Spanyol mencuri perhatian tepat sebelum Piala Dunia 2018 dimulai. Asosiasi Sepakbola Spanyol (RFEF) menendang Julen Lopetegui dari kursi nahkoda setelah dia diumumkan sebagai pengganti Zinedine Zidane di Real Madrid. Pengumuman Real Madrid itu bukan menjadi masalah utama RFEF. Mereka lebih mempermasalahkan sikap Lopetegui.
Menurut Presiden RFEF Luis Rubiales dirinya merasa dikhianati oleh Lopetegui. Dirinya menyebut keputusan mendepak Lopetegui adalah masalah etik. “Kami tak dapat biarkan hal seperti ini. Ada cara untuk bersikap,” kata Rubiales seperti dikutip Guardian.
Lopetegui akhirnya digantikan oleh Fernando Hierro di Rusia. Hierro sebelumnya adalah direktur olahraga untuk RFEF. Dia masih minim pengalaman. Hanya pernah menangani tim divisi dua, Real Oviedo. “Kami mungkin sekarang terlihat lemah. Namun hal seperti ini akan membuat kami semakin kuat di masa depan,” kata Rubiales.
Lopetegui mengaku dirinya sedih setelah dipecat oleh RFEF. “Saya sangat sedih. Tapi saya berharap Spanyol bisa melakukan yang terbaik di Piala Dunia,” katanya ke Marca. Hierro juga mengakui bahwa keberhasilan Spanyol masuk ke Piala Dunia 2018 adalah hasil kerja keras Lopetegui.
“Kami ada di sini karena Lopetegui. Oleh karena itu saya tidak akan banyak mengubah tim,” akunya setelah ditunjuk sebagai pelatih Spanyol. Namun, RFEF harus melakukan pemecatan tersebut. Pasalnya, Lopetegui baru memberi tahu mereka lima menit jelang pengumuman dari Real Madrid.
Seperti yang dikatakan Rubiales, ini masalah etik.
Baca juga: Soal Etika yang Mengalahkan Logika di Sepakbola Spanyol
Hierro mengantarkan Spanyol ke 16 besar Piala Dunia 2018. Tersingkir setelah kalah adu penalti melawan Rusia. Setelah kampanye Spanyol di Rusia berakhir, RFEF resmi menggantikan Hierro dengan mantan nahkoda Barcelona, Luis Enrique.
Dipimpin Luis Rubiales, sepakbola Spanyol seperti memasuki era baru. Namun mereka masih harus mengatasi krisis yang dibuat oleh Angel Maria Villar.
Villar Tidur di Penjara
18 Juli 2017, Villar ditangkap setelah disebut melakukan korupsi, nepotisme, dan juga memalsukan dokumen. Ia ditangkap bersama Juan Padron, petinggi di divisi ekonomi RFEF. Padron juga menyalahgunakan kekuatannya di RFEF untuk kepentingan pribadi.
Akibat aksinya, Villar dilarang terlibat di RFEF dan harus turun dari jabatannya di UEFA serta FIFA. Awalnya Villar dipersilahkan untuk membayar uang untuk bebas bersyarat, akan tetapi hakim menolak permintaan Villar. Dengan begitu, selesai sudah kekuasaan 29 tahun Villar di tahta tertinggi Spanyol. Dia juga harus tidur di penjara selama kasus ini berlangsung.
Mei 2018, Rubiales kemudian terpilih sebagai pengganti. Rubiales unggul 24 suara dari Juan Luis Larrea yang sebelumnya jadi ketua sementara setelah Villar ditangkap. Resmi terpilih menjadi pemimpin baru, Rubiales berjanji akan membuat RFEF jadi lebih baik.
“Saya akan membayar kepercayaan ini. Saya akan membuat federasi ini untuk semua. Menjadi federasi yang elit, transparan, dan peduli terhadap generasi penerus. Kita akan melangkah maju. Tak akan ada yang bisa menghentikan perubahan,” ungkap Rubiales seperti dikutip Tribuna.
