Siklus Djadjang Nurdjaman yang Bisa Berbahaya untuk Persebaya

Foto: Persebaya.id

Tulisan ini tidak akan membicarakan soal keberhasilan Djadjang Nurdjaman mengangkat performa Persebaya. Malah, tulisan justru akan meramalkan bagaimana masa depan Djadjang nantinya bersama Persebaya.

Seperti yang kita tahu, saat ini Persebaya sedang mengalami tren positif di ajang Go-Jek Liga 1 2018. Saat ini, mereka nangkring di urutan keenam klasemen sementara Liga 1 2018, dengan raihan 13 kemenangan, 8 kali hasil imbang, dan 11 kali kalah. Tidak cuma itu, mereka juga berpeluang untuk menduduki posisi lima besar di akhir musim nanti, jika di dua laga terakhir menghadapi PSMS dan PSIS, mereka mampu raih hasil positif.

Catatan redaksi: Persebaya dibantai 0-4 oleh PSMS Medan

Di balik apiknya penampilan yang ditunjukkan oleh Persebaya ini, banyak yang menyebut bahwa ada nama Djadjang Nurdjaman. Djadjang dianggap mengangkat performa Persebaya yang, ketika dia baru pertama kali ditunjuk sebagai pelatih, masih berada di papan tengah menuju ke bawah Liga 1 2018.

Sekarang, berkat tangan dingin Djadjang yang mulai menukangi Persebaya per akhir Agustus 2018, Persebaya sukses meraih 7 kali kemenangan, sekali hasil imbang, dan 4 kali kalah. Djadjang mulai dielu-elukan (lagi), dan dia membeberkan alasannya kenapa dia mampu memperbaiki penampilan Persebaya sejauh ini.

“Saya dan para pemain sudah sama-sama saling tahu. Mereka tahu kemauan saya dan saya tahu kelebihan pemain, Sehingga akhirnya sudah ketemu ritme dan sentuhan yang tidak akan diubah drastis,” ungkap Djanur dilansir situs resmi Persebaya.

Namun, di tengah cerah yang sekarang menaungi Persebaya, perlu diingat bahwa Djanur memiliki sebuah siklus tersendiri dalam karier kepelatihannya. Kira-kira, siklus seperti apakah itu?

Siklus Djanur

Jika boleh memutar balik waktu, siklus Djadjang Nurdjaman ini dimulai setelah ia membawa Persib menjuarai dua kompetisi dalam waktu yang berdekatan: Liga Super Indonesia 2014 dan Piala Presiden 2015. Pada kurun masa tersebut, Djanur dipuja bak dewa oleh segenap pendukung Persib. Dia menjelma mite, karena dia sukses memutus mitos yang menggelayut di Persib sejak 1994.

Lepas dari Persib pada 2015, dia pamit untuk ke Italia. Ceritanya, dia akan belajar ilmu kepelatihan langsung di akademi Inter Milan. Hal ini bisa terlaksana berkat kedekatan Erick Thohir, Glenn Sugita, dan juga para petinggi klub Inter. Usai dari Italia, sempat dia kembali ke Persib pada 2016, lalu kemudian pergi lagi ke Thailand pada Januari 2017 untuk mengejar lisensi A AFC.

Di sinilah kisah unik itu dimulai. Pada 2016 silam, atau saat Indonesia menggelar liga bernama Indonesia Soccer Championship, Djanur kembali ke ‘Maung Bandung’ menggantikan Dejan Antonic yang dianggap tidak becus menangani tim. Singkatnya, Djanur mampu mengangkat performa Persib dan membawa Persib mengakhiri ISC 2016 di posisi kelima.

Lalu, dia mengambil lisensi A AFC ke Thailand. Jelang Liga 1 2017, dia kembali lagi ke Persib dan menjadi pelatih. Dengan lisensi yang dia punya, juga pengalamannya membawa Persib juara Liga Super Indonesia 2014, Persib akan mampu bicara banyak di liga resmi yang pertama kali digelar usai PSSI lepas dari sanksi FIFA. Namun, ekspektasi nyatanya tidak sesuai realita.

