmann bersama Arsenal.

Namun di Arsenal sendiri bukankah sudah memiliki kiper berkualitas dalam diri Petr Cech? Sedangkan David Ospina juga cukup bisa diandalkan dibawah mistar gawang, bahkan David Ospina kini menjadi pilihan utama Tim Nasional Kolombia di Piala Dunia. Lalu apa yang menjadi pertimbangan Arsenal mendatangkan Leno?

Sektor pertahanan, titik lemah Arsenal

Beberapa musim sebelumnya, lini pertahanan Arsenal kerap kali disorot. Angka kebobolan yang cukup tinggi di tiap musimnya, membuat Arsene Wenger banyak menerima kritikan. Setelah musim 2013/2014 di mana Arsenal kebobolan 41 gol di Liga Premier, Arsenal mendatangkan kiper kawakan Petr Cech dari Chelsea. Cech yang sudah bermain 11 musim di Liga Premier dianggap sudah kenyang pengalaman dan mampu memberikan komando di lini pertahanan Arsenal yang terkenal rapuh.

Dalam dua musim pertama kehadiran Cech, Arsenal memang “hanya” kebobolan 36 gol di Liga Premier. Cech langsung memegang jabatan wakil kapten pada musim 2015/2016. Namun pertahanan Arsenal kembali rapuh. Musim 2016/2017, Arsenal kemasukan 44 gol di Liga Premier. Sedangkan musim ini kemasukan total 51 gol, yang berarti total kemasukan terbanyak Arsenal dalam 10 musim terakhir.

Cech kemudian menjadi kambing hitam. Angka kemasukan lebih dari 50 gol bagi klub papan atas seperti Arsenal jelas tidak bisa ditolerir. Bahkan data dari Squawka, Cech merupakan pemain dengan rataan error yang berujung gol terbanyak. Blunder yang dilakukan Cech musim ini adalah 7 kali. Jelas bukanlah hal yang diharapkan bagi sosok Cech bersama Arsenal.

Pun dengan David Ospina. Penampilannya bersama Arsenal masih belum konsisten. Ospina bahkan masih belum mampu menggeser Cech sebagai kiper utama, meskipun ketika diberikan kesempatan, Ospina sebenarnya tampil cukup apik. Kini nasib Ospina bersama Arsenal di ujung tanduk pasca blundernya ketika menghadapi Jepang di Piala Dunia. Ospina yang salah mengantisipasi sepak pojok Jepang dan membuay Yuya Osako mencetak gol dan membuat Jepang mengalahkan Kolombia 2-1.

Leno sebagai solusi? Belum tentu

Lalu apakah kedatangan Leno menjawab kerapuhan lini belakang Arsenal?

Nick Wright dari Sky Sports, memberikan gambaran betapa potensialnya Leno. Pada musim 2009/2010, Leno “lompat kelas” dari kiper akademi U-19 langsung menjadi kiper tim cadangan Vfb Stuttgart.

“Refleksnya luar biasa. Pertama kali melihatnya latihan bersama akademi, saya langsung bisa menerka dirinya akan menjadi salah satu penjaga gawang yang diperhitungkan,” ungkap Nick.

Bayer Leverkusen yang sedang krisis kiper pada musim 2011/2012, meminjam Leno dari Stuttgart. Leno yang menjadi pilihan ketiga kemudian langsung merebut posisi kiper utama, menyingkirkan nama besar Rene Adler ke bangku cadangan. Bahkan Leno sukses meraih gelar penjaga gawang terbaik versi majalah Kicker, Leverkusen langsung memberikan kontrak permanen untuk Leno.

Performa Leno sangat konsisten. Bahkan pada musim 2013/2014 dirinya mendapat julukan “Penalty killer”. Ini tidak terlepas dari prestasinya menepis 6 penalti di Bundesliga. Pada akhir musim Leno kembali dinobatkan sebagai penjaga gawang terbaik Bundesliga versi majalah Kicker. Namun setelahnya performa Leno bisa dikatakan menurun.

Penurunan Performa dan Emosi yang Labil

Penurunan performa Leno dimulai pada musim 2014/2015. Manajer Leverkusen kala itu Roger Schimdt, menerapkan taktik penguasaan bola dan menuntut kiper turut aktif. Di sinilah Leno sering melakukan blunder seperti salah umpan atau gagal melakukan sapuan bersih.

Penampilan buruk ini kembali terulang pada musim 2015/2016. Menghadapi Hamburg, Leno gagal menangkap bola dengan lengket sehingga memberikan kesempatan pada Bobby Wood, striker Hamburg mencetak gol dengan mudah.

Julukan “penalty killer” pun kemudian hilang seiring kegagalan Leno mengantisipasi tendangan penalti, dari 27 penalti yang dihadapinya dari tahun 2015 hingga 2018 di Bundesliga, Leno hanya mampu menyelamatkan 1 penalti. Banyak yang menduga setelah sejumlah blunder yang dilakukan, Leno kehilangan kepercayaan dirinya, yang berdampak pada penampilannya sejauh ini.

Selain blunder, hal lain yang menjadi kekurangan Leno adalah emosi yang kadang meledak-ledak di lapangan. Leno seringkali mendapatkan kartu kuning tidak perlu karena melakukan protes berlebih terhadap wasit. Roger Schmidt pernah memberikan teguran keras terhadap Leno ditengah babak setelah mendapatkan kartu kuning karena protes terhadap wasit.

Menarik melihat performa Leno bersama Arsenal musim depan. Akankah ia mampu mengikuti jejak Lehmann sebagai mentornya dengan membawa gelar Liga Premier bagi Arsenal, atau hanya menjadi bahan lelucon dengan sejumlah blunder yang dilakukan seperti kompatriotnya yang sama-sama berasal dari Jerman, Loris Karius?