Pagar Betis: Dari Kualifikasi Piala Dunia Hingga TNI

‘Tendangan pisang’ Roberto Carlos, knuckle shot dari Cristiano Ronaldo, sepakan-sepakan tersebut melekat di kepala penggemar pesepakbola. Gol dari tendangan bebas merupakan sebuah seni tersendiri yang selalu bisa dinikmati.

Beberapa pemain seperti Andrea Pirlo, Shunsuke Nakamura, dan Juninho, mendapatkan tempat tersendiri di dunia sepakbola berkat keahlian mereka mengeksekusi bola mati satu ini. Spesialis! Bahkan, David Beckham menjadi inspirasi sebuah film yang dibintangi Keira Knightley pada 2002.

Aksi dari para spesialis itu selalu ditunggu setiap kali tim mereka mendapatkan tendangan bebas. Namun, harus diakui tendangan bebas tak akan begitu spesial apabila tidak ada tembok pemain yang menghalangi sudut pandang eksekutor.

Keberhasilan Beckham, Nakamura, Juninho, dan lain-lain, bisa membobol gawang lawan saat sudut pandang mereka menyempit membuat tendangan bebas menjadi indah.

Bagaimana mereka mencari celah di tengah-tengah konsentrasi yang sedang berusaha dipecah lawan merupakan perang tersendiri untuk eksekutor tendangan bebas. Tanpa barisan lawan yang merusak sudut pandang serta konsentrasi Sang Penendang, tendangan bebas tidaklah begitu spesial.

Tembok, pagar hidup memiliki sejarah yang cukup panjang. Asal usul dari barisan pemain yang lebih familiar disebut pagar betis di kalangan publik Indonesia itu masih memunculkan perdebatan. Ada beberapa versi terkenal tentang siapa yang memulai taktik ini.

Sejak awal dan Disempurnakan Tiongkok

Dari sebuah forum di Reddit, ada yang menyebutkan bahwa pagar betis sudah ada sejak uji coba pertama antara Inggris dan Skotlandia. Kemudian, Tiongkok menyempurnakan sistem tersebut. Sialnya, dasar dari argumen itu tidak disertai data yang memperkuat.

Bahkan satu-satunya alasan Tiongkok disebut menyempurnakan pagar betis adalah karena mereka yang membuat sebuah tembok terkenal. Ditambah dengan argumen bahwa ada isu bahwa Tiongkok adalah penemu permainan sepak bola.

Italia vs Irlandia Utara

Versi paling dipercaya tentang penemuan pagar betis adalah laga kualifikasi Piala Dunia antara Italia melawan Irlandia Utara pada 25 April 1957. Mantan kapten dari Tottenham Hotspur, Robert Dennis Blanchflower, menceritakan bagaimana ia serta rekan-rekan satu timnya menciptakan pagar betis pertama di dunia sepak bola.

Sosok yang kerap dipanggil Danny itu mengatakan bahwa semua hanyalah sebuah kebetulan. “Kami mencoba sesuatu yang tidak terpikirkan orang lain. Kami tahu Italia lebih kuat. Akhirnya, kami membentuk tembok pertama yang menghalangi sebuah tendangan bebas,” kata Danny di buku biografinya yang ditulis oleh Dave Bowler.

“Percobaan kami saat itu membuat wasit bingung. Pemain Italia juga terlihat takut. Ini tak pernah terjadi sebelumnya. Wasit bahkan membiarkan pemain Italia untuk memindahkan bola lebih jauh dari tembok yang kami buat dan mereka sukses cetak gol,” lanjutnya.

Gol tersebut disebut Danny Blanchflower sebagai sebuah kontroversi. Tetapi ia juga mengakui bahwa taktiknya di lapangan sama-sama kontroversial. Gol tersebut jadi satu-satunya yang terjadi di pertandingan.

Meski percobaan Danny Blanchflower dan kawan-kawan gagal menghalangi Italia untuk meraih kemenangan, mereka menciptakan sebuah inovasi dalam bertahan. Inovasi dalam bertahan melawan Italia yang mempopulerkan sistem catenaccio temuan pelatih asal Austria, Karl Rappan pada 1930. Dua dekade sebelum pagar betis muncul, menurut Danny.

Irlandia Utara juga keluar sebagai juara grup kualifikasi dan berangkat ke Jerman Barat pada 1958. Sementara Italia gagal lolos ke Piala Dunia untuk pertama kalinya sepanjang sejarah mereka.

