Andy Wilkinson mesti pensiun dini di usia 30 tahun. Bukan karena ia sudah tak punya gairah di sepakbola, tetapi karena cedera kepala yang dideritanya.
Kejadian itu terjadi di babak kelima Piala FA saat Stoke City menghadapi Blackburn Rovers pada 14 Februari 2015. Sebuah tendangan voli keras mengarah, kemudian menghajar kepala Wilkinson.
Mata pemain kelahiran 6 Agustus 1984 itu berkedip berulang kali dan perlahan pandangannya memudar. Namun, Wilkinson tetap memaksa untuk terus melanjutkan pertandingan. Pemain yang berposisi sebagai bek kanan tersebut punya sesuatu untuk dibuktikan, agar bisa bertahan di tim utama Stoke.
“Aku tak bilang pada siapapun kalau aku merasa tak enak badan. Aku berusaha untuk menyembunyikannya, tapi kemudian aku merasa sakit setelah meninggalkan lapangan,” kata Wilkinson.
Wilkinson ditarik keluar lapangan saat turun minum. Tim medis sadar kalau ia mengalami gejala gegar otak: cedera otak traumatis, yang terjadi ketika adanya sentakan di kepala atau pada tubuh yang menyebabkan otak bergerak bolak-balik secara cepat di dalam tengkorak.
Meski demikian, ia diyakinkan bahwa sebagai bek tangguh, tidak perlu ada yang harus diperhatikan. Ia pun berpikir untuk kembali berlatih di awal pekan, “Namun, seiring hari berlalu, aku menyadari seberapa seriusnya cederaku.”
Wilkinson mulai mengalami vertigo, pusing berkepanjangan yang secara rutin membuat ruangan di hadapannya, bagaikan berputar dari balik retina matanya. Ia juga mengalami masalah keseimbangan tubuh, dan serangan mual yang teratur. Kerusakan pada otaknya ditambah dengan perjuangannya untuk kemudurannya, membuatnya juga harus melatih emosi dan dirinya yang mulai depresi.
Wilkinson terbang tiga kali ke Amerika Serikat untuk mendapatkan perawatan dari para ahli gegar otak, tapi dia akhirnya sadar kalau tidak ada shiri yang bisa menyembuhkan penyakitnya.
“Mereka memberi tahuku sejak dini bahwa sangat tidak mungkin aku akan bermain sepakbola lagi, karena risiko cedera otak terlalu besar,” kata Wilkinson.
Pada Februari 2016, 12 bulan setelah ia menerima cederanya, Wilkinson dipaksa untuk pensiun. Keputusan itu menghajarnya lebih keras ketimbang tendangan voli yang membuatnya tak sadarkan diri. Saat ia tertidur di malam hari, dia sering bermimpi dirinya sedang main bola, tapi kenyataan kembali menghajarnya saat ia bangun tidur.
“Para spesialis yang pernah kutemui tidak tahu apakah aku akan pernah pulih sepenuhnya. Sudut pandang saya, di mana aku berada dalam sebuah objek, tidak benar. Penglihatan tepiku masih terdistorsi dan aku harus melakukan terapi penglihatan setiap hari. AKu punya lensa khusus untuk membantu meringankan gejala,” tutur Wilkinson.
Di era sepakbola dulu, pesepakbola sering mengeluhkan sakit kepala saat menyundul bola. Bagaimana tidak? Ia menyundul sepakbola berbahan kulit yang basah. Sementara itu, para peneliti kini percaya bahwa bola di sepakbola saat ini, yang bergerak lebih cepat di udara, bisa membuat para pemain sama-sama berisiko menderita gegar otak dan cedera otak dalam jangka panjang.
Sumber: Four Four Two.