Federasi untuk Semua
Baru dua bulan menjabat, Rubiales mengambil keputusan berani. Dalam naungannya, ia mengubah format Piala Super Spanyol atau Supercopa de Espana. Sejak pertama kali diciptakan, ajang penanda musim baru di sepak bola Spanyol ini selalu ditentukan lewat dua pertemuan. Tradisi 36 tahun itu diubah menjadi satu pertemuan pada 2018. Tahun ini, untuk pertama kalinya piala akan diperebutkan pada satu laga dan di luar Spanyol.
RFEF memastikan pertandingan antara Barcelona dan Sevilla akan dilangsungkan di Maroko. Mengikuti jejak Piala Super Italia yang beberapa kali bermain di luar Italia.
Barcelona menawarkan pergantian format untuk Supercopa de Espana agar tidak menggangu jadwal Liga Champions dan Europa untuk wakil Spanyol yang terlibat. Mereka juga merujuk ke Community Shield di Inggris serta Piala Super Italia. Satu pertandingan penentu dan bermain di tempat netral.
Proposal tersebut ditolak oleh Sevilla dengan alasan merusak jadwal dan merugikan suporter. Terutama mereka yang sudah membeli tiket musiman. “Kami menolak hal tersebut. Kami ingin membantu perubahan di sepak bola Spanyol. Namun, kami juga memikirkan suporter. Mereka adalah yang terpenting. Perubahan ini merusak semua rencana kami dan merugikan suporter yang sudah membeli tiket,” kata Presiden Sevilla Pepe Castro.
Sialnya, RFEF punya wewenang untuk mengambil keputusan saat tim yang terlibat tidak mencapai kesepakatan. Pada akhirnya, RFEF memihak ke Barcelona. Rubiales memiliki alasan atas keputusannya.
“Setiap tim akan dapat kompensasi lebih tinggi. Mereka meminta 950.000 Euro andai kata main di Maroko. Namun, semua tergantung keputusan FIFA. Jika tidak mendapat izin, kami siap menyelenggarakan di Valencia atau Madrid,” kata Rubiales.
Rubiales juga menambahkan faktor cuaca dalam pemilihan tempatnya. “Maroko akan memberikan cuaca yang lebih hangat. Dijadwalkan 12 Agustus, laga ini juga tak bentrok dengan jadwal La Liga,” lanjutnya dikutip Marca.
Suka atau tidak, pada akhirnya Sevilla harus bermain di format baru ini. “Kami akan bermain karena kewajiban. Kami tetap menolak ide tersebut,” kata Castro ke Sport.
Jatuh ke Lubang yang Sama
Perseteruan RFEF dan Sevilla belum berakhir, Rubiales sudah terkena masalah baru. Menurut Radio Cadena SER, Rubiales dilaporkan ke pengadilan setelah dilaporkan oleh Miguel Angel Galan, mantan kandidat Presiden RFEF.
Menurut laporan Cadena SER, Rubiales memiliki hutang 120.000 Euro. Hutang tersebut melibatkan pekerjaan personal Rubiales. Tapi, menurut laporan, dirinya ingin membayar hutang tersebut dengan dana asosiasi.
Uang yang seharusnya menjadi dana kontruksi asosiasi pemain Spanyol disebut jadi korban. Asosiasi Pemain bahkan sudah mengeluarkan pernyataan resmi dan menolak uang mereka untuk kepentingan pribadi Rubiales.
Meski hal ini belum terbukti, sepakbola Spanyol masih dalam krisis. Rubiales terancam senasib dengan Villar. Sebelumnya, pendahulu Rubiales itu disebut menggunakan dana pemulihan Haiti untuk kepentingan lain.
Masa kepemimpinan Rubiales baru berumur dua bulan. Namun, dirinya sudah terancam gagal. Gagal untuk membuat RFEF transparan. Gagal untuk membuat RFEF perhatian kepada pemain. Gagal untuk menaungi semua klub yang ada di bawahnya.
“Tidak ada yang bisa menghentikan perubahan,” katanya. Sial, dua bulan ini belum ada perubahan di sepakbola Spanyol. Mereka masih di dalam krisis. Sama seperti era Villar. Bisakah La Furia Roja kembali berprestasi di tengah situasi seperti ini?