Definisi Aturan Golden Goal di Sepakbola

Apa itu aturan Golden Goal? Dan bagaimana Golden Goal diterapkan di sepakbola?

Pada era 1990-an, babak perpanjangan waktu 2×15 menit merupakan momen genting. Para pemain yang energinya terkuras selama 90 menit, dipaksa tetap fokus di babak perpanjangan waktu. Soalnya, sekali mereka kebobolan, tamat sudah perjalanan mereka.

Di era 1990-an, FIFA menetapkan aturan “Golden Goal” dan mulai diterapkan di Piala Eropa 1996 sebagai turnamen besar pertama yang menerapkan aturan ini. Secara sederhana, definisi aturan Golden Goal adalah memberikan kemenangan otomatis pada kesebelasan yang mencetak gol terlebih dahulu di babak perpanjangan waktu. 

Aturan ini normalnya diterapkan pada fase gugur. Misalnya babak 16 besar Piala Dunia atau babak perempatfinal Piala Eropa. Meskipun ada cerita anomali di konfederasi lain yang memodifikasi aturan ini.

Sejarah dan Alasan Kehadiran Golden Goal

Aturan Golden Goal sebenarnya sudah diberlakukan sejak 1867 di Youdan Cup. Kompetisi yang menggunakan “Aturan Sheffield” ini, menetapkan bahwa siapapun yang bisa mencetak gol di babak perpanjangan waktu maka dialah pemenangnya.

Aturan Golden Goal pun berlaku pertama kali pada 23 Februari 1867 antara Norfolk dan Broomhall. Norfolk keluar sebagai juara usai mencetak gol pada menit kedua babak perpanjangan waktu.

Golden Goal sendiri ditetapkan oleh FIFA atas beberapa dasar. Salah satu alasannya karena babak perpanjangan waktu umumnya membosankan. Mengapa? Karena para pemain sudah kelelahan, apalagi tidak ada jeda panjang antara babak pertama perpanjangan waktu dengan babak kedua.

Para pemain biasanya menggunakan babak perpanjangan waktu untuk bermain bertahan dengan mempertahankan stamina yang tersisa, untuk kemudian fokus di babak adu penalti.

Adu tendangan penalti pada era itu dianggap hanya sebagai lempar koin alias adu keberuntungan. Karena ini pula pemenang dari adu penalti sering dianggap bukan pemenang yang sebenarnya.

FIFA pun menetapkan aturan Golden Goal pada 1993. Mereka berharap kehadiran Golden Goal bisa menghasilkan permainan yang lebih menyerang sepanjang babak perpanjangan waktu, dan mengurangi jumlah diselenggarakannya adu penalti.

Namun, semua tidak berjalan dengan yang FIFA pikirkan.

Golden Goal dan Perkembangannya

Golden Goal sejatinya sudah digunakan oleh sepakbola Amerika Serikat di awal 1970-an. Istilah yang digunakan saat itu adalah “sudden death” atau “kematian mendadak”. Karena biasanya, tim yang kebobolan akan terpukul begitu keras seolah mereka mati mendadak.

Pada awal penggunaanya Golden Goal bukanlah aturan wajib. Ini tergantung dari penyelenggara kompetisinya, apakah akan menggunakannya atau tidak. Piala Eropa menggunkannya pada 1996 sementara Piala Dunia pada 1998.

Perbedaan aturan ini yang terjadi pada Caribbean Cup 1994. Pada kompetisi ini, siapapun yang mencetak Golden Goal maka ia akan dianggap mencetak dua gol. Tentu, hal ini tak berpengaruh apa-apa kalau diterapkan di fase gugur. Namun lain ceritanya kalau terjadi di fase grup.

Ini yang terjadi pada babak kualifikasi Caribbean Cup 1994 di Grup 1 yang melibatkan Barbados dengan Granada. Mirip dengan kasus sepakbola gajah, di akhir pertandingan kedua tim justru berusaha mencetak gol ke gawang sendiri!

