Bayern Munich akhirnya mengakhiri kerja sama dengan manajer mereka, Niko Kovac, setelah 18 bulan bersama. Kekalahan memalukan 1-5 menjadi puncak dari segala rasa frustrasi manajemen dan fans Munich musim ini.
Dalam pernyataan resmi yang dirilis pada Minggu (3/11) Bayern Munich menyatakan kalau keputusan tersebut merupakan kesepakatan bersama. Kovac menambahkan, “Aku pikir ini adalah keputusan yang tepat buat klub saat ini. Hasil pertandingan, dan juga cara kami bermain terakhir kali, membuatku mencapai keputusan ini.”
Bayern saat ini terdampar di peringkat keempat dengan hanya memenangi lima pertandingan dari 10 pertandingan terakhir. Mereka meraih tiga hasil seri dan kekalahan atas Frankfurt menjadikannya sebagai kekalahan kedua. Saat ini, Bayern berjarak empat poin dengan pimpinan klasemen, Borussia Monchengladbach, yang memenangi Bundesliga terakhir kali pada 1977.
Kovac sejatinya mengulangi romantisme sejumlah klub yang memercayakan posisi pelatihnya pada mantan pemain. Contoh terbaiknya adalah Zinedine Zidane bersama Real Madrid. Klub lain seperti Manchester United pun menunjuk mantan pemainnya, Ole Gunnar Solskjaer, sebagai pelatih. Pun dengan Chelsea dengan Frank Lampard-nya.
Capaian Kovac pun tak buruk. Musim lalu, pelatih berkebangsaan Kroasia ini menjadi orang pertama yang memenangi double domestik bersama Bayern sebagai pemain dan pelatih. Akan tetapi kesuksesan di tanah air saja tak cukup buat klub sekaliber FC Bayern. Beban Kovac pun kian besar melihat Bayern adalah klub top Eropa yang bersaing meraih trofi Liga Champions. Mereka punya budget yang dalam serta kemampuan untuk menghadirkan pemain bintang.
CEO Bayern, Karl-Heinz Rummenigge, menyatakan kalau klubnya saat ini membutuhkan tindakan lebih lanjut melihat penampilan mereka dalam beberapa pekan terakhir.
“Aku telah melakukan pembicaraan secara terbuka dan serius bersama Niko soal hal ini pada mInggu (3/11) lalu, dengan hasil yang disepakati adalah Niko tak lagi menjadi pelatih Bayern. Kami semua menyesal dengan perkembangan ini. Aku ingin berterima kasih pada niko Kovac atas nama FC Bayern atas pekerjaannya, terutama menjuarai double musim lalu,” kata Rummenigge.
Menangani kesebelasan besar tidak cuma diperlukan taktik yang mumpuni, tapi juga kemampuan untuk menangani ego besar para pemain. Kontrak Kovac sejatinya baru berakhir pada 2021 mendatang. Namun, setelah kekalahan dari Frankfurt, Kovac tak bisa menyembunyikan rasa frustrasinya. Ia mengatakan kalau dia ingin mengubah beberapa hal tapi ia tak punya kekuatan untuk mengemudikan kapal yang ia nahkodai.
Ketika ditanya soal masa depannya, Kovac justru balik bertanya: “Bagaimana aku bisa tahu sesaat setelah pertandingan usai? Perasaanku tidaklah penting. Mereka yang membuat keputusan adalah orang yang harusnya kamu tanya.”
“Aku tahu bagaimana bisnis ini bekerja. Aku tak naif. Aku tak menyerah sebelumnya dan tak akan menyerah sekarang. Anda harus tetap berpegang pada hal-hal yang kamu percayai,” kata Kovac.
Kini, Kovac sudah resmi meninggalkan Bayern. Posisinya akan diisi sementara oleh asistennya, Hans-Dieter Flick, untuk menghadapi Olympiakos dan Borussia Dortmund. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana nasib pelatih klub top Eropa lainnya yang posisinya sedang digoyang?
Di Inggris, Solskjaer, Unai Emery, dan Mauricio Pochettino, sedang duduk di kursi panas. Ada Ernesto Valverde di Barcelona, Thomas Tuchel di Paris Saint-Germain, dan Zinedine Zidane di Real Madrid. Yang paling parah tentu Solskjaer. Manchester United seperti berada dalam era terburuk sepanjang sejarah Premier League. Yang bikin sebal, Solskjaer tampak tak tahu apa yang harus ia benahi. Di setiap usai pertandingan, ia bagai kebingungan.
Sementara itu, Unai Emery masih belum memberikan sesuatu yang spesial dalam hal permainan. Ini merupakan alasan yang sama dengan Valverde di Barca. Pochettino? Ia tak seperti musim-musim sebelumnya karena Spurs begitu rentan dan inkonsisten.
Lantas siapa yang akan segera menyusul Kovac?