Masa Depan Timnas Inggris dan Harapan pada Brexit

Setelah menjalani tahun yang luar biasa dengan lolos ke semifinal Piala Dunia 2018, Inggris melanjutkannya dengan lolos ke UEFA Nations League. Gareth Southgate melaluinya dengan luar biasa karena menyingkirkan Kroasia dan Spanyol dalam ketatnya Grup 4.

Sayangnya, perjalanan Inggris di UEFA Nations League berakhir anti-klimaks. Menghadapi kesebelasan yang tak lolos ke Piala Dunia, Belanda, Inggris justru kalah 1-3. Dua kesalahan fatal di babak perpanjangan waktu membuat mimpi Inggris berbuka setelah puasa trofi bertahun-tahun, musnah sudah.

Kegagalan Inggris memang lebih karena faktor teknis di atas lapangan yakni kesalahan pemain. Akan tetapi, bulan lalu Southgate sebenarnya sudah menyalakan alarm bahaya buat masa depan The Three Lions.

Kalau melihat komposisi skuat yang ada, timnas Inggris sejatinya masih akan tetap kuat untuk jangka menengah hingga 5-8 tahun ke depan. Mereka dihuni para pemain muda di semua lini yang punya masa depan cerah.

Di pos penjaga gawang ada Jordan Pickford yang masih berusia 25 tahun. Pelapisnya, Jack Butland, hanya berselisih satu tahun lebih tua. Di lini pertahanan, ada John Stones (25 tahun), Ben Chilwell (22 tahun), Harry Maguire (26 tahun), Michael Keane (26 tahun), Joe Gomez (22 tahun) dan Trent Alexander-Arnold (20 tahun).

Di pos gelandang, Inggris juga kuat dengan kehadiran Eric Dier (25 tahun), Dele Alli (23 tahun), Ross Barkley (25 tahun), hingga Declan Rice (20 tahun). Di pos penyerang, Harry Kane bahkan masih berusia 25 tahun, ditambah dengan Raheem Sterling (24 tahun), Marcus Rashford (21 tahun), dan Jadon Sancho (19 tahun).

Southgate pun masih punya opsi sejumlah pemain seperti Luke Shaw, Harry Winks, dan Ruben Loftus-Cheek, yang berusia 23 tahun. Lalu ada Mason Mount (20 tahun), Demarai Gray (22 tahun), James Maddison (22 tahun), Nathan Redmond (25 tahun), hingga James Ward Prowse (24 tahun). Lantas, di mana masalahnya?

Inggris memang menempatkan semua wakilnya di final Liga Champions dan Europa League. Namun, dalam sudut pandang Southgate sebagai pelatih timnas Inggris, tidak ada yang perlu dirayakan dari “keberhasilan” itu. Pasalnya, Southgate justru memerhatikan kalau jumlah pemain Inggris di Premier League justru mengalami penurunan. Southgate mengatakan kalau ada bahaya besar dari penurunan jumlah pemain Inggris ini kecuali klub mengubah pendekatan mereka.

Berdasarkan FA, jumlah pemain Inggris di starting XI Premier League turun ke angka terendah dengan 30 persen untuk semua klub dan 19,9 persen di kesebelasan big six. Southgate sendiri merasa kalau saat ini, timnas Inggris memang sedang kuat. Namun, saat ini pula yang merupakan momen terbaik untuk mengubah masa depan timnas Inggris.

“Perhatian terbesar buatku adalah grafiknya yang terus terjun bebas. Hal pertama yang harus kita lakukan adalah menangkap luncurannya. Kita harus menghentikan grafik yang menurun. Karena tidak benar untuk mengatakan kita tak mengembangkan pemain bagus. Aku pikir itu amatlah penting,” dikutip dari Telegraph.

Untungnya, meskipun Brexit menjadi persoalan buat sebagian masyarakat Inggris, tapi masa depan sepakbola Inggris justru bisa terbantu lewat Brexit. Pasalnya, FA akan mengurangi jumlah non-homegrown dari 17 ke 13 pemain. Selain itu, izin kerja buat warga Eropa di Inggris jadi sulit karena Inggris sudah tak lagi jadi bagian dari Uni Eropa.

“Kalau Brexit terjadi, akan ada perubahan, apakah orang-orang menginginkannya atau tidak, soal izin kerja. Kini para pemain Eropa tak lagi bisa bebas bergera, jadi bentangannya akan berubah. Aku pikir proposal yang dibuat FA dilakukan untuk menjaga keseimbangan dari kesuksesan Premier League dan menjadikan Premier League sebagai produk yang berguna untuk kami sebagai negara.”

Kini, Southgate bersama dengan FA tengah melakukan sesuatu yang agaknya sulit dilakukan negara lain: sukses secara liga dan juga sukses secara timnas. Untuk itu, perubahan mesti dilakukan sekarang saat timnas sedang kuat agar Inggris semakin berkembang, bukan menunggu enam atau tujuh tahun lagi.