Ketika pertama kali direkrut pada awal musim 2018/2019, Marina Granovskaia, Direktur Chelsea, mengungkapkan bahwa Sarri akan membawa filosofi sepakbola menyerang di Chelsea. Sesuatu yang memang lama hilang di klub asal London tersebut.
“Napoli di bawah asuhan Sarri memainkan sebuah sepak bola yang paling menarik di Eropa. Dia membuat orang-orang terkesima akan pendekatan yang dia lakukan dan dinamisnya penyerangan Napoli. Metode pelatihan yang dia terapkan akan membuat pemain berkembang,” ujar Granovskaia.
Jika menilik perjalanan Chelsea di awal musim 2018/2019, apa yang diucapkan oleh Granovskaia itu memang benar adanya. Dalam 12 laga awal Premier League 2018/1919, Chelsea sama sekali tidak tersentuh kekalahan–bersama Liverpool dan Manchester City–dengan torehan 8 kali kemenangan dan 4 kali hasil imbang.
Bukan cuma itu, jika melihat statistik permainan Chelsea, mereka jadi salah satu tim yang paling dominan dalam segi penyerangan. Total 55 gol sudah mereka cetak di Premier League sejauh ini, menjadikan mereka tim keenam dengan catatan gol terbanyak di PL. Mereka hanya kalah dari Tottenham Hotspur, Manchester United, Arsenal, Liverpool, dan Manchester City dalam urusan mencetak gol.
Sedangkan dari aspek penyerangan yang lain, Chelsea menorehkan keunggulan. Rataan tembakan per laga mereka jadi yang tertinggi kedua di Premier League, dengan torehan 16,1 tembakan per laga. Hal yang sama juga berlaku dengan catatan persentase penguasaan bola per laga (61,1%) dan catatan persentase umpan sukses per laga (87,9%) yang merupakan tertinggi kedua di Premer League.
Segala catatan ini belum ditambah dengan catatan rataan dribel per laga mereka yang mencapai angka 11,4, tertinggi di antara kontestan Premier League yang lain. Melihat semua catatan tersebut, tak bisa ditampik bahwa Sarri sudah mengubah Chelsea jadi tim yang lebih menyerang. Ia sukses mengubah imej Chelsea yang lekat dengan parkir bus dan sistem pertahanan grendel.
Tapi, mengapa sampai saat ini Chelsea gagal bersaing dengan para klub-klub besar Premier League yang lain? Kenapa mereka kerap terlempar dari zona empat besar Premier League?
Alasan Sarri Sulit Berkembang di Chelsea
Sarri bukanlah pelatih kacangan. Ketika menangani Napoli, ia sukses mengubah Partenopei menjadi tim dengan daya serang mumpuni. Sejak melatih Napoli pada musim 2015/2016 sampai 2017/18, ia kerap membawa klub asal kota Naples tersebut jadi penantang Juventus dalam meraih gelar Serie A.
Di bawah asuhannya pula, pemain-pemain macam Jorginho, Allan, Kalidou Koulibaly, Marek Hamsik, Jose Callejon, Lorenzo Insigne, Dries Mertens, juga Gonzalo Higuain, mekar bakatnya. Mereka menjadi pemain dengan kemampuan menyerang apik, sekaligus jadi tulang punggung permainan Napoli.
Namun, minusnya, pria yang juga pernah jadi bankir itu tak pernah menyumbangkan satu gelar pun untuk Napoli. Selama tiga musim menangani Napoli, Sarri harus puas berada di bawah bayang-bayang Massimilliano Allegri yang acap membawa Juventus juara Serie A.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Itu berkaitan dengan apa yang terjadi di Chelsea sekarang, tempat ia melatih.
Sarri adalah pelatih yang keras kepala. Ke-keras-kepala-annya ini bisa terlihat dari caranya menerapkan taktik. Ketika skema dasar 4-3-3 dasar andalannya buntu, ia enggan melakukan modifikasi. Ia akan terus menyerang, dan hal inilah yang kerap dimanfaatkan lawan. Hal ini juga yang jadi pertanyaan di benak setiap suporter Chelsea.
