Perlukah Penjaga Gawang Andal dalam Mengontrol Bola?

Foto: FourFourTwo.com

Sebuah aksi dipertontonkan oleh Ederson Moraes pada laga pekan ke-15 Premier League musim 2018/2019. Aksi yang, mungkin sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh penjaga gawang yang lain.

Pada laga melawan Watford, Ederson melakukan sebuah aksi yang apik. Layaknya Roberto Firmino yang pernah melakukan aksi cetak gol tanpa melihat gawang, Ederson juga melakukan aksi umpan tanpa melihat dalam pertandingan tersebut. Aksinya ini sukses menipu salah seorang pemain Watford, ditambah bola mendarat mulus di kaki Vincent Kompany.

Memang, selain andal dalam melakukan penyelamatan (rataan penyelamatan 1,7 kali per laga), Ederson juga andal mendistribusikan bola dari belakang. Persentase umpan suksesnya yang mencapai angka 83,3%, serta rataan umpan panjang sukses dan umpan pendek sukses per laga yang mencapai angka 3,7 kali dan 17,1 kali, merupakan bukti bagaimana Ederson mampu mengalirkan bola ke depan.

Selain sosok Ederson, masih banyak penjaga gawang lain yang juga apik dalam membagi bola. Ada sosok Alisson Becker, rekan satu timnya di Timnas Brasil, yang piawai dalam mengalirkan bola dan juga percaya diri mengontrol bola dengan kakinya. Ada juga sosok Kepa Arrizabalaga yang memiliki kemampuan serupa.

Di luar Inggris, masih banyak juga penjaga gawang yang nyaman memainkan bola dengan kakinya dan apik dalam mendistribusikan bola. Penjaga gawang seperti itu, dewasa ini, memang seperti menjadi tren tersendiri. Seolah ada nilai tambah bagi penjaga gawang yang dapat mengalirkan bola. Lalu, bagaimana nasib para penjaga gawang yang hanya bisa menunjukkan diri lewat penyelamatan demi penyelamatan yang dia lakukan? Apa mereka sudah tidak mendapat tempat di dalam sebuah tim sepakbola dewasa ini?

Semua karena Manuel Neuer

Jika harus menyebut siapa yang memperkenalkan model penjaga gawang terbaru seperti itu kini, ia adalah Manuel Neuer. Penjaga gawang asal Jerman itu, banyak disebut sebagai orang yang mengangkat derajat penjaga gawang lewat aksi sweeping-keeping yang dia lakukan. Namun, jika menarik sejarah lebih jauh lagi, ada sosok Lev Yashin, penjaga gawang asal Uni Soviet, yang sukses melakukan revolusi peran penjaga gawang di masa lampau.

Jika sebelum era 1960-an penjaga gawang hanya dikenal lewat tinjunya, sosok Yashin, dengan tinggi bedan 189 cm dan aura yang penuh intimidasi, tidak segan memotong serangan dan keluar dari gawangnya untuk menghalau lawan. Neuer mungkin terinspirasi dari sosok Yashin tersebut. Ia pun meniru cara bermain Yashin, tapi ditambahkan dengan elemen tersendiri yang ia miliki, salah satunya adalah distribusi bola yang baik.

Selain itu, Neuer juga andal dalam melakukan penyelamatan. Hal ini yang menjadi awal kemunculan penjaga gawang yang bisa memainkan bola dengan kakinya secara nyaman. Itu terjadi sekira 2014 silam. Dengan kemampuan itulah, Neuer dapat menjadi penjaga gawang inti di tim Bayern Muenchen asuhan Pep Guardiola. Pelatih yang senang akan penguasaan bola ini menganggap bahwa sosok Neuer menjadi pelengkap penguasaan bola yang absolut di dalam skuat Bayern yang ia latih. Maka, tak heran saat ia ke Manchester City, ia kelimpungan karena tak ada penjaga gawang yang andal dengan kakinya.

