Juventus, Jangan Sampai Tergantung pada Ronaldo

Kehadiran seorang pemain bintang di dalam sebuah kesebelasan memang bagai dua sisi mata uang. Ada kebahagiaan dan ada kecemasan di dalamnya. Hal itu juga yang mungkin dirasakan Juventus saat mereka memutuskan merekrut Cristiano Ronaldo pada awal musim 2018/2019.

Ronaldo adalah sebuah magnet. Kekuatan magnetnya itu bahkan sudah terasa saat dia remaja, ketika balutan seragam Sporting CP masih melekat di tubuhnya. Dalam sebuah laga uji tanding melawan Manchester United, Ronaldo meliuk-liuk sedemikian rupa, membuat hati dari Sir Alex Ferguson dan para pemain United ketika itu terpana.

Dari situlah pesona dari pemain asal Madeira ini muncul. Ketika pindah ke Manchester United, kita semua tahu apa yang sukses dia rengkuh. Pun juga saat dia pindah ke Real Madrid, dia menjadi bagian dari tim bersejarah Madrid yang mampu meraoh trofi Liga Champions tiga kali berturut-turut.

Segala kualitas yang dia miliki inilah yang membuat pesonanya, walau sekarang sudah memasuki kepala tiga, tetap terasa kuat. Atas dasar inilah, Juventus, yang sedang berambisi mengejar trofi Liga Champions usai tumbang dua kali di partai final pada musim 2014/2015 dan 2016/2017, merekrut Ronaldo. Mereka percaya, kualitas Ronaldo dapat meningkatkan level dari Juventus.

Tapi, Juventus harusnya merasa khawatir. Kehadiran Ronaldo tidak selalu menghadirkan sesuatu yang positif pada akhirnya.

***

Juventus, sejak beberapa tahun ke belakang, mulai bertransformasi. Setelah sempat terseok-seok beberapa musim, mulai musim 2011/2012, saat ditangani oleh Antonio Conte, Juventus menahbiskan diri mereka sebagai penguasa di Italia.

Total, sejak 2011/2012 silam, tujuh gelar Scudetto sukses digondol oleh tim yang sekarang bermarkas di Stadion Allianz ini. Selama tujuh musim itu pula, sebuah budaya terbentuk di dalam tubuh Juventus. Selain budaya untuk selalu menang dan mengganggap kekalahan adalah sesuatu yang menjijikkan, ada juga budaya kebersamaan yang tercipta seiring dengan melejitnya prestasi Juventus.

Baik itu ketika dilatih Conte maupun Massimiliano Allegri, Juventus menekankan soliditas tim sebagai kekuatan mereka. Atas dasar kebersamaan, mereka bergerak dan meraih prestasi. Tak ada pemain bintang yang menonjol, karena setiap pemain yang didatangkan ke Juventus pada dasarnya melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada di tubuh Juventus dengan kemampuan mereka.

Intinya, para pemain Juventus itu saling melengkapi. Soliditas mereka ini membuat mereka sulit dikalahkan, dan jika ada yang bermasalah, maka dia akan langsung ditendang. Ambil contoh Leonardo Bonucci yang ditendang ke AC Milan karena bermasalah dengan beberapa pemain saat partai final Liga Champions 2016/2017.

Masuknya Ronaldo ke Juventus, pada awalnya, didasari oleh sebuah tujuan mulia. Meski mampu menguasai Italia, dalam beberapa musim ke belakang, Juventus kekurangan kualitas yang membuat mereka mampu bersaing di Eropa. Kualitas itu, menurut mereka, ada dalam sosok Ronaldo yang sudah empat kali juara Liga Champions bersama Madrid.

Awalnya terasa manis. Namun, yang terjadi kini, kehadiran Ronaldo malah menjadi sesuatu yang mencemaskan. Kenapa begitu?

Hal ini dapat ditelisik dari statistik tim Juventus sejauh ini. Ronaldo, untuk sementara, menjadi pencetak gol terbanyak untuk Juventus dengan torehan 8 gol dan 6 asis dari 14 laga yang sudah dijalani di semua kompetisi. Dia juga menjadi pemain dengan rataan tembakan ke gawang per laga tertinggi di Juventus, yakni 6,5 kali.

Tidak hanya itu, dalam beberapa laga, dia kerap kali menjadi tujuan akhir dari bola-bola yang dikirimkan oleh Miralem Pjanic maupun Paulo Dybala. Tanpa disadari, kehadiran Ronaldo ini perlaha mulai menguji sifat kebersamaan yang sudah terjalin di tubuh Juventus. Serangan yang biasanya berjalan cair, dengan hadirnya Ronaldo, menjadi terpusat.

Dengan serangan yang leibh terpusat dan tidak cair, serangan Juventus pun bisa dihentikan. Kekalahan dari Manchester United di ajang Liga Champions dapat menjadi contoh dari bagaimana serangan Juventus yang terpusat ini dengan mudah dihentikan.

Sekarang ini, menghentikan serangan Juventus cukup mudah. Tidak hanya harus menumpuk pemain di area sepertiga akhir, tapi juga dengan memberikan perhatian khusus kepada Ronaldo. Caranya? Tutup ruang gerak dan arah umpan Ronaldo, maka serangan Juventus akan terhenti. Dybala tidak akan berkutik jika Ronaldo dihentikan. Menghentikan para pemain sayap Juventus juga akan jadi lebih mudah jika Ronaldo, selaku pemantul, dihentikan.

United sukses melakukan hal tersebut, sehingga akhirnya mereka sukses mengalahkan Juventus. Lebih spesial lagi, kekalahan Juventus dari United ini merupakan kekalahan perdana mereka di musim 2018/19.

Kecemasan yang merupakan hasil dari kedatangan Ronaldo ini pun mulai menyeruak perlahan di tubuh Juventus.

***

Ernesto Valverde, pelatih Barcelona, pernah menyebut bahwa Lionel Messi, dengan sentuhan magisnya, memang memberikan sesuatu yang berbeda pada permainan Barcelona. Tapi, Valverde menyebut bahwa inti dari permainan Barcelona bukanlah Messi, melainkan soliditas para pemain Barca itu sendiri.

Soliditas inilah yang membuat Barcelona, walau harus ditinggal Messi, tetap mampu tampil apik. Ketika Messi tidak ada, pemain-pemain lain macam Luis Suarez maupun Philippe Coutinho dapat menggantikannya. Apa yang dilakukan Barcelona ini bisa ditiru Juventus.

Meski kedatangan sosok Ronaldo, soliditas tim yang menjadi kekuatan mereka dalam beberapa musim ke belakang harus tetap dipertahankan. Jika ini berhasil dilakukan, sekalipun Ronaldo tampil buruk atau tidak bisa tampil, Juventus tetap bisa menunjukkan permainan yang menggigit. Lagipula, soliditas ini juga yang sukses mendaratkan tujuh trofi Serie A ke kabin piala Juventus.

Lalu, terkhusus untuk Ronaldo, bukankah beradaptasi dengan cepat di sebuah tim dan sebuah liga adalah ciri khasnya?