Di pertengahan kompetisi, Djanur malah memutuskan hubungan dengan Persib. Selain karena anjloknya performa Persib, faktor keinginan Djanur untuk beristirahat membuatnya menepi untuk sementara. Digantikan oleh Emral Abus, Persib pun hanya mengakhiri Liga 1 2017 di posisi yang kurang memuaskan: posisi ke-13 dengan raihan 41 poin dari 34 laga.

Tapi, perjalanan Djadjang Nurdjaman sebagai pelatih belum usai. Setelah rehat, dia kembali menangani tim. Kali ini, di akhir 2017, PSMS Medan menjadi tujuan pelatih kelahiran Majalengka tersebut. Kala itu, tim ‘Ayam Kinantan’ sendiri sedang berjuang untuk lolos ke Liga 1 2018. Mereka pun lolos setelah menjadi “runner-up” Liga 2 2017, kalah dari Persebaya di partai final.

Berkat prestasinya ini, Djanur pun dipertahankan oleh manajemen PSMS. Namun, apa daya, dia gagal membawa PSMS bicara banyak di ajang Liga 1 2018. Per Juli 2018, dia dipecat oleh manajemen karena hanya sukses membawa PSMS menorehkan 15 poin dari 15 laga. Djanur kembali masuk masa rehat di pertengahan Liga 1 2018.

Nah, memasuki Agustus 2018, atau saat Liga 1 2018 sudah masuk putaran kedua, Djanur kembali menangani tim. Persebaya menjadi tujuan Djanur selanjutnya, usai tim ‘Bajul Ijo’ memutus hubungan dengan Angel Alfredo Vera, pelatih yang membawa mereka ke Liga 1 2018. Bersama Persebaya, kita bisa melihat sejauh mana kiprah Djanur sejauh ini. Total 7 kemenangan, sekali imbang, dan 4 kali kalah dari 12 laga jelas bukan catatan kaleng-kaleng.

Namun, dari penjelasan di atas, dapatkah Anda melihat sebuah pola tertentu?

Naik Turun Djadjang Nurdjaman

Jika Anda cermat, dari penjabaran di atas, ada sebuah pola unik yang terjadi dalam karier kepelatihan Djanur setelah membawa Persib juara liga pada 2014 dan Piala Presiden pada 2015. Ya, ada semacam “roller-coaster” yang menjadi ciri khas dari karier kepelatihan pelatih yang pernah membela Persib semasa jadi pemain ini.

Pada dasarnya, Djadjang Nurdjaman adalah pelatih ‘tengah musim’, jika menilik perjalanannya sejak 2016 sampai 2018 sekarang. Pada 2016, dia mampu membawa Persib tampil apik saat masuk jajaran kepelatihan di tengah musim. Hal sama juga terjadi di PSMS, saat dia mampu mengantarkan tim asal Medan itu jadi “runner-up” Liga 2 2018.

Nah, sekarang, situasi serupa terjadi lagi. Menjadi pelatih Persebaya tengah musim, Djanur berhasil membawa Persebaya tampil apik sampai pekan 32 Liga 1 2018. Bisa saja, Djadjang Nurdjaman memenuhi target membawa Persebaya mengakhiri musim di posisi lima besar. Aura positif yang sedang menaungi Persebaya, plus lawan Persebaya di dua laga terakhir, cukup menjadi jaminan.

Namun, untuk musim depan, jikalau Djadjang Nurdjaman masih jadi pelatih Persebaya, akankah dia mengulangi kisah yang dia alami saat di Persib 2017 dan PSMS 2018 kemarin? Apalagi, sejarah selalu memiliki tempat, waktu, dan peluang untuk kembali terulang, jika kita tidak mawas diri dan berkaca dari kejadian masa lampau yang sudah terjadi.