Sama seperti olahraga yang lain di mana selalu ada perubahan dari segi aturan atau taktik, sepakbola juga terus mengalami perubahan yang sama. Dewasa ini semua tim melakukan beragam perubahan taktik yang jauh lebih modern dibandingkan periode sebelumnya.
Dulu, kita mengenal pemain yang berperan sebagai libero. Kini, peran tersebut jarang ditemukan. Pun dengan posisi striker yang punya peran lebih beragam dengan fungsi yang lebih dari sekadar mencetak gol. Kiper pun demikian, di mana mereka dituntut untuk bisa terlibat dalam permainan.
Aturan di sepakbola pun tak lepas dari perubahan. Sepak mula kini boleh dioper ke belakang. Ada pula pergantinan pemain tambahan di perpanjangan waktu, hingga aturan offside yang lebih kompleks.
Baca juga: IFAB, Dia yang Mengendalikan Aturan Sepakbola
Dari sejumlah aturan yang berubah tersebut, ada satu yang mengubah taktik sepakbola secara keseluruhan. Aturan tersebut adalah soal back pass yang dibuat pada 26 tahun lalu setelah banyaknya pemain yang membuang-buang waktu di Piala Dunia 1990.
Bagaimana bisa aturan semacam ini membuat banyak perubahan di sepakbola modern?
Semua berawal setelah adanya evaluasi setelah Piala Dunia 1990 yang berlangsung di Amerika Serikat. Rataan gol hanya mencapai 2,2 gol per pertandingan dengan banyaknya tindakan membuang-buang waktu yang dilakukan dengan cara mengumpan ke penjaga gawang. Ini membuat pertandingan menjadi membosankan.
Memang sebelum diperkenalkan aturan larangan back-pass, penjaga gawang bisa dengan leluasa menangkap bola dari umpan rekan satu tim. Jonathan Wilson bahkan menjelaskan di The Outsider, betapa menjemukkannya Piala Dunia 1990.
“Sebuah hal yang umum tentang bagaimana aturan membuat cara bermain yang negatif pada Piala Dunia 1990 dan khususnya satu bagian permainan dalam pertandingan grup antara Republik Irlandia dan Mesir di mana penjaga gawang Irlandia, Packie Bonner, menahan bola untuk hampir enam menit tanpa melepaskan bola.”
Puncaknya ketika Piala Eropa 1992 bergulir, di mana di era ini mulai dikenal istilah negative football mencapai puncaknya. Bahkan kesuksesan Denmark menjadi juara tidak lepas dari negative football. Dalam laga final menghadapi Jerman 2-0 dimana pemain Denmark mengulur-ulur waktu dengan melakukan umpan ke belakang yang langsung ditangkap Peter Schmeichel dan hal tersebut berlangsung secara berulang-ulang.
FIFA kemudian tidak tinggal diam. Pada 1992, bertepatan dengan era modern football yang diusung oleh FA lewat Premier League, FIFA membuat aturan baru dalam Law 12 Fouls and Misconduct. Dalam aturan tersebut, penjaga gawang dilarang menangkap bola yang merupakan umpan menggunakan kaki dari rekan satu tim. Penjaga gawang pun dilarang memegang bola dengan tangan lebih dari 6 detik.
Aturan ini berkembang setelahnya dengan penambahan larangan kiper menangkap bola dari lemparan ke dalam. Apabila dilanggar maka akan diberikan tendangan bebas tidak langsung di tempat terjadinya pelanggaran, yang berarti tendangan bebas di dalam kotak penalti.
Aturan ini sempat dianggap sebagai perubahan yang radikal dalam sepakbola. Namun FIFA bergeming. Adanya aturan ini untuk mencegah para pemain membuang-buang waktu, sekaligus melindungi kiper dari benturan-benturan keras dengan pemain lawan. Seketika permainan menjadi lebih menarik, aliran bola menjadi lebih cepat. Suporter kemudian menyukai perubahan aturan ini dan dampaknya kepada permainan. Namun tidak bagi para pemain.
Andy Dibble, penjaga gawang Manchester City pada 1992 menderita patah tulang setelah berbenturan dengan pemain lawan. Benturan terjadi setelah Dibble ragu-ragu untuk menangkap atau menendang bola. Dibble kemudian menyebut dirinya “korban pertama dari perubahan aturan yang radikal”. Kemudian Premier League 1992 tidak ubahnya komedi sepakbola dengan banyaknya blunder yang dilakukan para pemain.
Pertandingan antara Leeds menghadapi Wimbledon musim 1992/1993 misalnya, Leeds yang sedang menekan Wimbledon sedikit kesulitan menembus pertahanan Wimbledon yang cukup solid. Sebelum bek kanan Wimbledon Roger Joseph menghadapi umpan lambung dari Eric Cantona. Ia kemudian panik apakah melakukan umpan atau melakukan sapuan bersih dan akhirnya bola direbut Lee Champman untuk mencetak gol pertama bagi Leeds. Leeds kemudian mengakhiri pertandingan dengan skor 2-1.
Pun dengan Norwich pada musim yang sama, harus menelan kekalahan 2-4 dari Arsenal setelah sebelumnya unggul 2-0. 4 gol Arsenal semua berasal dari keragu-raguan para pemain belakang dalam mengamankan bola. Apakah melakukan operan ke kiper atau melakukan sapuan.
Perubahan ini tidak hanya berdampak di Inggris. Liga Italia yang terkenal sangat defensive dengan rataan gol hanya mencapai 2,27 per pertandingan pada musim 1991/1992, melonjak ke angka 2,85 gol per pertandingan yang sedikit terbantu dengan adanya blunder-blunder dari para pemain. Dengan adanya aturan baru ini rata-rata blunder pemain meningkat hingga 1,8 blunder berujung gol per pertandingan pada musim 1992/1993 di Premier League.
Satu dampak terebesar adalah kesulitan Liverpool untuk menjadi Juara setelah adanya aturan baru ini. pada era 1970-1980 Liverpool memang sangat digdaya, namun setelah adanya aturan back-pass Liverpool kesulitan. Hal yang diakui Nick Tanner, defender Liverpool musim 1992-1993.
“Kami kesulitan mengubah mindset kami bahwa kami tidak lagi diperbolehkan melakukan umpan ke penjaga gawang. Biasanya kami unggul 1 gol dan melakukan umpan ke Bruce Grobbelaar dan ia menguasai bola, memberikan waktu untuk kami menguasai permainan,” ujar Nick Tanner di BBC.
Michael Cox dalam bukunya The Mixer, menjelaskan secara rinci bagaimana aturan ini mengubah keseluruhan taktik sepakbola. Munculnya cara baru untuk mengulur waktu bermunculan. Penguasaan bola juga menjadi kewajiban bagi tim yang sedang unggul. Dan menurut Cox sendiri, fase di mana transisi menjadi kunci dari sepakbola modern dimulai dengan adanya aturan ini.
Dengan sepakbola yang semakin berkembang, bukan tidak mungkin akan ada aturan baru untuk membuat sepakbola tetap menghibur. Namun rasanya tidak akan ada aturan baru yang bisa membuat sepakbola berubah secara signifikan selain aturan larangan backpass ini.