Di Balik Terbenamnya Kapal Selam Kuning

Victor Ruiz dan Samuel Chukwueze hanya bisa terdiam melihat bola lemah sepakan Takeshi Inui melewati jangkauan Sergio Asenjo. Gol Inui membawa Alaves menang 2-1 di kandang El Submarino Amarillo atau Kapal Selam Kuning -julukan Villarreal-. Untuk pertama kalinya sejak 2002/2003 Alaves berhasil mencatat tiga kemenangan beruntun dari Villarreal.

Sementara bagi Santi Cazorla dan kawan-kawan hasil pada pekan ke-26 La Liga 2018/2019 membuat diri mereka harus tetap menempati zona merah. Memiliki dua Piala Intertoto, masuk semi-final Liga Champions 2005/06, dan sempat menjadi pesaing terdekat Real Madrid di 2007/08, zona degradasi bukanlah habitat Villarreal.

Mereka adalah salah satu dari enam kesebelasan utama di Spanyol. Layaknya Athletic Club, Valencia, Sevilla, dan Atleti, hampir setiap musim mereka menjadi perusak peta persaingan Real Madrid dan Barcelona.

Tetapi musim ini berbeda. Kesebelasan yang memperkenalkan sosok Manu Trigueros dan Mario Gaspar pada dunia sepakbola tengah terdampar ke peringkat 18 klasemen. Hingga pekan ke-26, mereka hanya mampu meraih empat kemenangan.

“Ini adalah pukulan besar bagi kami. Kami datang dengan mengharapkan kemenangan, tapi nyatanya mendominasi pertandingan saja tidak,” kata Javier Calleja usai pertandingan melawan Alaves. “Kami tak boleh menyerah. Tugas utama kami adalah memberikan reaksi. Alaves menunjukkan determinasi mereka dan kami gagal melawannya,” lanjut Calleja.

Calleja dihadapi dengan tugas berat di La Ceramica. Dalam satu musim, ini sudah kedua kalinya ia menangani Villarreal. Percobaan pertama gagal membuahkan hasil dengan dua kemenangan liga.

Tapi Luis Garcia Plaza yang menggantikan Calleja pada Desember 2018 juga gagal untuk memberikan perubahan. Plaza tidak sekalipun memberikan kemenangan untuk Villarreal dari delapan pertandingan La Liga yang ia jalani.

Plaza sempat membawa Villarreal imbangi Real Madrid di pekan ke-17 La Liga. Namun, momentum tersebut gagal dilanjutkan. Hasil imbang melawan Los Blancos itu akhirnya menjadi pencapaian terbaik Plaza. Ia didepak dari La Ceramica dengan rekor lima imbang dan tiga kekalahan.

“Ini adalah sesuatu yang menyedihkan. Namun kami memang harus mulai melihat ke bawah,” kata Mario Gaspar menanggapi situasi Villarreal.

Calleja kemudian kembali ditunjuk Villarreal sebagai pengganti Plaza. Presiden sekaligus pemilik klub, Fernando Roig mengakui kesalahannya mendepak Calleja di putaran pertama. “Saya tahu apa yang sudah dilakukan klub ini sebelumnya. Tanggung jawab penuh ada di pundak saya soal hal ini. Calleja akan kembali memipin Villarreal hingga akhir musim,” aku Roig.

Pada masa percobaan keduanya, Calleja sempat tidak terkalahkan di lima pertandingan pertama. Termasuk menghajar Sevilla dengan skor 3-0 di La Ceramica. Namun cerita lama kembali terulang, Villarreal gagal memanfaatkan momentum. Ditekuk Atletico Madrid (0-2) sebelum kalah dari Alaves (1-2).

Posisi Villarreal sebenarnya tidak jauh dari zona aman. Mereka hanya terpaut dua poin dari Celta Vigo (17th) dan tiga dengan Real Valladolid (16th). Tetapi, Santi Cazorla dan kawan-kawan selalu gagal memanfaatkan kesempatan mereka. Imbang lawan Huesca, Espanyol, dan Valladolid yang di atas kertas memiliki kualitas pemain di bawah mereka.

Foto: Depor Sempre

Bukan Salah Calleja

Musim 2018/19 memang berat untuk Calleja. Itu bukan kesalahannya. Calleja sebenarnya merupakan sosok yang digemari oleh pendukung Villarreal. Menghabiskan tujuh tahun di El Madrigal -nama stadion Villarreal sebelum Ceramica- sebagai pemain. Serta menangani tim muda Villarreal selama lima tahun dan memberikan talenta-talenta potensial seperti Simon Moreno dan Victor “Chuca” Martinez, Calleja merupakan abdi setia Villarreal.

