Golden goal adalah sebuah sistem perhitungan gol di masa extra time ketika kedua kesebelasan yang bertemu salah satunya mencetak satu gol maka pertandingan akan berakhir. Berbeda dengan silver goal di mana meskipun satu gol tercipta pertandingan tetap berjalan, di sistem golden goal satu gol secara otomatis membuat pertandingan terakhir.
Sistem golden goal dianut secara khusyuk di beberapa pertandingan level dunia seperti Euro dan Piala Dunia. Di Piala Dunia 1998 misalnya, gol tunggal Laurent Blanc di extra time babak kedua, membawa Prancis lolos ke babak 8 besar. Sedangkan di Piala Dunia 2002, gol tunggal Ahn Jung-hwan di menit ke-117 menyingkirkan Italia dan memastikan satu tempat di babak perempatfinal Piala Dunia.
Lalu kenapa tiap satu gol tercipta pertandingan langsung dianggap selesai apabila menggunakan format golden goal? Itu karena di sistem golden goal, satu gol yang dicetak terhitung dua gol. Jadi, apabila pertandingan imbang 1-1, dan satu tim mencetak gol di babak extra time maka hasil pertandingan bukan 2-1 melainkan 3-1.
Golden goal kemudian berhenti digunakan di pertandingan profesional pada 2003. Penyebabnya, sistem golden goal dianggap tidak kompetitif untuk sebuah pertandingan sepakbola. Terlebih sistem golden goal kerap disalahgunakan.
Salah satu penyebab golden goal dihentikan penggunaannya adalah pasca kejadian di sebuah turnamen sepakbola tingkat regional bernama Caribbean Cup tahun 1994. Saat itu pesertanya adalah 22 negara di Kepulauan Karibia yang dibagi ke dalam lima grup.
Tidak ada sesuatu yang spesial selain satu pertandingan di Grup A Carribean Cup 1994. Di grup tersebut diisi oleh Barbados, Granada, dan Puerto Rico. Saat itu Barbados menghadapi Granada, dengan kondisi Barbados berada di dasar klasemen grup A, sedangkan Granada berada di posisi puncak dan hanya butuh hasil imbang atau kalah dengan selisih satu gol untuk lolos ke babak selanjutnya.
Cetak Gol Bunuh Diri untuk Menang
Barbados yang butuh kemenangan langsung tancap gas untuk mencetak gol dan mencairkan ketegangan. Barbados unggul dua gol di babak pertama dan mendominasi jalannya pertandingan sedangkan Granada lebih santai dan menyerang sesekali karena mereka yakin bisa mencetak gol di akhir pertandingan.
Barbados mencuri dua gol cepat di babak pertama. Hasrat mereka untuk lolos memang sangat besar, sehingga mereka langsung menekan dan suskes mencetak dua gol. Granada yang hanya butuh mencetak satu gol untuk memastikan diri untuk lolos memainkan tempo untuk membuat permainan lebih lambat .
Dan benar saja, Granada akhirnya sukses mencuri satu gol di menit-menit akhir pertandingan dan membuat skor menjadi 2-1 untuk keunggulan Barbados di menit ke-83. Waktu hanya menyiksakan beberapa menit jelang bubaran. Rapatnya pertahanan Granada juga membuat Barbados kesulitan untuk bisa mencetak gol tambahan, lalu di menit ke-87, pemain Barabdos memiliki ide curang namun brilian.
Gelandang bertahan Terry Sealey dan penjaga gawang Horace Stoute berinisiatif memainkan bola dan mencetak gol bunuh diri membuat kedudukan menjadi 2-2. Pemain Granada yang kebingungan tidak mengetahui ada rencana apa dibalik gol bunuh diri tersebut dan melanjutkan pertandingan, skor 2-2 menjadi hasil akhir dari 90 menit pertandingan.
Granada yang masih kebingungan dengan maksud tujuan dari Barbados mencetak gol bunuh diri tersebut, melanjutkan pertandingan di babak tambahan. Di Carribean Cup tidak mengenal hasil seri sejak penyisihan, jadi setiap pertandingan harus ditentukan pemenangnya tidak terkecuali di fase grup. Sehingga apabila terjadi remis pertandingan akan dilanjutkan ke babak tambahan bahkan adu penalti.
Barbados yang paham bahwa golden goal menerapkan sistem perhitungan dua gol langsung menyerang pertahanan Granada yang masih dilanda kebingungan. Dan benar saja, di babak pertama perpanjangan waktu, Barbados sukses mencetak satu gol melalui kaki striker mereka, Thorne. Seperti yang dijelaskan bahwa Golden Goal menerapkan perhitungan dua gol, maka satu gol dari Thorne membuat kedudukan bukan menjadi 3-2 melainkan 4-2 dan pertandingan selesai. Barbados lolos ke babak selanjutnya sedangkan Granada yang baru menyadari skema tersebut merasa dicurangi.
Evaluasi dan Tanggapan Golden Goal Setelahnya
Pelatih Granada, James Clarkson, sangat marahdengan hasil tersebut. “Saya merasa tertipu, orang yang membuat aturan ini harus menjadi kandidat untuk rumah sakit jiwa.”
“Permainan tidak boleh dimainkan dengan begitu banyak pemain di lapangan bingung. Para pemain kami bahkan tidak tahu arah mana yang harus diserang, gol kami atau gol mereka. Saya belum pernah melihat ini terjadi sebelumnya. Dalam sepakbola, Anda seharusnya mencetak gol melawan lawanmu untuk menang, bukan untuk mereka,” ujar Clarkson.
FIFA pun kemudian mengevaluasi sistem Golden Goal tersebut, hingga akhirnya mereka memperdebatkan penggunaan Golden Goal pada tahun 2001. Dan meresmikan bahwa Piala Dunia 2002 menjadi turnamen ujicoba untuk penggunaan Golden Goal.
Dan benar saja kontroversi terjadi ketika Italia secara mengejutkan disingkirkan Korea Selatan di babak tambahan melalui skema Golden Goal. Itulah akhir riwayat Golden Goal, system tersebut dianggap menciderai sportivitas dan menghilangkan keseruan dalam menikmati sepakbola. Hingga kini system Silver Goal yang digunakan oleh FIFA dan organisasi di bawahnya untuk menggelar turnamen.