Sudah sewajarnya jika sebuah kesebelasan bermain tidak sesuai ekspektasi, para penggemar akan menunjukkan kekecewaannya. Lalu, jika dibiarkan terus menerus bermain buruk, rasa kecewa tersebut berangsur-angsur akan berubah menjadi kebencian. Sehingga boleh dikatakan bahwa seorang fans sepakbola tidak hanya punya hak untuk mencintai, namun juga punya hak untuk membenci.
Hal ini juga senada dengan yang terjadi di Asosiasi Sepakbola Inggris atau FA. Dilansir dari harian ternama Inggris, The Telegraph, Martin Glenn (Ketua FA) mengatakan bahwa para pendukung setia The Three Lions mempunyai hak membenci atau marah tersebut setelah Timnas Inggris harus tersingkir di Piala Eropa 2016 dari Islandia.
Seperti kita tahu Inggris ditekuk Islandia 1-2, pada babak 16 besar dua tahun yang lalu. Meski sempat unggul lebih dahulu dari gol penalty eks kaptennya, Wayne Rooney, Inggris harus mengakui kehebatan tim kuda hitam tersebut.
Meski selalu dianggap yang dominan dalam urusan kompetisi liga domestik, jika sudah memasuki laga internasional Inggris bukanlah tim yang sering diunggulkan. Namun, masih dari sumber yang sama, Glenn baru-baru ini mengklaim bahwa manajer Timnas Inggris, Gareth Southgate sedikit demi sedikit berhasil menanggulangi kebiasaan kekalahan tersebut.
Lebih lanjut lagi bahkan Glenn berjanji kepada publik bahwa The Three Lions tidak akan mengalami kekalahan yang memalukan lagi di kompetisi yang akan datang, yaitu Piala Dunia 2018 di Rusia.
“Kekalahan melawan Islandia itu memalukan. Kami harus belajar dari pertandingan tersebut. Sekarang kami sudah belajar dari pengalaman tersebut dan kami akan lebih baik lagi ketika di Rusia,” tutur Glenn sesaat sebelum Inggris berhadapan dengan Slovenia di laga lanjutan kualifikasi Piala Dunia, Kamis (5/10) lalu.
Peristiwa di Stade de Nice tersebut tampaknya berbekas sangat dalam bagi setiap insan sepakbola di Inggris. Bahkan Glenn sendiri mengatakan bahwa ada kemarahan yang sangat besar kepada institusi FA pada saat itu.
“Di situasi seperti itu, jelas ada kemarahan yang nyata. Kamu marah dan ketika kamu marah, kamu ingin menyalahkan seseorang. Lalu orang yang tepat untuk disalahkan adalah FA, karena kami yang bertanggungjawab untuk Timnas Inggris.”
“Jadi sangat dimengerti bahwa saat itu orang-orang sangat marah. Namun yang terpenting saat ini adalah kita belajar dari kejadian di Piala Eropa, bahwa secara psikologi saat itu kami tidak mendukung secara kuat timnas senior,” jelas Glenn.
Urusan psikologis yang dimaksud oleh Glenn adalah mental para penggawa Timnas Inggris yang tak cukup kuat menghadapi laga di kelas Internasional. Lantaran tidak banyak pemain asal Inggris yang bermain di luar negeri.
“Pesepakbola Inggris tidak sering berpergian, dalam artian mereka tidak banyak yang bermain di luar negeri. Sehingga wajar bahwa mereka merasa asing dengan suasana laga internasional. Jadi para pemain kita sangat rentan.”
“Memang kami sadar bahwa mental kuat tersebut tidak bisa dibangun dalam semalam, kita harus bekerja untuk mendapatkan itu. Kami mengakui bahwa itu (Euro 2016) adalah kegagalan dan harus kita tanggulangi. Saat ini kami sedang membangun mental tersebut.”
Pernyataan Glenn bahwa Inggris sudah menanggulangi masalah mental tersebut dikuatkan dengan performa Timnas Inggris U-20 yang berhasil menjuarai Piala Dunia pada musim panas lalu. Menurut Glenn, performa tersebut adalah buah dari kerja keras FA selama ini.
“Kami menang Piala Dunia U-20 musim panas lalu, saat bermain di luar Inggris, yaitu di Korea dan Jepang selama 35 hari. Mereka menjadi kuat seiring berjalannya waktu, para staf kami adalah kelas dunia, dan terus sampai final. Hal ini jua terjadi untuk timnas perempuan kami yang masuk di semi final Euro.”
“Segala kesuksesan tersebut tidak terjadi secara mudah. Kamu harus membangun pengalaman bermain di suasana yang asing dan itulah yang kami lakukan saat ini,” terang Glenn.
Dua contoh yang dibawa Glenn memang cukup meyakinkan, namun untuk timnas senior tampaknya masih harus diperjuangkan kembali. Walau Inggris berhasil mengalahkan Slovenia 1-0 di laga lanjutan kualifikasi Piala Dunia, harus diakui The Three Lions kesulitan mencetak gol. Di mana gol semata wayang Harry Kane tersebut baru bisa dicetak pada menit ke-93 pertandingan.
Sehingga hak untuk membenci The Three Lions tampaknya masih akan terus menghantui Asosiasi Sepakbola Inggris.
Bagaimana Menurut Anda?
Sumber: The Telegraph