Liverpool dan Kutukan Runner-Up Premier League

Liverpool secara luar biasa mengakhiri Premier League di peringkat kedua musim 2018/2019. The Reds mampu mengumpulkan 97 poin, tapi tetap kalah satu poin dari Manchester City. Menjadi wajar kalau musim ini Liverpool diunggulkan untuk meraih trofi Premier League.

Akan tetapi seperti ada kutukan ketika Liverpool meraih posisi runner-up. Sejauh ini, Liverpool sudah lima kali menempati posisi kedua. Dari empat kesempatan sebelumnya, Liverpool selalu mengalami penurunan peringkat, bahkan tak masuk zona Liga Champions di musim selanjutnya.

Musim 1991/1992

Liverpool begitu dominan pada era 1970-an dan 1980-an di Liga Inggris. Setelah menempati posisi runner up pada musim 1990/1991, Liverpool ditangani oleh Graeme Souness. Pasalnya, sang pelatih, Kenny Dalglish, memutuskan untuk mengundurkan diri setelah ditahan imbang Everton 4-4 di babak kelima Piala FA pada 22 Februari 1991.

Di awal musim, sejumlah pemain penting pergi dari Anfield seperti Gary Ablett, Peter Beardsley, Gary Gillespie, Steve McMahon, Steve Staunton, dan Alan Hansen yang pensiun. Souness pun mendatangkan pemain baru macam Rob Jones, Jamie Redknapp, Dean Saunders, Michael Tomas, Mark Walters, dan Mark Wright.

Akan tetapi, Liverpool justru sulit untuk bersaing. Souness mengakui kalau saat itu ia terlalu terburu-buru dalam membenahi skuat. Ia mulai menyingkirkan pemain tua dan terlalu bergantung pada pemain muda.

Hal ini pun diakui oleh pemain yang didatangkan Souness saat itu, Don Hutchinson. Ia merasa kalau Souness terlalu terburu-buru untuk membuat generasi baru. Hutchinson bahkan menyebut kalau mereka sebenarnya baru cocok main di tim reserve, bukan di Premier League.

“Kami masih 17, 18, dan 19 tahun, dan tengah mencari tahu cara untuk memenangi gelar Premier League. Brilian buat kami karena main setiap pekan, tapi kami tak tahu apa yang kami lakukan. Kami tak punya clue bagaimana caranya meraih gelar,” ucap Hutchinson.

Di akhir musim, Souness hanya berhasil membawa The Reds ke peringkat keenam. Mereka mengumpulkan 64 poin dan berjarak 18 poin dari pemuncak klasemen. Sepanjang musim, Liverpool belum pernah naik ke peringkat pertama.

Musim 2002/2003

Di awal musim 2001/2002, Liverpool mendatangkan John Arne Riise, Milan Baros, Chris Kirkland, Jerzy Dudek, Nicolas Anelka, dan Abel Xavier. Kumpulan para pemain ini membuat Liverpool unggul tiga poin di atas Manchester United, dan berjarak tujuh poin dari juara liga, Arsenal.

Di musim 2002/2003, Gerrard Houllier sudah tuntas dari masa pemulihan karena serangan jantung yang membuatnya istirahat selama lima bulan pada musim sebelumnya. Di 12 laga awal, Liverpool ada di puncak klasemen dan berjarak empat poin dari Arsenal di peringkat kedua.

Emile Heskey yang menjadi penyerang utama Liverpool saat itu, menjelaskan kalau kekurangan timnya adalah konsistensi. “Anda lihat Liverpool saat ini dan mereka punya konsistensi itu. Mereka tak kehilangan pertandingan. Mereka cuma kalah sekali di liga musim lalu,” tutur Heskey.

Nicolas Anelka main bagus dalam masa peminjamannya musim lalu. Tapi ia tak jadi dipermanenkan. Ini yang disesali Heskey karena Liverpool tak mempermanenkan Anelka dari PSG. Selain itu, rekrutan anyar Liverpool, El-Hadji Diouf, dianggap sulit beradaptasi dengan kultur yang baru, meski main bagus di Piala Dunia 2002.

Liverpool berakhir di peringkat kelima dengan 64 poin. Mereka berjarak 19 poin dari pemuncak klasemen. Liverpool sempat ada di peringkat pertama selama 28 hari.

Musim 2009/2010

Rafael Benitez mendapatkan tempat di hati penggemar Liverpool. Ia berhasil membuat Liverpool melawan kemustahilan lewat malam indah di Istanbul. Akan tetapi, ia tak mampu membawa Liverpool meraih gelar Premier League. Satu-satunya yang terdekat adalah runner-up pada 2008/2009.

Di musim 2009/2010, Liverpool mendatangkan Alberto Aquilani, Glen Johnson, dan Maxi Rodriguez. Namun, mereka melepas Sami Hyypia, Alvaro Arbeloa, dan yang paling disesali, Xabi Alonso.

Mantan bek Liverpool, Gary Gillespie, menuturkan kalau kehilangan Xabi Alonso berpengaruh besar buat permainan The Reds. Pun dengan perginya Hyypia yang mengganggu lini pertahanan Liverpool.

“Mereka kehilangan pemain kunci di area penting di atas lapangan dan mungkin tak bisa menggantinya dengan pemain serupa. Gelandang Alberto Aquilani punya reputasi hebat tapi tak pernah bermain di banyak pertandingan buruk. Dia selalu terlihat seperti cedera, dan Sotirios Kyrgiakos datang sebagai pengganti Hyypia, dan karena Hyypia sudah seperti cult hero, Kyrgiakos tak pernah sebagus itu,” kata Gillespie.

Gillespie pun menyatakan kalau Liverpool tak punya kedalaman skuat yang bagus. Soal mencetak gol, Liverpool hanya mencetak 61 gol, atau selisih 16 gol lebih sedikit dari musim sebelumnya.

Di akhir musim, Liverpool turun jauh ke peringkat ketujuh dengan 63 poin. Mereka berjarak 23 poin dari peringkat pertama.

Musim 2014/2015

Liverpool tinggal selangkah lagi meraih gelar juara pada musim 2013/2014, tapi selipnya Steven Gerrard yang maha agung, membuat mereka selip juga di papan klasemen. Liverpool menempati puncak klasemen hingga pekan ke-36, sampai kekalahan dari Chelsea dan hasil seri dari Crystal Palace, mengubah segalanya.

Di musim selanjutnya, Liverpool mendatangkan banyak pemain seperti Mario Balotelli, Emre Can, Adam Lallana, Rickie Lambert, Dejan Lovren, Lazar Markovic, Alberto Moreno, dan Divock Origi. Namun, mereka juga melepas pemain penting seperti Luis Suarez.

Akan tetapi, Brendan Rodgers sendiri mengakui kalau bursa transfer musim panas tersebut memang tak sesuai harapannya. Kehilangan Suarez yang dibalas dengan membeli banyak pemain tak menjawab apa-apa.

“Suarez adalah bagian hebat dari tim. Dia amatlah bagus sebagai pemain, juga dari sudut pandang tim. Dia sensasional karena dia melakukan bagiannya yang adil dalam bertahan dan menyerang,” kata Gillespie.

Di musim itu, Liverpool hanya di peringkat keenam dengan berjarak 25 poin dari pemuncak klasemen. Liverpool pun tak pernah sekalipun ada di puncak klasemen.

***

Bagaimana dengan musim ini? Apakah Liverpool menjual pemain penting juga?

Sumber: BBC.