Memahami Beban Berat Manajer Klub Sepakbola

Marco Silva, Manajer Watford, resmi dicopot dari jabatannya pasca rentetan hasil mengecewakan. Mereka hanya mengemas tujuh kemenangan dari 24 pertandingan musim ini. Silva melengkapi daftar rentetan manajer yang dipecat ditengah musim, sebelumnya Vicenzo Montella dilengserkan jabatannya di kursi Manajer AC Milan.

Pergantian manajer semakin tahun semakin sering terjadi. Bahkan seringkali manajer tersebut dipecat di beberapa pertandingan awal liga. Manajer selalu menjadi kambing hitam. Padahal, pekerjaan sebagai manajer bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan.

Sistem Manajer dalam sebuah klub sepakbola sendiri diperkenalkan sejak 1885. Tugasnya cukup mudah. Ia hanya mengatur pergantian pemain dan jersey yang akan dikenakan. Untuk urusan siapa yang bermain, semua ditentukan kesepakatan internal antarpemain yang merasa siap dimainkan. Peran manajer terus berevolusi, dimulai dari sepakbola Jerman yang mulai memperluas peran manajer untuk membentuk tim di awal 1900-an. Kini peran manajer dalam sepakbola jauh lebih kompleks.

2012 lalu, Guardiola secara mengejutkan mengundurkan diri untuk beristirahat dari sepakbola sementara waktu. “Semua tentang sepakbola, sepakbola dan sepakbola, menemui kalian (media), dan mengurusi pemain, ini sangat menjenuhkan”, kata Guardiola.

Peter Quinn dari Worldsoccertalk menjelaskan bagaimana pekerjaan manajer dalam sepakbola sangat menguras tenaga, bahkan jauh lebih melelahkan dibanding manajer dalam olahraga lain seperti NBA (basket), NFL (american football), atau MLB (bisbol).

Quinn menjelaskan beberapa kesibukan “dasar” yang harus dilakukan seorang manajer sepakbola: Mengatur tim utama, mengawasi akademi, mengurusi media, mengatur tekanan dan eksepaktasi terhadap tim, dan mengawasi pasar pemain.

Mengatur tim utama, bukanlah tugas mudah bagi manajer. Kerangka tim ditentukan di sini. Ia mesti memilih 17 pemain yang siap dimainkan dari 25 pemain yang ada. Ia juga harus menjaga agar pemain yang tidak terpilih untuk tidak kecewa, sekaligus mempertahankan harmonisasi tim.

Manajer mesti mengurus dengan baik jadwal tim yang padat, mulai dari kompetisi liga, piala domestik, kompetisi benua, dan antarbenua. Ia juga harus pintar-pintar memberi waktu libur buat pemain yang dipanggil timnasnya masing-masing.

Seorang pemain biasanya berlari 8-16 kilometer. Ini sangat menguras tenaga sehingga susunan tim harus dirotasi sesuai kebugaran pemain. Pasalnya ini juga berpengaruh pada penggunaan taktik juga melihat strategi lawan.

Akademi juga berpengaruh terhadap kelangsungan sebuah klub. Tanpa adanya regenerasi, sebuah tim tidak akan mempunyai kontinuitas dalam jangka waktu yang lama. Tugas manajer adalah memperhatikan menu latihan, melihat perkembangan tim akademi, hingga memilih pemain yang diberikan kesempatan bermain di tim utama sebagai pengalaman.

Laporan akan datang ke Pelatih Utama Akademi. Sebuah statistik diterima akan diteruskan ke manajer. Statistik ini sendiri berasal dari pengamatan ketika latihan, maupun kompetisi antarakademi. Tugas ,anajer pasca menerima laporan ini adalah menyeleksi dengan ketat dan mencoba memberikan kesempatan untuk bermain bagi beberapa talenta tersebut agar terus berkembang. Dalam kasus ini, kurang lebih Manajer akan menerima laporan dari 75-100 pemain akademi tiap musimnya.

Selain itu, manajer mesti punya kemampuan konseling seperti yang dilakukan Sir Alex Ferguson pada Ravel Morrison, ataupun Arsene Wenger kepada Cesc Fabregas kala itu yang sempat mengalami fase tidak percaya diri dengan permainannya sendiri.

