Mungkin tidak ada yang menyangka sebelumnya jika AS Roma tampil jauh dari kata bagus di musim ini. Minimal jika berkaca pada performa mereka di musim lalu di Serie A, Roma cukup diperhitungkan sebagai tim yang menonjol performanya.
Musim lalu Serigala Ibu Kota finis di posisi ketiga klasemen akhir Serie A dengan statistik 23 kali menang, 8 kali imbang, dan 7 kali kalah. Total mereka mengumpulkan 77 poin, 5 poin lebih banyak ketimbang pesaing utama mereka Inter Milan di posisi keempat.
Belum lagi ketika mereka sukses menampilkan permainan impresif di ajang Liga Champions musim lalu. Seperti diketahui, klub yang bermarkas di Stadio Olimpico berhasil menjungkalkan Barcelona di babak perempatfinal leg kedua dengan skor 3-0, padahal di leg pertama Roma ditebas 1-4 (agregat 4-4, Roma lolos berkat gol away).
Harapan dan ekspektasi yang tinggi tentu disematkan oleh para tifosi. Apalagi sebelum musim ini dimulai, Serigala Ibu Kota juga memboyong beberapa nama yang bisa dikatakan bukan pemain kelas ecek-ecek.
Steven Nzonzi, Javier Pastore, Justin Kluivert, hingga Davide Santon diboyong ke Olimpico untuk mengarungi musim ini. Belum lagi striker muda Patrik Schick dan kiper Swedia Robin Olsen yang juga dibeli pada jendela transfer musim panas ini.
Total dana yang dirogoh oleh klub yang identik dengan warna jersey coklat tersebut untuk transfer musim panas saja yakni 125 juta euro atau setara dengan Rp2 triliun. Angka yang cukup fantastis, apalagi jika dibandingkan dengan periode transfer yang sama di musim lalu yang hanya menyentuh angka 83.4 juta euro, atau sekiraRp1,3 triliun.
Belum lama ini tepatnya akhir pekan kemarin, Roma mengakhiri paceklik kemenangan di tiga laga Serie A. Menghadapi Genoa, anak asuh Eusebio Di Francesco sukses meraup tiga poin penuh. Namun, permainan Roma yang begitu buruk pada laga tersebut banyak mendapatkan cemoohan. Roma sendiri masih tertahan di posisi 7 dengan raihan 24 poin saja.
Sebenarnya apa permasalahan yang dihadapi Roma? Bisa jadi salah satu faktor yang memengaruhi adalah lambannya adaptasi para pemain anyar dengan pola strategi dan takti yang diterapkan oleh Di Francesco.
Hal itu menyebabkan kikuknya permainan Roma di paruh pertama musim Serie A ini. Ambil contoh saja Patrik Schick yang sudah dimainkan 15 kali namun hanya mampu menyumbangkan sebiji gol saja. Striker asal Ceko tersebut bisa dikatakan gagal menjalankan peran sebagai pelapis striker utama mereka, Edin Dzeko.
Justin Kluivert yang penampilannya begitu dinanti sejak pramusim juga belum menunjukkan kontribusi signifikan, setidaknya secara statistik. Sejauh ini winger asal Belanda sudah tampil 11 kali di Serie A dan hanya membukukan 1 gol dan 3 assist.
Setali tiga uang dengan Kluivert, Javier Pastore yang juga diharapkan bisa menambah daya gedor Roma belum menunjukkan keganasannya. Kendati pernah bermain di Serie A bersama Palermo, Pastore mungkin harus kembali beradaptasi lagi dengan flow Serie A saat ini setelah cukup lama bermain untuk Paris Saint-Germain.
Menurunnya performa bintang yang musim lalu tampil impresif juga jadi salah satu faktor. Edin Dzeko yang musim lalu begitu ditakuti karena kemampuan mencetak golnya, musim ini performanya sedikit mengecewakan.
Dari 13 laga yang ia sudah jalani di Serie A, pemain yang pernah membela Manchester City tersebut baru membukukkan 2 gol saja. Menurunnya performa sang pemain tentunya turut berpengaruh kepada penampilan Roma musim ini.
Pendukung Roma juga curiga adanya blunder manajemen dalam mengelola klub. Banyaknya pemain kunci yang dilepas pada bursa transfer musim panas dinilai sebagai kesalahan yang turut memengaruhi performa Roma musim ini. Kevin Strootman dijual ke Marseille, Alisson Becker didepak ke Liverpool, dan Radja Nainggolan yang dilego ke Inter Milan.
Rumor menyebutkan Cengiz Under juga kemungkinan bakal dijual oleh klub, sejauh ini Bayern Munich jadi yang terdepan untuk mendapatkan pemain muda asal Turki tersebut. Lantas, bisakah Roma bangkit dari keterpurukan musim ini?