Di Piala Dunia, Golden Goal terjadi sebanyak empat kali. Yang pertama adalah gol Laurent Blanc ke gawang Paraguay di Piala Dunia 1998 pada babak 16 besar. Yang kedua, gol Henri Camara ke gawang Swedia di babak 16 besar Piala Dunia 2002. Yang ketiga, gol Ahn Jung-hwan ke gawang Italia, juga di babak 16 besar Piala Dunia 2002.

Sementara itu, Golden Goal terakhir di Piala Dunia tercipta di perempatfinal Piala Dunia 2002 antara Turki menghadapi Senegal. Ilhan Mansiz mencetak Golden Goal ketika babak perpanjangan waktu baru bergulir empat menit.

Silver Goal

Pada musim 2002/2003, UEFA mengeluarkan aturan baru bernama “Silver Goal”. Aturan ini berbeda dari berbeda dari Golden Goal dan tidak begitu memberikan “kematian mendadak”.

Direktur Komunikasi UEFA saat itu, Mike Lee, menyebut kalau aturan ini bagus buat klub, pemain, dan penggemar.

“Kami telah mengatasi masalah yang diciptakan oleh Golden Goal yang telah diidentifikasi banyak orang dalam permainan. Sistem baru akan mendorong sepakbola positif dalam periode perpanjangan waktu, dan menghasilkan akhir pertandingan yang masuk akal dan lebih adil,” kata Lee.

Silver Goal merupakan aturan di mana kesebelasan yang mencetak gol di babak perpanjangan waktu, tidak langsung menang. Pertandingan tidak berhenti di situ. Namun, apabila gol terjadi di babak pertama perpanjangan waktu, dan tim lawan tak bisa membalasnya, maka ketika babak pertama perpanjangan waktu berkahir, pertandingan pun ikut berakhir.

Contohnya, Ajax Amsterdam harus melanjutkan ke babak perpanjangan waktu menghadapi GAK di babak kualifikasi Liga Champions musim 2003/2004. Babak perpanjangan waktu diberikan karena leg pertama dan kedua berakhir imbang 1-1.

Pada menit ke-103, Ajax mencetak gol ke gawang GAK. Pertandingan tidak dihentikan, melainkan menunggu babak pertama beres. Namun, GAK tak kunjung mencetak gol. Sehingga setelah peluit tanda pertandingan berkahir berbunyi, Ajax langsung dinobatkan sebagai pemenang.

Gol pertama dan terakhir Silver Goal di Piala Eropa terjadi pada 2004 antara Yunani menghadai Republik Ceko. Dua detik sebelum babak pertama perpanjangan waktu berakhir, Traianos Dellas mencetak gol ke gawang Ceko. Dan itu adalah satu-satunya Silver Goal yang terjadi di pertandingan internasional.

Akhir dari Golden Goal dan Silver Goal

Baik Golden Goal maupun Silver Goal punya penggemarnya sendiri. Namun, dua aturan ini dianggap sebagai eksperimen yang gagal.

Buktinya, setelah Golden Goal ditetapkan, tim yang masuk ke perpanjangan waktu tidak serta merta mengubah gaya main mereka jadi lebih menyerang. Justru mereka jauh lebih hati-hati dan bermain bertahan. Selain itu, para pemain jadi lebih mudah terpancing emosinya, utamanya di sisi tim yang kalah.

Pada Februari 2004, IFAB mengumumkan bahwa setelah Piala Eropa 2004, baik Golden Goal dan Silver Goal akan dihilangkan dari Laws of the Game. FIFA pun kembali ke aturan semula: bila tim di fase gugur imbang pada 90 menit, lalu dilanjutkan perpanjangan waktu dengan durasi dua kali 15 menit. Kalau skor masih sama, pemenangnya ditentukan lewat adu tendangan penalti.