Versi Danny Blanchflower tentang awal mula pagar betis ini dipercaya sebagai awal dari taktik pertahanan yang kini telah diregulasi. Bahkan ucapannya dikutip juga oleh The Times.

Operasi TNI

Publik di luar Indonesia lebih mengenal istilah barisan pemain yang menutup serta menggangu eksekutor tendangan bebas dengan lebih sederhana: Tembok manusia. Sementara istilah pagar betis digunakan di Indonesia karena faktor historis.

Ya, sebelum kita mengadopsi mexican wave atau thunder clap, istilah sepakbola yang digunakan berasal dari negara sendiri. Dulu sangat jarang ada yang menyebut ‘chip ball’. Kita lebih familiar dengan istilah ‘congkel’ atau ‘cungkil’. Begitu pula pagar yang menutup ruang tembak eksekutor tendangan bebas.

Bedanya, ungkapan ‘pagar betis’ tidak lahir begitu saja dari kehidupan sehari-hari seperti ‘ahay’ atau ‘jebret’. Ini adalah operasi yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) saat melawan pembrontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).

Sama seperti pagar betis di sepakbola, operasi tersebut dilakukan agar ruang gerak DI/TII menjadi lebih sempit. Seperti yang ditulis Merdeka.com, TNI berusaha untuk memukul DI/TII di Tasikmalaya dengan membentuk sebuah pos. Namun, awalnya mereka harus menarik simpati dari warga sekitar.

Setelah warga mulai simpatik dan bersedia membantu TNI yang rajin melakukan pembangunan dan bakti sosial di daerah mereka, operasi pagar betis dimulai. TNI bersama warga membangun sebuah pos di sekitaran gunung untuk mengepung DI/TII.

“Kami membuat pos berjarak 25-50 meter, mengelilingi gunung. Para anggota DI/TII akhirnya terkepung. Mereka terjebak di lereng-lereng sampai akhirnya tidak memiliki makanan,” jelas Ajat, pensiunan Kujang Siliwangi yang terlibat dalam operasi pagar betis sekitar Tasikmalaya dan Garut kepada Merdeka.com.

Tak Ada Lagi Kontroversi Seperti 1957

Kini, tendangan bebas sudah diatur dalam hukum pertandingan FIFA. Menurut FIFA, tendangan bebas kini harus dilakukan sesuai dengan tempat pelanggaran. Tak bisa dipindahkan terlalu jauh seperti saat Irlandia Utara melawan Italia di 1957.

Menurut Danny Blanchflower, saat itu Italia memindahkan bola agar berjarak lima yard atau 4,5 meter dari pagar betis buatan Irlandia Utara. Hal itu tak dipermasalahkan oleh wasit karena pagar betis sendiri adalah sebuah inovasi, hal asing di mata Sang Pengadil.

Namun setelah pagar betis diregulasi, jarak antara bola dan pemain lawan tak boleh kurang dari 9,14 meter. Pemain yang menjadi eksekutor juga dilarang untuk terlalu dekat dengan bola. Harus setidaknya satu langkah dari bola agar wasit bisa melihat sentuhan pertama yang mereka lakukan.

Perisai Berduri

Dengan munculnya spesialis-spesialis bola mati, pagar betis tak lagi menjadi sebuah taktik yang hanya membantu pertahanan. Pagar betis tidak lagi seperti operasi TNI yang dibentuk untuk membatasi ruang gerak. Dalam kasus ini sudut pandang lawan. Tapi juga penjaga gawang yang merupakan rekan.

Oleh karena itulah pagar betis bisa disebut sebagai perisai berduri di dunia sepakbola. Jika tidak dirancang atau dikomunikasikan dengan baik, pihak yang bertahan bisa saja dirugikan.

Bahkan sebuah komik dan/atau animasi Jepang sempat memiliki sebuah cerita di mana seorang penjaga gawang kesulitan melihat arah bola ketika dirinya dilindungi pagar betis. Tapi ketika pagar betis itu tidak digunakan, ia dengan mudah berhasil menangkap tendangan bebas dari lawannya. Entah itu  bagian cerita dari komik atau animasi apa.

Jika di antara kalian ada yang tahu tentang hal tersebut, silakan komentar di kolom yang tersedia.