Tiga musim ditangani oleh Maurizio Sarri, dalam tiga musim itulah Napoli bermain jauh lebih menyenangkan ketimbang tim-tim Serie A lainnya. Satu cacat terbesar Napoli di era Sarri jelas adalah gelar juara. Lagi-lagi mereka kehabisan bensin sampai akhirnya ditikung oleh Juventus menjelang musim berakhir.
Meski Rafael Benitez dan pelatih sebelumnya yang menanam fondasi di Napoli sebelum era Sarri, namun penyempurnaannya jelas Sarri lah yang berbuat banyak untuk Napoli meski tanpa pemain-pemain kelas wahid. Pep Guardiola saja mengakui bahwa Napoli-nya Sarri adalah tim terbaik yang pernah ia hadapi sepanjang karir kepelatihannya.
“Sarri adalah salah satu yang terbaik. Seringkali kita menilai orang dari apa yang ia menangkan (gelar), namun sepakbola yang dimainkan oleh Napoli musim ini (2017/18) adalah hal yang luar biasa. Ia bekerja dengan sangat baik dan melihat Napoli bermain adalah sebuah pertunjukan. Jika ia (Sarri) datang ke Premier League, maka sebuah kebanggan bisa melawan dirinya,” ungkap Pep Guardiola.
Pertemuan Dua Pelatih Menyerang
Keinginan Pep akhirnya tercapai. Sarri resmi menangani tim Premier League Inggris dan Chelsea menjadi destinasi dari pria yang tak pernah menjadi pemain sepakbola profesional tersebut. Pertemuan dirinya dan Pep, antara Chelsea dan Manchester City, seharusnya akan menjadi pertunjukan dua kubu sepakbola menyerang.
Permainan Napoli yang banyak diklaim mirip dengan Barca era Guardiola tersebut memang sama-sama menawarkan sepakbola menyerang dan menekan dengan kerjasama tim yang cukup padu. Salah satu inovasinya yang kerap diterapkan adalah pemanfaatan sisi buta dari pemain dan melemahkan gelombang tekanan lawan dengan upaya mental overload.
Betul memang permainan Napoli banyak mengalirkan operan-operan pendek akurat. Statistik sepanjang musim 2016/2017 dan 2017/2018 saja membuktikan bahwa Il Partenopei merupakan tim dengan penguasaan bola terbesar di Italia dengan 59% dan 60,3% serta akurasi paling tinggi dengan 87,2% dan 87,7% menurut laman Whoscored.
Namun operan pendek tersebut bukannya tanpa arti. Lini tengah Napoli yang dikomandoi oleh Jorginho, Allan, serta Marek Hamsik, memang berkontribusi banyak dalam fase build-up yang cukup terstruktur dari Napoli.
Pemanfaatan sisi buta dari pemain lain ini kerap diterapkan oleh Jorginho untuk merusak gelombang pressing lawan. Ia bergerak di antara gelandang dan belang penyerang untuk tiba-tiba muncul menerima bola.
Tak hanya Jorginho, upaya membuat diri ‘menghilang’ dari penjagaan ketat lawan kerap juga dilakukan oleh Insigne dan Callejon. Sebagai penyerang sayap, mereka tak segan untuk mencari bola dan membuka ruang untuk rekannya yang lain.
Selain itu, istilah mental overload juga digunakan oleh beberapa analis yang mengasosiasikan pressing Napoli asuhan Sarri ini.
Singkatnya dengan keunggulan jumlah pemain di area tertentu, pemain Napoli mencoba merusak konsentrasi dan mental lawan dengan operan-operan yang cepat dan memiliki bentuk segitiga sebagai akses untuk melakukan progresi bola ke area pertahanan lawan.
Maka tak mengherankan jika Sarri jarang melakukan perubahan ekstrim karena ia sudah mempunyai sistem tersendiri terutama dengan skema 4-3-3 kesukaannya
Penjabaran tersebut memang berjalan mulus bersama Napoli, dan pertanyaannya kapan kita akan mulai bisa menikmati ‘klik-nya’ Chelsea era Sarri ini?
“Selama orang-orang di Chelsea tetap memberikan dukungan, sedikit sabar dengan Sarri, saya yakin mereka akan mendapatkan apa yang diharapkan,” kata Gianfranco Zola, legenda Chelsea yang kini menjadi asisten Sarri di The Blues.
“Saya suka cara tim asuhan Sarri bermain sepak bola. Mereka sangat terorganisir, sangat bagus dalam bertahan, tetapi juga memainkan sepak bola yang sangat baik. Saya selalu menyukai pelatih yang mempromosikan sepak bola jenis ini,” lanjutnya.
Memanfaatkan Sumber Daya Chelsea
Secara sumber daya manusia dan sumber daya dana, Chelsea jelas jauh di atas Napoli. Jika Sarri menginginkan pemian yang sesusai dengan sistem yang ia anut, maka tak sulit bagi Chelsea untuk mendatangkannya. Sebagai contoh, anak buahnya di Napoli, Jorginho, kini ia mengikuti jejak sang pelatih hingga ke Chelsea.
Namun meski sumber daya-sumber daya tersebut terlihat melimpah, akan tetapi tak mudah untuk Sarri langsung memahai sulitnya melawan tim Premier League Inggris yang karakternya berbeda dengan tim Serie A Italia. Bersama Napoli, ia setidaknya butuh satu musim agar Il Partenopei terlihat menyenangkan untuk disaksikan. Bersama Chelsea? Mungkin bisa lebih cepat, mungkin bisa lebih lambat. Namun ekspektasi satu musim penyesuaian dirasa cukup untuk Sarri mengubah konsensus umum tentang Chelsea yang kerap bermain membosankan.
Mempunyai pemain seperti N’golo Kante, Cesc Fabregas, Alvaro Morata, Pedro Rodriguez dan Eden Hazard (jika ia tak jadi pindah ke Madrid, tentu saja) jelas keuntungan mengingat sebagian besar pemain tersebut pernah terlibat dalam gaya sepakbola menyerang terutama dari alumni Barca dan tim nasional Spanyol. Proses adaptasi seharusnya bisa lebih cepat dari satu musim mengingat Jorginho pun diboyong satu paket ke Stamford Bridge.
Oleh karena itu, ekspektasi kita dan kalian para penggemar Chelsea boleh saja tingg, namun jangan lupakan bahwa Pep Guardiola saja yang sama-sama dianggap menganut sepakbola menyerang seperti Sarri pun harus berpuasa dan beradaptasi selama satu musim awal untuk memahami bagaimana cara sepakbola di Inggris bekerja.