Sudah Saatnya Kembali Melirik Timnas Belanda

Setidaknya, ada dua momen kala Timnas Belanda dilirik oleh dunia. Pertama, momen itu hadir pada Piala Dunia 1974. Ketika itu, berhiaskan gubahan taktik “totalvoetbal” Rinus Michels dan dijalankan dengan apik oleh maestro bernama Johan Cruyff, Belanda menggebrak dunia lewat permainan sepakbola indah nan bertenaga. Sayang, gelar juara tidak jatuh pada mereka, melainkan ke tangan tetangga yang kini jadi rival abadi mereka, Jerman.

Kedua, ketika Piala Dunia 2010. Timnas Belanda yang tidak diunggulkan, nyatanya mampu menembus babak final lewat strategi permainan fisikal a la Bert van Marwijk. Dimotori Wesley Sneijder, yang juga sukses meraih treble bersama klubnya kala itu, Inter Milan, mereka berhadapan dengan Spanyol di final. Sayang lagi, di bawah cengkraman permainan “tiki-taka” Spanyol, mereka gagal meraih trofi (lagi).

Mungkin sebenarnya banyak momen ketika Belanda, seharusnya, dapat menggenggam trofi utama di sebuah turnamen internasional. Apalagi mereka banyak menelurkan talenta-talenta apik berkat pembinaan sepak bola yang baik.  Namun, apa daya, sejauh ini baru trofi Piala Eropa 1988 yang mampir di kabin trofi mereka, hasil gubahan dari trio Marco van Basten, Ruud Gullit, dan Frank Rijkaard.

Kelabu di Timnas Belanda tampak semakin tebal seusai Piala Dunia 2014, kala mereka sukses merengkuh tempat ketiga. Generasi Sneijder, Arjen Robben, serta Robin van Persie yang habis, ditambah regenerasi yang tidak berjalan maksimal di Belanda, membuat Timnas Belanda gagal tampil ciamik di laga internasional.

Alhasil, mereka pun gagal lolos ke putaran final Piala Eropa 2016 dan putaran final Piala Dunia 2018. Di babak kualifikasi Piala Eropa 2016, mereka kalah dari Republik Ceko, Islandia, dan Turki. Sedangkan di babak kualifikasi Piala Dunia 2018, Belanda kalah saing dengan Prancis (juara Piala Dunia 2018) dan Swedia.

Seiring dengan mulai muramnya sepak bola Belanda, banyak yang menyebut bahwa sekarang Belanda bukanlah kekuatan yang mesti diperhitungkan di kancah sepak bola dunia. Ditambah dengan fakta-fakta bahwa Robben, Sneijder, dan Van Persie yang tidak lagi membela Timnas, Belanda akan sulit bersaing dengan negara-negara lain di Eropa dan dunia.

Pandangan ini mungkin tidak sepenuhnya salah. Tapi, ada baiknya menilik apa yang terjadi di Timnas Belanda beberapa bulan ke belakang. Terutama, setelah Ronald Koeman mengambil tampuk kepelatihan Timnas Belanda pada Februari 2018 silam.

Timnas Belanda Bersama Ronald Koeman

Usai mengalami masa sulit bersama Guus Hiddink, Dick Advocaat, serta Danny Blind, Ronald Koeman hadir di kursi kepelatihan Timnas Belanda. Koeman mewarisi skuat yang bisa dibilang cukup compang-camping: mereka yang merasakan pedih gagal masuk putaran final Piala Eropa 2016 dan Piala Dunia  2018.

Tapi, Koeman tidak ambil pusing. Dia mewarisi skuat tersebut. Meski harus ditinggal nama-nama senior, plus mesti ditinggal oleh Bas Dost (hal ini menimbulkan penyesalan dalam diri Koeman), Koeman menangani Timnas Belanda yang sedang compang-camping tersebut. Lima laga internasional di bulan Maret sampai awal September 2018 menjadi masa ketika Koeman mengutak-atik skuat Belanda.

Dari lima laga tersebut, Belanda menorehkan hasil yang tidak terlalu buruk: kalah sekali dari Timnas Inggris, menang dua kali (salah satunya atas Portugal 3-0), dan imbang dua kali menghadapi Slovakia dan Italia. Dari lima laga uji tanding tersebut, perlahan kesepahaman antara Koeman dan skuatnya mulai terjalin.