Sejak saat itulah, tren penjaga gawang yang andal dengan kaki mulai merebak. Penjaga gawang asal Amerika Selatan, yang memang biasanya bisa bermain baik dengan kakinya, acap menjadi pilihan.

Pun dengan penjaga gawang asal Spanyol maupun Belanda, karena mereka sering ikut latihan umpan-umpan pendek dalam sesi latihan tim. Mereka lebih percaya diri memegang bola di kaki mereka.

Penjaga gawang yang hanya bisa mengandalkan penyelamatan sebagai nilai jual mereka, pelan-pelan mulai tersisih. Ada yang mencoba ikut mereplika gaya ini, tapi ada juga yang tetap ajeg dengan gaya penjaga gawang yang sering dibilang konservatif. Ya, semua punya pilihan masing-masing.

Sosok De Gea yang Mencuat ke Permukaan

Di tengah gempuran para penjaga gawang yang andal dengan kaki ini, ada dua sosok yang, menurut hemat penulis, tetap dikenal dan dihormati meski bermain dengan konservatif. Mereka adalah David de Gea dan Gianluigi Buffon.

Sebenarnya, jika boleh, penulis juga ingin memasukkan nama Joe Hart di dalamnya. Di tengah gempuran para penjaga gawang yang mulai mengubah gaya main, De Gea, Buffon, dan Hart (mungkin) masih bertahan dengan gaya main a la penjaga gawang konvensional. Penyelamatan-penyelamatan apik masih mereka lakukan, malah membawa mereka mendapat puja-puji, dan orang mulai sadar akan peran penjaga gawang yang acap terlupakan.

Di antara ketiga nama tersebut, nama De Gea boleh dibilang menjadi nama yang paling berjasa dalam menyadarkan orang-orang akan pentingnya penjaga gawang. Total 115 penyelamatan yang dia catatkan pada musim 2017/2018 menjadi sebuah pertanda, bahwa penjaga gawang model konservatif juga masih bisa berbicara dalam sebuah pertandingan. Apalagi, apa yang dilakukan oleh De Gea pelan-pelan menyadarkan juga banyak pihak, bahwa di balik proses kebobolan yang dialami oleh sebuah tim, sebenarnya yang patut dipersalahkan tidak hanya penjaga gawang saja.

Para pemain oufield juga menjadi pihak yang patut disalahkan karena tidak menjalankan sistem pertahanan dengan baik. Intinya, seperti Neuer yang sukses mengangkat derajat penjaga gawang, De Gea juga mengingatkan orang-orang bahwa penjaga gawang adalah perihal kesunyian dalam hidup. Ia tak terlihat, tapi, terkadang bisa begitu bercahaya ketika memang sorot lampu mengarah padanya. Itu yang dilakukan oleh De Gea pada musim 2017/2018.

***

Pada dasarnya, penjaga gawang, baik itu yang bisa mengalirkan bola macam Ederson maupun yang andal dalam menghentikan tendangan macam De Gea, bukanlah penjaga gawang yang buruk. Mereka memiliki nilai positif mereka masing-masing, yang pada akhirnya menjadi cara bagi mereka mengenalkan diri kepada orang-orang. Jikapun ada yang membantu mereka berpendar lebih terang, itu adalah pelatih masing-masing tim.

Ederson bisa bersinar karena ia cocok dengan Pep Guardiola yang memang menekankan pada penguasaan bola. De Gea bisa cocok dengan Jose Mourinho karena pendekatan pragmatis Mourinho memungkinkan sebuah tim diserang terus-menerus oleh lawan.

Jadi, perlukah penjaga gawang andal dalam mengontrol bola? Perlu. Tapi, mengatakan bahwa penjaga gawang yang hanya andal dalam menghentikan tembakan adalah penjaga gawang yang buruk juga bukan merupakan hal yang bijak. Karena, akhirnya semua akan kembali pada selera pelatih masing-masing.