Antonio Rudiger kembali mendapat cemoohan saat Chelsea menang atas Tottenham Hotspur Februari lalu. Cemoohan itu datang dari para suporter Spurs, yang juga sempat melecehkannya pada bulan Desember lalu. Hal inilah yang kemudian membuat bek asal Jerman itu naik pitam, dan menyebut mereka (para suporter Spurs) sebagai “orang miskin.”
Bagaimana tidak naik pitam, nyanyian “monyet” pernah terdengar dengan lantang oleh Rudiger saat Chelsea menang 2-0 di kandang Tottenham dua bulan lalu. Tapi sayangnya, baik pihak Spurs dan polisi Metropolitan tidak menemukan bukti yang mendukung terkait pelecehan terhadapnya.
Maka wajar kenapa sampai akhir pekan lalu Rudiger masih seolah menjadi target utama cemoohan para suporter Spurs. Karena di satu sisi, menurut The Guardian, beberapa suporter The Lily Whites juga menuduh mantan bek AS Roma itu berbohong. Mereka seolah tidak terima dengan klaim sepihak Rudiger tentang tuduhan rasisme nyanyian “monyet.”
Menyikapi respons suporter Tottenham tersebut, Rudiger hanya menahan emosinya. Ia kemudian menyebut jika suporter Spurs sangat menyedihkan karena merasa tidak tahu dengan apa yang telah mereka lakukan. Bagi Rudiger, jika hal ini terus dibiarkan, maka kemungkinan besar rasisme akan selalu menang.
“Menyedihkan sekali mereka itu. Saya tidak tahu mengapa mereka tidak menyadari kelkuan mereka sendiri. Mungkin itu karena saya menyuarakan tentang rasisme. Tapi jika mereka mencemooh saya karena itu, maka mereka adalah orang-orang miskin. Saya menyesal. Ini pertanda bahwa kita memiliki masalah yang sangat besar,” ujar Antonio Rudiger dikutip dari The Guardian.
“Pada akhirnya saya sendirian dalam kasus ini, karena hanya sayalah yang harus menelan kepahitan ini. Dengan kemenangan (2-1 atas Spurs) itu, saya memang merasa agak seperti ‘ya, oke’. Tapi itu juga membuat saya merasa kurang senang dengan keadaannya. Bagi saya, jika terus dibiarkan, rasisme akan selalu menang.”
Sementara itu, Rudiger sendiri tidak menyalahkan Spurs atau polisi karena menutup penyelidikan mereka pada bulan lalu. Ia hanya mempertanyakan mengapa tidak ada seorang pun dari kerumunan suporter yang mau memberikan info terkait nyanyian rasis terhadapnya.
Padahal di hari yang sama, ada seorang suporter Chelsea yang ditangkap setelah dilaporkan melakukan tindakan rasisme. Seorang suporter The Blues itu dilaporkan oleh sesama rekan suporternya sendiri karena diduga melakukan pelecehan ras terhadap penyerang Spurs Son Heung-min.
“Saya sangat berhati-hati dengan pernyataan saya sendiri. Saya tidak dalam penyelidikan. Saya bukan petugas polisi. Dan saya tidak menyalahkan mereka. Saya hanya berharap mereka melakukan pekerjaannya dengan benar. Tapi ternyata saya tidak dapat hasil apa-apa. Jujur saja, itu tidak mengejutkan. Mereka selalu lolos begitu saja. Atau kadang-kadang mereka dihukum tetapi kebanyakan mereka lolos begitu saja,” tandas Rudiger.
“Saya memang mendapat dukungan. Tapi bagi saya ini tidak cukup. Orang-orang (rasis) itu perlu dihukum. Mereka butuh pendidikan. Kita semua, bahkan Anda, gagal dalam hal ini. Jika orang mau benar-benar jujur, klub ini memiliki begitu banyak orang yang datang ke stadion. Dan dalam pertandingan di mana pelecehan ditujukan kepada saya, malah suporter Chelsea yang ditangkap.”
“Mengapa itu bisa terjadi? Karena suporter Chelsea lainnya melaporkan kalau rekannya telah melakukan tindakan rasis kepada Son Heung Min. Tapi di sisi lain, tidak ada yang terjadi meski saya sudah dilecehkan. Padahal ada banyak orang yang menjadi saksi di sekitar nyanyian rasis itu. Itulah mengapa saya katakan rasisme akan selalu menang dalam kondisi seperti ini.”
Rasisme memang menjadi satu polemik yang telah merusak sepakbola Inggris belakangan ini. Termasuk soal perlakuan rasis kepada Antonio Rudiger. Padahal sejauh ini, Rudiger sudah berbicara dengan empat jurnalis kulit putih, dan ia berbicara tentang perasaan yang dirasakan pemain kulit hitam ketika mereka dilecehkan.
Pemain berusia 26 tahun itu kemudian mempertanyakan apakah pihak berwenang sudah cukup melakukan tugasnya dalam mengatasi masalah rasisme ini. Ia berpendapat bahwa sejauh ini setiap tindakan yang dilakukan oleh pihak berwenang tidak semaksimal yang diharapkan.
“Saya tidak berusaha menyinggung perasaan, tetapi kalian (orang kulit putih) tidak akan pernah mengerti apa yang ada dalam pikiran saya saat ini. Atau pikiran pemain kulit hitam lainnya. Termasuk saya sendiri. Saya benar-benar sendirian. Sangat menyenangkan jika orang-orang berbicara untuk saya, tetapi pada akhirnya itu hanya buaian saja,” ungkap Rudiger.
“Dari segi otoritas, saya membela diri saya sendiri. Mereka (yang rasis) masih bebas di luar sana. Apakah masuk akal untuk saya bisa nyaman ketika berada di luar lapangan? Saya kira tidak. Konsekuensinya mungkin saya dicemooh lagi. Jadi apa gunanya hukum? Pada akhirnya, saya akan terus dihantui, dan semua tindakan hukum tidak semaksimal yang diharapkan.”
Catatan redaksi: kutipan dilansir dari The Guardian