Awalnya, kepercayaan memang mutlak diberikan kepada Sarri, menyusul berbagai hasil positif yang Chelsea raih. Namun, seiring berlangsungnya liga, kepercayaan itu mulai luntur karena Chelsea kerap meraih hasil buruk. Hasil-hasil buruk itu kebanyakan hadir di putaran kedua, termasuk ketika mereka dibantai Manchester City 0-6 dan kalah dari 0-2 dari Arsenal.
Tapi, menyalahkan Sarri seorang memang bukanlah hal bijak. Ia memang keras kepala, dan beberapa media Inggris menyebut sifatnya ini membuatnya gagal mengontrol ruang ganti. Para pemain kerap tidak sepaham dengan keinginan Sarri, sehingga hasil buruk menjadi sesuatu yang tak bisa dihindari.
Namun, melihat performa dari para pemain Chelsea sendiri, tampak bahwa mereka masih terbawa oleh bayang-bayang masa lalu. Sebelum Sarri datang, para pemain Chelsea sudah terbiasa dengan pelatih bergaya pikir defensif, seperti Antonio Conte atau Jose Mourinho. Mereka jadi lebih paham caranya bertahan dibandingkan menyerang secara kreatif.
Dalam beberapa permainan Chelsea, hal itu tampak. Ketika diharuskan buat menyerang dan menekan lawan, mereka seperti kebingungan. Aliran bola hanya mentok di situ-situ saja, kiri ke kanan, ke kiri, ke kanan lagi, tanpa masuk ke kotak penalti. Belum lagi, mereka terlalu mengandalkan kemampuan individu Eden Hazard.
Oh ya, sebagai catatan, Hazard menjadi salah satu pemain yang berkembang di bawah Sarri. Kebebasan ketika menyerang yang diberikan, membuatnya menjadi pemain dengan catatan menyerang apik. Total, ia sukses menorehkan 14 gol, 12 asis, rataan tembakan 2,5 kali per laga, rataan umpan kunci 2,6 kali per laga, serta rataan dribel sebanyak 3,3 kali per laga.
Selain Hazard, ada juga nama N’Golo Kante yang jadi lebih fasih dalam menyerang. Dengan posisinya yang sebagai gelandang tengah, ia sukses mencetak 3 gol dan 4 asis. Beberapa pemain, di bawah asuhan Sarri, memang berkembang sedemikian rupa. Namun tetap saja, ada semacam gaya berpikir yang harus diubah oleh Sarri dari para pemain Chelsea.
Untuk mengubah gaya berpikir yang sudah tertanam selama bermusim-musim ini, tentu Sarri membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Apalagi, mungkin ada beberapa pemainnya di skuat ini yang tidak masuk dalam skemanya.
Bisakah Sarri melakukan itu?
Mengubah Wajah Chelsea
Dengan kapabilitasnya sebagai pelatih, peraih gelar Pelatih Terbaik Serie 2016/2017 ini tentu bisa mengubah gaya berpikir para pemain Chelsea. Meski membutuhkan waktu lama, asal dibarengi dengan komunikasi yang baik serta pendekatan yang tepat, hal itu bisa dilakukan.
Jika itu terjadi, maka wajah Chelsea akan benar-benar berubah. Chelsea yang defensif akan menjelma jadi tim proaktif, penuh inisiatif, serta lihai dalam membongkar pertahanan lawan. Meski mungkin tidak akan sama seperti Napoli, setidaknya nafas menyerang Chelsea akan jadi lebih kuat dibandingkan nafas bertahannya.
Namun, Sarri patut waspada. Chelsea adalah tim yang tak segan memecat pelatih yang tidak berprestasi. Mereka seolah tak memberikan waktu bagi para pelatih gagal itu untuk berproses. Sejak era Roman Abramovich, kursi kepelatihan Chelsea memang dikenal panas. Sudah banyak pelatih hilir-mudik duduk di kursi kepelatihan Chelsea.
Akankah Sarri mampu bertahan? Akankah juga ia dipertahankan dan diberikan kesempatan berproses? Apalagi bursa transfer musim panas 2019, tempat merekrut pemain pilihan sudah di depan mata. Ya, semoga saja Sarri tidak dipecat, dan kita mungkin akan melihat Chelsea yang lebih kreatif dan menyengat di musim depan.