Sky Sports menyebutnya “menakjubkan!”. Menurut The World’s Game, dia masuk ke dalam salah satu kandidat “paling mengejutkan sepanjang masa”. “Absurd,” kata CNN. Semuanya seperti mengulas film baru di layar lebar. Sayangnya, itu bukanlah kata-kata pujian seperti ulasan film di poster film. Melainkan reaksi dari kegagalan Maxim Choupo-Moting mencetak gol dari garis gawang lawan.
Paris Saint-Germain (PSG) ditahan imbang oleh 2-2 Strasbourg pada pekan ke-31 Ligue 1 2018/2019. Jika mereka meraih tiga poin dalam pertandingan tersebut, gelar juara liga bisa dirayakan lebih awal. Choupo-Moting bisa menjadi pahlawan PSG dan membungkam kritik yang ia terima. Kenyataannya, momen ini akan selalu menodai karier sepakbola penyerang Kamerun tersebut.
PSG mungkin dikenal lewat trisula maut, Neymar, Edison Cavani, dan Kylian Mbappe. Sejak bersama-sama membela PSG pada 2016, ketiga pemain tersebut telah mencetak 117 gol untuk klub. Didatangkan dengan total dana lebih dari 400 juta euro, investasi terlihat tidak sia-sia. Akan tetapi, PSG juga tidak memiliki cadangan sepadan untuk menggantikan peran mereka.
Choupo-Moting merupakan satu-satunya pemain yang jadi pelapis Cavani sebagai ujung tombak. Ketika Thomas Tuchel selaku ahli kemudi PSG memutuskan untuk memberi waktu istirahat kepada Cavani, Choupo-Moting adalah pilihannya.
Memori Masa Lalu
Foto: Sky Sport
Tuchel punya alasan untuk menarik Choupo-Moting ke PSG. Pasalnya ketika masih menjadi nakhoda Mainz di 1.Bundesliga, Choupo-Moting merupakan salah satu penyerang yang ia miliki. Terlibat dalam 30 gol selama tiga musim ditangani Tuchel, Choupo-Moting tidaklah buruk. Ia bahkan pernah diincar Liverpool di bursa transfer musim panas 2014. Meskipun pada akhirnya mendarat di Veltins-Arena milik Schalke ketimbang Anfield.
Presiden sekaligus CEO PSG, Nasser Al-Khelaïfi, menyambut kedatangan Choupo-Moting dengan tangan terbuka. “Ia memiliki banyak pengalaman selama bermain di Jerman dan juga tim nasional Kamerun. Kedatangannya melengkapi skuad kita musim ini. Mari sambut Choupo-Moting dan bantu dia dengan cepat beradaptasi dengan PSG,” kata Al-Khelafi.
Beruntung Al-Khelafi mendatangkan jasa pemain kelahiran Hamburg, Jerman ini secara cuma-cuma dari Stoke City. Pasalnya, dari 27 pertandingan dan 1.130 menit yang didapat Choupo-Moting sepanjang musim 2018/2019, dirinya baru terlibat dalam lima gol di semua kompetisi.
Tuchel tetap membela Choupo-Moting. Menyebut dirinya layak untuk membela PSG. Hanya membutuhkan waktu untuk adaptasi karena tidak 100% bugar. “Sangat sulit untuk dirinya bisa bermain dengan PSG. Sejak awal ia sudah mendapat banyak tekanan,” buka Tuchel.
“Biasanya, Eric [Maxim Choupo-Moting] adalah pemain yang kuat. Dia adalah penting dari tim ini. Namun butuh 60 sampai 80 menit untuk dirinya panas. Dia masih bisa dipercaya oleh PSG,” bela Tuchel jelang pertandingan melawan Strasbourg.
Choupo-Moting Merasa Bersalah
Choupo-Moting sebenarnya juga sosok yang membawa PSG unggul dari Strasbourg pada pertandingan tersebut. Akan tetapi, aksinya membersihkan peluang emas Les Parisiens menutup semua itu. Choupo-Moting pun minta maaf atas kegagalannya mengamankan gelar juara lebih awal.
Is this the worst miss of all time? 😂
Eyebrows were raised when PSG signed Eric Maxim Choupo-Moting from relegated Stoke City…
But this is something else 👀 pic.twitter.com/zSudeXAl1b
— Football on BT Sport (@btsportfootball) April 7, 2019
“Maaf. Awalnya saya mengira sudah offside. Bola datang dengan cepat dan saya bereaksi. Sangat disayangkan bola itu kemudian membentur tiang,” kata pemain yang diangkut PSG dari Stoke City tersebut. Tuchel juga masih mempertahankan keputusannya bermain tanpa Cavani dan Neymar meski gagal mengamankan gelar juara.
“Saya rasa mengistirahatkan mereka adalah hal yang wajib untuk dilakukan. Beda dengan Mbappe. Kita bisa memainkan Mbappe kapan saja, dia selalu siap,” kata Tuchel.
PSG sudah tersingkir dari Liga Champions 2018/2019, Tuchel tak punya alasan untuk harus rotasi. Namun, Neymar dan Cavani memang baru mengalami cedera sehingga tidak terlalu dipaksakan. Apalagi lawan mereka hanyalah kesebelasan papan tengah yang tidak memiliki agenda apapun di sisa kompetisi 2018/2019.
PR Sejak Era Ibrahimovic
Foto: Pulse
Setidaknya partai melawan Strasbourg bisa dijadikan sebuah pekerjaan rumah untuk Tuchel. Melihat pelapis sepadan dengan lebih melihat kualitas. Bukan merekrut pemain yang dekat dengan dirinya sekalipun sosok itu baru saja terdegradasi dari Premier League.
Semenjak era transformasi PSG, lini depan memang selalu menjadi titik lemah mereka. Bukan lemah secara minim gol melainkan kedalaman opsi yang dimiliki. Zlatan Ibrahimovic hanya memiliki seorang Kevin Gameiro. Ketika Cavani datang, Gameiro dijual. Ibrahimovic dan Cavani hanya memiliki Jean-Christophe Bahebeck serta Jean-Kévin Augustin sebagai pelapis.
Ibrahimovic hengkang, Cavani dilapisi empat pemain muda, Bahebeck, Augustin, Timothy Weah, dan Odsonne Edouard. Sudah enam tahun Cavani membela PSG dan pelapis terbaik yang dipatkan hanya seorang Eric Maxim Choupo-Moting?
Dengan kedalaman seperti itu, bagaimana PSG bisa bersaing di luar Prancis? Real Madrid juga menguasai tiga edisi Liga Champions bukan karena Cristiano Ronaldo seorang. CR7 memang mencatatkan berbagai rekor dan sangat membantu Los Blancos.
Namun Zinedine Zidane memiliki kedalaman skuad yang cukup sehingga tidak kerepotan saat Ronaldo tidak tersedia. Selama ini PSG banyak bicara soal ambisi mereka jadi Raja Eropa. Tapi Choupo-Moting? Serius?