Aturan Tactical Fouls yang Mesti Ditinjau Kembali

Sepakbola adalah olahraga yang dinamis. Penyesuaian terus dilakukan untuk menciptakan iklim yang adil dan kompetitif. Pada tahun 1990 misalnya, ketika aturan backpass ke penjaga gawang bisa berujung tendangan bebas tidak langsung. Aturan ini diberlakukan karena seringkali para pemain mengulur waktu permainan dengan melakukan backpass ke penjaga gawang.

Aturan offside pun dalam satu dekade terkahir juga terus berubah. Aturan yang berubah juga untuk melindungi pemain itu sendiri. Aturan akan larangan backpass juga untuk melindungi penjaga gawang, yang seringkali menjadi korban dari perebutan bola dengan striker. Aturan offside juga diubah untuk melindungi striker dari terjangan-terjangan keras pemain belakang, setelah jebakan offside gagal.

Beberapa pekan lalu, Leroy Sane dilanggar keras oleh pemain Cardiff City dalam lanjutan kompetisi FA Cup. Dalam tayangan video dapat dilihat tackling tersebut bahkan bisa menamatkan karier Sane. Untungnya, Sane “hanya” absen empat pekan akibat cedera yang didapatnya.

Pelanggaran itu sendiri berawal dari counter-attack cepat Manchester City, dan berujung tactical foul pemain Cardiff. Pasca pelanggaran kejadian yang menimpa Sane, aturan tentang Tactical Fouls menjadi bahan pembicaraan sejumlah pengamat sepakbola.

Sebelumya apakah sebenarnya Tactical Fouls?

Tactical Fouls dalam 12th UEFA Advanced Course for Elite Refrees, Madrid, 2004, adalah sebuah pelanggaran untuk menghentikan serangan lawan yang berdampak pada taktik serangan lawan itu sendiri. Dari pengertian di atas, tactical fouls merupakan bentuk kesengajaan. FIFA secara resmi menjelaskan dalam Law 12 FIFA fouls and misconduct, tactical foul dimasukkan kedalam unsuporting behavior yang wajib mendapatkan kartu kuning. Namun cukupkah Tactical Fouls hanya mendapatkan kartu kuning?

Michael Cox, dikutip dari ESPN menjelaskan bagaimana tactical fouls atau juga disebut profesional fouls, kini semakin berbahaya bagi pemain yang membangun serangan. Di era di mana permainan kini lebih cepat, tim tidak lagi hanya mengandalkan pengusaan bola. Counter attack kini bisa berujung kemenangan. Hal inilah yang menjadi dasar dari bahayanya professional fouls kini.

Sudut pandang wasit berpengaruh cukup besar: Apakah itu kesengajaan untuk menghentikan pemain atau upaya merebut bola? Pertanyaan yang harus dijawab wasit dengan kartu kuning atau merah dalam sepersekian detik.

Dalam kasus Sane, Joe Bannet terpaksa melanggar keras Sane yang memiliki peluang besar untuk mencetak gol dari serangan balik cepat. Joe Bannet terlihat akan mengambil bola. Namun ketika melihat tayangan video, terlihat bahkan tidak ada niatan bagi Bannet mengambil bola dan sengaja melanggar Sane.

FIFA kini dituntut tegas masalah professional fouls untuk memberikan kartu merah secara langsung apapun konteksnya, entah upaya merebut bola yang berujung pelanggaran, atau kesengajaan untuk menghentikan pemain. Menurut Michael Cox,  tactical fouls kini berubah dari upaya untuk mencegah gol menjadi bentuk rasa frustrasi pemain untuk menghentikan pemain lawan. Rasa frustrasi ini kemudian berujung pada tackling yang berbahaya,  meskipun tidak ada niatan mencederai pemain, tapi seringkali berujung fatal.

Dalam bentuk lainnya, tactical fouls juga digunakan untuk menekan salah satu pemain dan mencegah untuk mengembangkan permainan. Contohnya adalah ketika Liverpool menghadapi Chelsea, November lalu, di mana nyaris semua pemain Liverpool melanggar Hazard untuk mencegah Chelsea mengembangkan permainan lewat Eden Hazard.

Dari 10 pelanggaran yang dilakukan Liverpool, 6 di antaranya dilakukan kepada Hazard. Dalam beberapa kesempatan bahkan cukup keras, seperti yang dilakukan Ragnar Klavan dan Alberto Moreno di babak pertama. Lucunya, Liverpool tidak mendapatkan satu kartu pun pada pertandingan tersebut.

Hingga saat ini, banyak yang menganggap bahwa tactical fouls adalah sebuah cara bermain sepakbola, dan meraih kemenangan. Namun, Michael Cox menganggap, tactical fouls kini bergeser dari cara meraih kemenangan menjadi cara mengakhiri karier pemain lawan.

Kasus lain seperti pada final Liga Champions 2016 lalu, di mana pada akhir babak kedua kedudukan imbang 1-1, tiga pemain Atletico Madrid: Antoine Griezmann, Koke, dan Saul, berhadapan dengan Sergio Ramos seorang diri. Ramos melanggar cukup keras Koke yang saat itu memegang bola dengan kemungkinan mencetak gol cukup besar. Apa hukuman yang diberikan? Hanya kartu kuning, ironis!

Tactical Fouls kini sedang dalam perbincangan cukup serius. Hukuman yang akan diberikan kemungkinan akan lebih berat. IFAB, lembaga yang menentukan aturan-aturan dalam pertandingan sepakbola internasional, pada 6 Maret akan bertemu dengan FIFA untuk membahas kemungkinan adanya hukuman yang lebih berat. Selain kartu merah langsung, didukung penggunaan video, analisis setelah pertandingan kemungkinan akan menambah hukuman berupa sanksi tambahan bagi pemain, apabila terbukti melakukan pelanggaran yang cukup keras.

FA pun menindak tegas Bannet yang melakukan tackling keras kepada Sane dengan peringatan keras kepada pihak klub. Diharapkan IFAB dan FIFA akan lebih melindungi pemain, karena sepakbola adalah olahraga untuk dinikmati bukan untuk memberikan contoh buruk kepada penggemarnya yang tersebar luas di seluruh dunia.