Pada awalnya, Koeman rutin mengenakan skema dasar 5-3-2. Skema ini merupakan peninggalan dari Louis van Gaal, pelatih yang membawa Belanda juara ketiga Piala Dunia 2014. Dengan skema ini, Koeman lebih ingin memahami pemain, dan memperhatikan kemampuan para pemainnya. Pakem 5-3-2 ketika bertahan dan 3-5-2 ketika menyerang, membuat Belanda jadi tim yang lebih fleksibel dan tidak kaku.

Berkat skema ini, Koeman jadi tahu apa yang mesti dia lakukan dengan skuat. Dia juga bisa memilih pemain mana saja yang cocok dengan skuatnya kelak. Maka, memasuki September 2018, dia pelan-pelan mulai mengubah formasi menjadi formasi dasar andalan Belanda: 4-3-3. Dia mulai menggunakan 4-3-3 ketika lawan Peru, dengan para pemain yang sudah dia pilih sedemikian rupa.

Ketakutan ketika kembali ke formasi 4-3-3 Belanda akan tampil buruk, menjadi sebuah pepesan kosong. Meski bermain dengan skema 4-3-3, Belanda asuhan Koeman ini mampu tampil sebagai satu unit yang tidak kaku. Mereka kuat ketika bertahan, dan jadi menakutkan ketika menyerang. Selain mampu menyerang dengan langsung, mereka juga dapat melakukan perpindahan posisi yang cair, terutama saat menyerang.

Di sinilah peran Georginio Wijnaldum, Memphis Depay, Quincy Promes, dan dua pemain sayap (siapapun yang dipasang Koeman) terasa. Tak jarang, ketika menyerang, Belanda yang awalnya bermain 4-3-3 bisa mengubah formasi jadi 3-4-3 atau 3-5-2. Adanya sosok Ryan Babel, yang kini main di Besiktas, juga peran Wijnaldum yang lebih “box-to-box”, menambah dimensi serangan Belanda.

Berkat gubahan Koeman, tak ada lagi Belanda yang kaku. Prancis dan Jerman, dua tim kuat di Grup A UEFA Nations League, mampu mereka kalahkan dengan model permainan ini. Koeman sendiri, sebagai pelatih, mengaku terkejut akan penampilan para pemain Timnas Belanda yang sekarang berisikan para pemain yang sudah masuk usia emas.

“Sebelumnya kami sudah menunjukkan bahwa kami sudah keluar dari masa sulit, tetapi saya tidak mengira penampilan kami telah jauh lebih baik dalam 90 menit tadi. Saya juga tidak menyangka tim ini bisa begitu baik dalam membaca pertandingan. Kami menunjukkan sebuah kemajuan tersendiri,” ujar Koeman usai Belanda menang 2-0 atas Prancis, dilansir Reuters.

Dengan nama-nama macam Virgil van Dijk, Stefan de Vrij, Matthijs de Ligt, Georginio Wijnaldum, Kevin Strootman, Memphis Depay, Ryan Babel, serta Quincy Promes dalam skuat mereka, Koeman mampu melakukan banyak hal bersama skuat Timnas Belanda saat ini.

Kembali Memperhitungkan Belanda

Sekilas, penampilan Belanda selama 2018 ini yang sudah meraih 4 kali kemenangan, 3 kali hasil imbang, dan 2 kali kalah dari 9 laga internasional, bisa disebut baik. Dibandingkan dengan masa ketika mereka begitu sulit dalam bermain kala dilatih Hiddink, Advocaat, dan Blind, Belanda di bawah Koeman ini kembali kepada muruahnya sebagai tim yang andal dalam bermain cair dan tidak kaku.

Meski begitu, sebenarnya masih ada beberapa kekurangan yang bisa terlihat dari skuat Belanda sekarang. Ketiadaan gelandang yang mampu menjadi seorang “”holding”, macam Nigel de Jong di masa lalu, membuat Belanda rentan terkena serangan balik. Itu yang tampak saat Belanda dikalahkan Prancis dalam laga perdana Grup A UEFA Nations League.

Namun, melihat masih adanya waktu bagi Koeman untuk berbenah dan meracik skuat, Belanda yang sekarang memang tak boleh dianggap remeh. Dengan kualitas beberapa pemain yang mulai meningkat, terutama pemain yang main di lima liga top Eropa, serta racikan strategi a la Koeman, Belanda siap menyongsong masa depan cerah.

Oleh karena itu, selain kisah Piala Dunai 1974 dan 2010, tak ada salahnya melirik Belanda kembali kini, yang mulai kembali menunjukkan diri sebagai tim yang patut diperhitungkan di kancah sepakbola internasional.