Musim 2018/2019 merupakan tahun ke-delapan Paris Saint-Germain mengerjakan proyek besar mereka. Ambisi menjadi salah satu kesebelasan terbaik Eropa hingga akhirnya dapat mengangkat Piala Liga Champions suatu hari nanti.
“Kami merupakan klub yang ambisius di semua aspek. Saya rasa setiap pertandingan PSG terlihat semakin baik. Tugas pertama adalah jadi raksasa di Prancis. Kemudian kami akan berusaha melangkah sejauh mungkin di Liga Champions,” ungkap Presiden PSG, Nasser Al Khelaifi, pada Januari 2014.
Saat itu, Qatar Sports Invesment (QSI) sebagai pemilik PSG telah menggelontorkan 394 juta euro dalam enam jendela transfer sejak 2011. Pemain-pemain ternama seperti Javier Pastore, Thiago Silva, Zlatan Ibrahimovic, dan Edison Cavani, berhasil didaratkan ke Paris. Ambisi mereka juga mulai terealisasi: meraih tiga piala domestik termasuk menjadi juara beruntun Ligue 1 (2012-2014).
Namun jika bicara level Liga Champions, PSG selalu terhenti di perempat-final. Kalah dari Barcelona karena gol tandang pada 2012/2013. Kemudian disingkirkan Chelsea semusim berikutnya karena alasan yang sama.
Hasil ini tentu lebih baik dari musim pertama PSG di bawah kepemilikan QSI. Mereka gagal menembus fase gugur Liga Europa 2011/2012 setelah hanya berhasil menduduki peringkat tiga klasemen. Meraih poin yang sama dengan Red Bull Salzburg (10), Pastore dan kawan-kawan tersingkir karena selisih gol Salzburg lebih positif.
Sebuah perkembangan, tapi hal itu cukup di mata Al Khelaifi. “Liga Champions merupakan kompetisi yang harus kami menangkan empat tahun ke depan,” katanya. Pernyataan itu membuat tenggat waktu PSG sudah jelas, 2018/2019.
Demi mencapai ambisi tersebut, QSI terus memberikan dana besar kepada PSG. Mereka sampai bisa mendaratkan Neymar dan Kylian Mbappe dalam satu musim yang sama. Meski Mbappe masih berstatus pinjaman dari AS Monaco, biaya sewa penyerang Prancis tersebut sampai 45 juta euro. Lebih mahal dibanding harga Thiago Silva atau Pastore saat mereka diangkut dari Italia.
Total, PSG sudah diberikan dana lebih dari satu miliar euro untuk membangun kesebelasan elit Eropa yang dapat menjuarai Liga Champions dalam delapan tahun. Tapi kenyataannya, fase perempat-final merupakan prestasi terbaik PSG. Bahkan sejak 2016/2017 PSG selalu gagal melewati 16 besar. Thomas Tuchel, Unai Emery, Laurent Blanc, Carlo Ancelotti, tidak ada yang berhasil memenuhi ambisi QSI.
Tercium Sejak Pastore Pergi
Foto: ESPN
Menjelang musim 2019/2020, PSG berada dalam titik jenuh. Kepindahan Pastore ke AS Roma jadi awal pertanda kejenuhan tersebut. “Karier saya di PSG sudah berakhir. Mereka menginginkan pemain baru dan saya tidak ingin bertahan. Saya senang di PSG. Tapi saya juga tahu ini waktu yang tepat untuk pergi,” aku Pastore.
Hal serupa juga terjadi pada Edison Cavani. Datang ke Paris pada 2013, Cavani pergi dari Napoli untuk mengejarkan proyek besar bersama PSG. “Saya ingin mengucapkan terima kasih ke semua orang yang membuat kepindahan ini terjadi. PSG adalah proyek yang luar biasa,” kata penyerang Uruguay tersebut.
Selama enam tahun membela PSG, Cavani menjelma menjadi pemain paling subur yang pernah dimiliki klub. Akan tetapi kontrak Cavani tinggal menyisakan satu tahun dan PSG belum mau bicara tentang perpanjangan.
Cavani pun membuka peluang hengkang. “Saya senang di Paris. Tapi dalam sepakbola tidak ada yang tahu,” katanya. Menurut rumor yang beredar, Cavani akan digunakan PSG sebagai alat tukar penyerang Inter Milan, Mauro Icardi.
Inter sendiri memiliki ketertarikan pada Cavani jauh sebelum jasanya didekati PSG. “Kami melakukan negosiasi dengan Inter pada 2010. Namun mereka memiliki Samuel Eto’o dan Diego Milito di lini depan. Akhirnya kami memilih Napoli meski gaji yang ditawarkan lebih rendah dari Inter,” aku mantan agen Cavani, Claudio Anellucci.
Dari sekian banyak pemain yang dijanjikan gelar Liga Champions oleh PSG, Thomas Meunier mungkin paling bisa menggambarkan kejenuhan di Paris.
“Saya senang Meunier memilih PSG. Dia juara bersama Club Brugge dan status sebagai pemain tim nasional membuat banyak kesebelasan mengincarnya. PSG adalah pilihannya dan itu membuktikan ambisi besar dalam diri Meunier,” kata Al Khelaifi.
Membela PSG selama tiga musim, Meunier selalu mempertahankan ambisi Liga Champions Les Parisien. “Saya masih lapar seperti sebelumnya, tetap positif. Kami ingin melangkah jauh di Liga Champions. Tetapi bila gagal, masih ada target lain juga yang harus dipenuhi,” kata Meunier.
Meunier Kepanasan di Paris
Foto: Futbol Times
Meskipun mengaku optimis, ia juga sadar bahwa 2018/2019 adalah kesempatan terakhir PSG. “Andai kami tersingkir dari Liga Champions, itu akan menjadi mimpi buruk,” aku Meunier. “Publik mungkin mengatakan peluang kami untuk menjadi juara lebih terbuka di Europa League. Tapi di sana juga diisi kesebelasan berkualitas seperti Chelsea dan Arsenal. Akan tetap saja sulit,” lanjutnya.
Disingkirkan Manchester United di babak 16 besar Liga Champions 2018/2019. Meunier pun gerah. “Manajemen bergerak terlalu lama mengurus kontrak saya. Saya paham ada hal lain yang perlu dilakukan sehingga masalah ini ditunda. Akan tetapi tak ada kejelasan. Sepertinya mereka sudah memberikan pesan yang jelas,” kata Meunier.
“Saya tidak ingin mengakhiri kisah di PSG dengan cerita buruk. Masih ada satu tahun lagi dalam kontrak. Tapi saya juga mendapat tawaran dari berbagai kesebelasan lain. Saya tak pernah menutup mimpi untuk bermain di Premier League,” lanjutnya.
Manchester United, Everton, Arsenal, dan Chelsea disebut sedang memperebutkan jasa Meunier. PSG akhirnya ikut membukakan pintu untuk Meunier. Uang 30 juta euro disebut menjadi dana yang diminta Les Parisien pada para peminat jasa Meunier.
Menurut Foot01, dengan kontrak yang menggantung, mustahil Meunier akan bertahan di PSG. “Dia terlalu pintar untuk memilih bertahan di PSG,” tulis mereka.