Sepakbola di Olimpiade terbilang unik. Soalnya, meski mempertandingkan tim-tim terkuat di dunia, tapi juara Olimpiade seperti tidak dihormati layaknya juara Piala Dunia; atau bahkan juara kompetisi di konfederasi masing-masing. Hal ini bisa ditelusuri dari sejarah sepakbola di Olimpiade itu sendiri.
Sepakbola di Olimpiade musim panas, hampir selalu dipertandingkan, kecuali pada 1896 dan 1932. Sementara itu, sepakbola perempuan baru dimasukkan di Olimpiade Atlanta 1996.
Olimpiade modern yang kita kenal saat ini, pertama kali digelar pada 1896. Sepakbola, belum masuk ke dalam cabang olahraga yang dipertandingkan. Saat itu, Olimpiade hanya mempertandingkan sembilan cabang olahraga: Atletik, bersepeda, anggar, gimnastik, dayung, menembak, berenang, tenis, angkat beban, dan gulat.
Sepakbola digelar di Olimpiade 1900 dan 1904. Meski dianggap sebagai pertandingan resmi Olimpiade, tapi turnamen itu tidak diakui oleh FIFA. Sejak saat itu, mayoritas negara lebih memilih kompetisi yang diakui oleh FIFA. Selain itu, penyelenggaraan pertandingan sepakbola juga dianggap tidak layak dengan tim yang bukan anggota FIFA seperti Smyrna, Athens, dan Thessaloniki.
Baru pada 1908, sepakbola dipertandingan dengan layak dengan FA sebagai operator turnamennya dengan enam kesebelasan yang berpartisipasi. Empat tahun kemudian, cabor sepakbola juga dikelola oleh Federasi Sepakbola Swedia.
Namun, di dua turnamen awal ini, pertandingan terasa tak seimbang. Ada momen ketika Sophus Nielsen mencetak 10 gol di satu pertandingan pada 1908, sementara Gottfried Fuchs melakukannya pada 1912.
Olimpiade untuk Atlet Amatir
Sejak awal, semua pemain yang bertanding di Olimpiade adalah para pemain amatir. Ini dilakukan agar searah dengan semangat Olimpiade itu sendiri. Sehingga sejumlah negara tak bisa mengirimkan kekuatan asli mereka. Di sisi lain, FA mengirim “Timnas Amatir Inggris” untuk mewakili Britania Raya di dua turnamen tersebut. Tentu, Britania Raya yang keluar sebagai peraih medali emas.
Hingga 1928, Olimpiade masih menjadi turnamen sepakbola terbesar di dunia. Akan tetapi, FIFA sadar kalau Olimpiade sebenarnya membatasi para negara partisipan untuk menurunkan para pemain terbaiknya. Ini yang menjadi salah satu alasan mengapa FIFA membuat turnamen sendiri pada 1930, yang dikenal sebagai Piala Dunia hingga saat ini. Jarak waktunya pun persis dengan Olimpiade yakni digelar selama empat tahun sekali.
FIFA pun meminta agar sepakbola tidak dipertandingkan di Olimpiade selanjutnya, yakni Olimpiade Los Angeles 1932. Tujuannya, selain untuk mengenalkan Piala Dunia sebagai kompetisi sepakbola tertinggi di dunia, juga agar mereka menjadi satu-satunya kompetisi sepakbola yang mempertandingan antar-negara.
Ini yang membuat tidak ada sepakbola di Olimpiade 1932 dan semestinya berlanjut di Piala Dunia 1936 yang dilangsungkan di Jerman. Akan tetapi, otoritas Jerman memaksa Komite Olimpiade Internasional, IOC, agar sepakbola kembali dimasukkan. Alasannya, karena sepakbola menggaransi pemasukan buat negara penyelenggara.
Seiring berjalannya waktu, terdapat perbedaan kualitas yang besar antara Piala Dunia dengan Olimpiade. Piala Dunia diisi oleh para pemain profesional yang punya kualitas jauh lebih baik ketimbang Olimpiade.