Media sebagai dua sisi mata uang. Media bisa mempermudah tugas manajer dalam mengawasi tim lain, tapi juga bisa menambah tekanan dari sebuah tim. Media secara tidak langsung akan membentuk opini publik terhadap kesebelasan, pemain yang dipilih, performa seorang pemain, bisa dijadikan sorotan. Di sinilah tugas Manajer “melindungi” dan menjaga privasi dari sebuah klub.

Jose Mourinho misalnya, menjadikan psywar sebagai cara untuk melindungi pemainnya sendiri. Mou lebih suka kesalahan ditunjukkan ke dirinya daripada pemainnya sendiri, atau Ferguson yang bahkan punya kebijakan cukup ketat terhadap media, tidak boleh ada media di tempat latihan. Ferguson juga memilih dengan media mana dia akan berbicara dan tidak akan membahas taktik yang akan digunakan.

Carlo Ancelotti punya trik lain. dia lebih memilih untuk menentukan kapan pers boleh bertanya pada dirinya, atau melarang pers untuk bertanya tentang pemainnya. Ini mempermudah Ancelotti dalam mengawasi tulisan yang akan dikembangkan oleh media.

Target selalu diberikan kepada sebuah tim. Apabila itu gagal, maka tekanan akan sangat terasa. Sosok yang paling ditekan adalah manajer tim. Sudah banyak contoh manajer yang kemudian mendapat tekanan dari jajaran klub. Pemecatan pun dianggap sebagai solusi instan.

Saat ini jarang sebuah klub masih bersabar ketika target yang dibebankan sedikit meleset atau ketika tim mengalami penurunan performa. Tekanan tersebut akan sangat terasa bagi manajer.

Menurut transfermarkt, di Eropa sendiri musim lalu, terjadi setidaknya 40-an pemecatan manajer pada paruh musim. Angka yang jauh berbeda dibandingkan pada 2004 di mana setidaknya hanya 7 pergantian manajer pada tengah musim. Klub kini terkesan sangat tidak sabar terhadap sebuah hasil. Mereka mengingikan hasil instan tanpa melihat prosesnya.

Terakhir, pasar pemain adalah sesuatu yang harus diawasi oleh seorang manajer. Kebutuhan akan seorang pemain juga harus sesua budget yang diberikan oleh pihak klub. Beberapa klub yang memberikan budget yang ketat bagi seorang manajer, mengatur pembelian dan penyesuaian kebutuhan bukanlah hal mudah.

Saat ini harga pemain mulai tidak masuk akal. Ratusan juta paun kini hanya cukup mendapatkan satu pemain bintang. Hal ini kemudian mengangkat harga pemain-pemain lain meningkat jauh. Tugas manajer memilah harga yang masuk akal untuk mendapatkan pemain sesuai kebutuhan, terdengar sederhana?

Manajer juga dituntut negosiasi dengan agen pemain, meyakinkan keluarga pemain untuk pindah ke timnya, memecah konsentrasi antara tim, dan pemain incaran bukanlah hal mudah.

The Guardian pernah membuat perbandingan pekerjaan dengan intensitas kerja jantung mereka, hasilnya 5 teratas diisi oleh Dokter Bedah, Pemain Opera, TV performer, Guru, Manajer Sepakbola dan Koki, sebagai 5 pekerjaan dengan intensitas detak jantung tertinggi. Sosok manajer yang menjadi sample adalah Sam Allardyce, Big Sam, diuji detak jantungnya ketika pertandingan Sunderland melawan Bournemouth. Bayangkan detak jantung Manajer klub yang sedang menghadapi bigmatch dan tekanan yang mereka alami selama pertandingan berlangsung.

Banyak cara untuk mencoba mengurangi rasa tekanan yang dihadapi Manajer, Roy Hodgson misalnya, rutin melakukan Yoga bersama Sam Allardyce, Benitez kemudian melakukan hal yang sama. Atau Ferguson yang melihat pacuan kuda kala senggang.

Dengan cara ini, para Manajer tidak ingin seperti Gerald Houllier yang terpaksa melakukan operasi untuk membuat jantungnya bekerja lebih baik karena stres yang dialami, atau bernasib lebih tragis seperti Jock Stein yang harus merenggang nyawa di lapangan saat pertandingan, karena serangan jantung yang diterimanya.

Editor: Frasetya Vady Aditya