Tidak ada yang sebanding dengan nyawa, termasuk soal sepakbola. Sebagai olahraga fisik, benturan antar-pemain tentu tak terelakan. Salah satu yang mengerikan adalah benturan di kepala yang bisa mengakibatkan dampak jangka panjang seperti gegar otak.
Soal ini, sejumlah federasi sudah membuat aturan khusus, utamanya Federasi Sepakbola Inggris, FA, yang sayangnya, belum diikuti oleh FIFA.
Definisi Gegar Kepala
Menurut Kementerian Kesehatan Inggris, gegar kepala adalah cedera sementara pada otak yang timbul karena benturan, tumbukkan, sentakan pada kepala. Dalam konteks pertandingan sepakbola, gegar terjadi karena tabrakan saat duel udara, kena siku lawan, ataupun saat terjatuh.
Otak akan bergerak maju mundur secara kasar menabrak bagian dalam tengkorak. Sebenarnya, otak punya cara khusus untuk melindungi mereka dari tabrakan sehari-hari lewat cairan cerebrospinal, tatapi, gerakan yang tiba-tiba bisa menyebabkan cedera pada otak, yang mengakibatkan gejala gegar otak.
Ada sejumlah gejala pada gegar otak seperti sakit kepala yang tak hilang bahkan meski menggunakan obat penawar rasa sakit, pusing, mual, merasa bingung, kehilangan ingatan, sulit menyeimbangkan diri, perasaan hati yang berubah cepat, perubahan pada pandangan, dan pingsan.
Saat membuat dua kesalahan pada final Liga Champions 2018/2019, Liverpool menyebut kalau Loris Karius mengalami gegar otak. Banyak yang mencemoohnya. Namun, melihat gejala di atas, amat mungkin Karius memang mengalami gegar otak di pertandingan itu.
Bahaya Gegar Otak
Banyak orang yang sembuh dari gegar otak. Namun, bahaya gegar otak bisa kepada kematian karena pendarahan di otak. Ini yang membuat orang yang mengalami trauma kepala, harus dicek betul kondisinya dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah insiden.
Lebih lanjut, gegar otak bisa menyebabkan kerusakan permanen atau secara bertahap yang bisa membatasi hidup seseorang. Misalnya, gangguan kejiwaan, hilangnya ingatan jangka panjang, sampai alzheimer.
Salah satu yang berbahaya adalah dengan menyundul bola yang bisa mengakibatkan “chronic traumatic encephalopathy” yang punya masalah mirip alzheimer. Namun, FIFA merasa kalau korelasi antara sering menyundul dengan defisit neurokognitif amatlah lemah, dan bisa jadi bias karena laporan yang tidak akurat.
Protokol Gegar Otak di Sepakbola
FIFA punya protokol di mana para pemain yang akan bertanding akan diperhatikan gelagatnya. Tujuannya adalah menyaring pemain dengan gegar otak, cedera kepala, dan cedera tulang belakang. Diagnosis pertama berasal dari laporan pemain, apakah ia mengalami gejala tersebut atau tidak.
Bila pemain mengalami tanda-tandan utama dari gegar otak, seperti kehilangan kesadaran, berbaring tak bergerak selama lebih dari lima detik, kebingungan atau disorientasi, pandangan kosong, inkoordinasi tubuh, kejang benturan, atau ataksia, mereka harus ditarik keluar.
FA telah menginstruksikan bagi para anggotanya, apabila ada pemain yang hilang kesadaran diri di atas lapangan, ia harus ditarik keluar dan tak boleh main lagi. Soalnya, terkadang pemain terlalu semangat untuk bermain, sehingga tidak memedulikan kondisi tubuhnya.
Di sisi lain, aturan FIFA terasa samar karena diagnosis berdasarkan hasil dokter tim. Ketua Komite Medis FIFA, Michel D’Hooghe, menyebut kalau FIFA tak punya kewenangan soal itu, “Kami membuat aturan, tapi tergantung dokter tim yang membuat keputusan.”
Buat pemain yang kehilangan kesadaran, FIFA memberi saran minimal enam hari untuk kembali tampil. Namun, tak ada hukuman apabila tim tak mematuhi panduan ini.
Yang Bisa Dibenahi untuk Cedera Gegar Otak
Di Piala Dunia 2018, Nordin Amrabat diturunkan saat Maroko menghadapi Portugal. Padahal, lima hari sebelumnya, ia mengalami gegar otak di pertandingan melawan Iran.
Dalam panduan FIFA, jelas Amrabat boleh diturunkan. Mengapa? Karena keputusan diambil atas rekomendasi dokter tim. FIFA beralasan bahwa dokter tim lebih paham soal sejarah cedera dan perilaku para pemain mereka. Di sisi lain, penilaian dokter tim bisa juga bias tergantung kebutuhan tim, apalagi bicara soal timnas.
“Jika tidak, Anda harus bekerja dengan dokter yang benar-benar netral, dan itu juga bukan situasi yang ideal. Di satu sisi, kami melakukan yang terbaik untuk memberikan saran terbaik. Di sisi lain, kami ingin menghormati fakta bahwa dokter tim memiliki tanggung jawab penuh atas para pemainnya,” kata D’Hooghe.
Namun, argumen FIFA bikin Asosisasi Pesepakbola Profesional, Fifpro, tak senang. “Amat penting bagi FIFA untuk mengambil peran kepemimpinan untuk memperkuat standar emas dunia dalam hal manajemen gegar otak,” kata Fifpro.
Fifpro berpendapat kalau dokter tim punya peran penting, mereka tidak mungkin mmebuat kesalahan dengan menempatkan pemain dalam risiko, tanpa konsekuensi lainnya. FIFA punya tanggung jawab agar para pemain terlindungi.
Ada wacana penggunaan pelindung mulut dan helm seperti yang digunakan Petr Cech. Namun, FIFA menganggap kalau dua pelindung tersebut tidak mencegah terjadinya gegar otak. Akan tetapi, pelindung mulut mengurangi secara signifikan risiko cedera gigi, wajah, dan keretakan tengkorak.
Mantan pemain timnas Amerika Serikat, Taylor Twellman, menyebut kalau masalah utama di sepakbola saat ini adalah jatah pergantian yang hanya tiga kali. “Sampai FIFA benar-benar mengatasinya dan benar-benar proaktif tentang situasi ini, Anda harus menemukan cara untuk membantu semua profesional medis ini menemukan jawaban,” kata pemain yang kariernya terhenti akibat benturan yang berulang ini.
Twellman risau dengan kesehatan para rekan seprofesinya di seluruh dunia. Menurutnya, perlu seseorang yang meninggal dunia di lapangan sampai FIFA benar-benar melakukan sesuatu. “Jujur, aku tak yakin mereka bahkan akan melakukan sesuatu untuk membenahinya,” kata Twellman.
“Protokol itu satu hal. Tapi kertas yang dituliskan lebih berharga ketimbang protokol kalau Anda tak melakukan apapun soal protokol itu. Ini adalah diskusi terbesar yang hadir di dunia sepakbola. Jika Anda menemukan contoh sepanjang waktu dalam protokol yang tidak diikuti, terutama di turnamen Piala Dunia, lalu apa gunanya?” tanya Twellman.
Tampakya memang betul kata Twellman. Cedera kepala agaknya masih belum dipandang serius ketimbang cedera patah kaki, misalnya. Padahal, cedera kepala bisa berakibat amat fatal bukan cuma buat karier si pemain, tapi juga kehidupannya di masa depan.
Sumber: Goal.