Hal ini pun dimaksimalkan oleh negara Blok Soviet di Eropa Timur. Soalnya atlet mereka hampir semua dibiayai oleh negara. Sehingga mereka bisa berlatih dengan kualitas level tertinggi tetapi tetap dibayari negara. Ini yang membuat mereka masih berstatus sebagai pemain amatir.
Hasilnya, atlet amatir dari negara Barat harus bertanding menghadapi atlet kualitas bagus dari Eropa Timur. Ini yang membuat sepakbola di Olimpiade dari 1948 sampai 1992 didominasi oleh Uni Soviet dan negara satelitnya.
Antara 1948 hingga 1980, dari 28 medali di sepakbola, 23 di antaranya dimenangi oleh negara dari Eropa Timur. Hanya Swedia (emas 1948 dan perunggu 1952), Denmark (perunggu 1948 dan perak 1960), dan Jepang (perunggu 1968) yang memecah dominasi.
Perubahan Aturan di Olimpiade
Di Olimpiade 1984 Los Angeles, IOC memutuskan untuk menerima pemain profesional. Akan tetapi, FIFA tak ingin Olimpiade menyaingi Piala Dunia. Kompromi pun dilakukan. Negara dari luar UEFA dan CONMEBOL diperbolehkan mengisi skuat mereka dengan para pemain terbaik. Akan tetapi, negara UEFA dan CONMEBOL hanya boleh mengirimkan pemain yang belum pernah main di Piala Dunia.
Aturan baru kembali dibuat pada Olimpiade Barcelona 1992. Para pemain yang bertanding mesti di bawah 23 tahun. Sejak 1996, tiga pemain di atas 23 tahun diperbolehkan masuk ke dalam skuat. Karena aturan ini, negara-negara Afrika mengambil keuntungan dengan Nigeria memenangi emas pada Olimpiade 1996 dan Kamerun juga emas pada Olimpiade 2000.
Karena format yang tidak biasa ini, sejumlah negara kuat di sepakbola justru tidak menunjukkan prestasi bagus di Olimpiade. Misalnya, Uruguay hanya main dua kali di Olimpiade yakni pada 1924 dan 1928. Uruguay baru lolos kembali ke Olimpiade pada 2012 atau absen selama 84 tahun.
Argentina memenangi dua emas Olimpiade. Namun, itu juga diraih pada 2004 dan 2008. Sebelum itu, Argentina hanya memenangi dua perak pada 1928 dan 1996. Argentina juga cuma delapan kali main di Olimpiade.
Brasil cuma sekali meraih emas itu pun saat mereka jadi tuan rumah pada 2016. Malahan, sejak pemain profesional diperbolehkan main, Brasil sempat tak lolos ke Olimpiade 1992 dan 2004.
Italia pun demikian. Meski pernah meraih emas, tapi itu mereka lakukan pada 1936, ketika mereka dianggap mengintimidasi wasit. Sisanya, hanya dua perunggu.
Sejak unifikasi, Jerman pun baru tampil di Olimpiade pada 2016 di mana mereka memenangi perunggu. Spanyol juga meraih satu emas sekali saat menjadi tuan rumah di Olimpiade Barcelona 1992.
Sepakbola perempuan baru dimasukkan pada Olimpiade 1996 di Atlanta, Amerika Serikat. Ini terjadi setelah FIFA menyelenggarakan Piala Dunia Perempuan pertama pada 1991. Berbeda dengan sepakbola pria, di sepakbola perempuan tidak ada batasan usia.
Inggris, Irlandia Utara, Skotlandia, dan Wales
Di Olimpiade, Britania mengirimkan satu tim yaitu Great Britain and Northern Ireland atau Team GB yang terdiri dari Inggris, Skotlandia dan Wales, serta Irlandia Utara. Akan tetapi, keempat negara ini punya federasi sepakbolanya masing-masing.
Pada 1974, FA menghapus perbedaan antara amatir dan profesional. Sehingga sejak itu, mereka tak mengirimkan tim ke Olimpiade. Bahkan saat FIFA mengizinkan pemain profesional ke Olimpiade pada 1984, FA masih belum ikut Olimpiade. Alasan lainnya adalah FA takut Team GB akan menghadirkan preseden di mana FIFA nantinya akan mempertanyakan status keempat negara yang bergabung ini di kompetisi FIFA lainnya.