Presiden Villarreal Fernando Roig lebih dapat disalahkan ketimbang Calleja. Roig sering kali terlihat mengubah jajaran tim Villarreal hanya sekedar untuk melihat perubahan. Marcelino yang selalu sukses membawa Kapal Selam Kuning duduk di enam besar ia tendang setelah tiga musim.

Fran Escriba juga memiliki nasib yang sama setelah satu musim. Padahal musim pertama Escriba menangani Villarreal lebih baik ketimbang catatan Marcelino yang diberi Roig waktu tiga musim.

Roig juga disebut sebagai dalang di balik kebijakan transfer Villarreal yang membuat suporter mengerutkan dahi. Villarreal bukan lagi kesebelasan yang bisa menahan nama-nama penting di skuad mereka. Bukan lagi tim yang berani menolak Manchester United saat Sir Alex Ferguson menaruh minat untuk Marcos Senna.

Setidaknya sejak 2015/16, Villarreal mulai sering melepas pemain kunci mereka. Cani yang ingin pensiun di Villarreal tidak mendapatkan perpanjangan kontrak. Vietto yang mencetak 20 gol di 2014/15 dijual ke Atleti. Tembok utama mereka di 2015/16, Eric Bailly dilego ke Manchester United. Hingga akhirnya Roberto Soriano, Antonio Rukavina, Enes Unal, serta Denis Cheryshev diasingkan dari klub.

Padahal Cheryshev baru tampil impresif di Piala Dunia 2018. Sementara Rukavina, Unal, dan Soriano merupakan alternatif terbaik Kapal Selam Kuning di saat-saat genting. Tapi mereka diasingkan demi memberi ruang untuk dua penyerang Gerard Moreno dan Carlos Bacca yang gagal menjadi ujung tombak Calleja.

Foto: Independent

Bukan Pertama Kali

Villarreal sejatinya selalu menjadi ancaman di La Liga. Pada masa-masa terbaiknya, Diego Forlan dan Giuseppe Rossi merupakan momok menakutkan di Spanyol. Iker Casillas dan Victor Valdes sekalipun gentar ketika bertemu duet maut tersebut.

Pada 2018/19, Villarreal merupakan salah satu wakil Spanyol di kancah Eropa. Gaji pemain mereka melebihi 100 juta Euro. Hanya ada enam kesebelasan di Spanyol yang memilih gaji sebesar itu. Tapi bukannya menambah prestasi, Kapal Selam Kuning harus berjuang untuk tetap hidup di La Liga.

Hal serupa juga pernah mereka rasakan di 2011/2012. Mengakhiri musim sebelumnya dengan menduduki peringkat empat klasemen La Liga, Villarreal turun ke divisi dua pada akhir kompetisi 2011/12. Dibela Cani, Senna, Rossi, Carlos Marchena, dan Diego Lopez, Villarreal seharusnya saat itu tidak turun ke divisi dua.

Apalagi nama-nama baru seperti Borja Valero, Jonathan De Guzman, Manu Trigueros, dan Moi Gomez menambah kedalaman skuad. Namun pada akhirnya Villarreal hanya bisa raih sembilan kemenangan selama satu musim itu. Mereka menduduki peringkat 18 klasemen akhir La Liga dengan terpaut satu poin dari zona aman yang ditempati Granada.

Setelah kembali ke La Liga, Villarreal membutuhkan tiga musim agar dapat kembali ke peringkat empat klasemen akhir, posisi yang mereka tempati sebelum terdegradasi. Satu kepala pelatih menangani Villarreal saat itu: Marcelino.

Kestabilan di bawah Marcelino itulah yang membuat mereka masih bisa duduk di papan atas La Liga meskipun pemain-pemain terbaiknya dijual Roig. Calleja bisa saja berkata bahwa ia akan berusaha menyelamatkan Villarreal dari degradasi.

Namun jika bongkar-pasang di ruang ganti masih terjadi, prestasi mereka akan tetap saja surut. Sid Lowe, kolumnis untuk media Inggris, Guardian, sekaligus pemilik saham salah satu klub di Spanyol, Real Oviedo, bahkan mengatakan bahwa beberapa suporter Villarreal lebih ingin melihat tim kesayangan mereka degradasi dibanding bertahan seperti ini.

“Beberapa orang merasa degradasi adalah pilihan terbaik untuk mereka. Dengan begitu Villarreal bisa memiliki peluang untuk memulai kembali dari awal. Pelajaran itu mereka dapat dari pengalaman di 2011/12,” tulis Sid Lowe.