Masalah Pelik Organisasi Kick It Out

Sebuah tinjauan independen dari Charity Commission (komisi amal) untuk organisasi anti-rasisme sepakbola, Kick It Out, telah menemukan serangkaian kegagalan tata kelola termasuk komunikasi yang buruk dan kurangnya pelatihan tentang kesejahteraan staf. Tinjauan tersebut diikuti dengan keluhan kepada komisi oleh mantan karyawan tentang budaya dan manajemen di organisasi, termasuk masalah seorang wanita yang telah mengalami pelecehan seksual yang serius yang terjadi di hari kerja.

Pelaku sebenarnya bukan karyawan atau pejabat Kick It Out, dan meskipun manajemen amal percaya bahwa mereka berusaha mendukung wanita itu sebaik mungkin, tapi sang korban justru merasa kalau ia tidak memiliki keahlian dan prosedur yang memadai. Komisi Amal lalu membuka “kasus kepatuhan peraturan” setahun yang lalu, dan sebagai tanggapan dari Kick It Out, organisasi yang didanai oleh FA, Premier League, PFA dan EFL, menugaskan tinjauan independen yang dipimpin oleh QC.

Lord Herman Ouseley, ketua organisasi Kick It Out yang menjabat selama 25 tahun sejak pembentukannya pada tahun 1993, mengundurkan diri tahun lalu. Ia merasa geram karena ia tidak mendapatkan informasi sepenuhnya mengenai diskusi internal tentang masalah staf. Dalam sebuah pernyataan, Komisi Amal kemudian mengatakan kalau penyebab semua itu memang karena terbukti ada masalah komunikasi yang buruk dan kurangnya pelatihan.

“Laporan independen yang kami buat mengidentifikasi sejumlah kegagalan prosedur. Ada bukti masalah besar seperti komunikasi yang buruk dan kurangnya pelatihan di bidang-bidang utama seperti tata kelola dan kesejahteraan staf. Banyak staf yang merasa mereka tidak dikelola dengan baik oleh tim manajemen senior, ditambah dengan beberapa ada yang merasa terlalu banyak bekerja dan tidak didukung dengan baik,” jelas pernyataan perwakilan komisi amal.

Jelas sekali, memang terdapat serangkaian kegagalan tata kelola terkait dengan komunikasi yang buruk di antara manajemen senior dan pengawas organisasi. Maka tidak mengherankan kalau beberapa hal ini berkontribusi besar pada lambatnya berbagi informasi terkoneksi masuk ke pihak para pengawas, termasuk informasi tentang masalah serangan seksual, meskipun di satu sisi itu sama sekali tidak mengurangi dukungan yang diberikan kepada korban pelecehan.

Kick It Out, yang bulan lalu mengumumkan penunjukan kepala organisasi baru, Sanjay Bhandari, menanggapi masalah ini dengan menunjukkan bahwa keluhan tentang penindasan dan pelecehan seksual belum ditegakkan dari peninjauan yang mereka lakukan. Dikatakan bahwa mereka akan segera menerima temuan dari ulasan yang mereka lakukan itu, dan setuju untuk menerapkan semua rekomendasi dari apa yang telah diteliti pada Mei tahun depan.

Itu semua termasuk dalam memberikan pelatihan tata kelola spesialis untuk dewan dan manajemen senior, meningkatkan arus komunikasi dalam organisasi, melakukan tinjauan strategis atas kegiatannya, berfokus pada beban kerja staf, dan “mengurangi risiko kelelahan” serta memperkenalkan “sistem pendukung staf yang lebih efektif”. Tiga wali amanat untuk menerapkan hal tersebut telah ditunjuk baru-baru ini oleh dewan petinggi organisasi, dan digambarkan jika penunjukkan itu membuat situasi organisasi menjadi lebih “segar”.

Tracey Howarth, kepala kepatuhan peraturan di Komisi Amal, kemudian meuntut kinerja dari wali amanat tersebut dengan mengatakan kalau mereka harus membuat sebuah perencanaan yang orientasinya khusus menjadi pelindung para stafnya dari bahaya tata kelola mereka sendiri. Menurutnya, hal ini merupakan sebuah penjegahan yang akan menghalau sebagian besar kegagalan yang sempat mereka alami dalam beberapa tahun kebelakang.

“Wali amanat yang ditunjuk Kick It Out harus membuat sebuah rencana yang orientasinya bisa melindungi mereka yang bersentuhan dengan proyek amal mereka dari bahaya prioritas tata kelola. Badan amal tidak sepenuhnya memenuhi harapan ini, sebagian besar karena disebabkan oleh kegagalan dalam komunikasi di dalam badan amal,” ungkap Tracey dikutip dari The Guardian.

“Karena pentingnya pekerjaan di Kick It Out, terutama dalam iklim rasisme saat ini, para pengawas harus memahami bahwa pekerjaan (internal) itu sama pentingnya dengan bagaimana badan amal memenuhi tujuannya. Seperti apa yang sudah disampaikan, semua ini harus berjalan dengan baik sehingga mereka dapat terus menjadi sukses dan berkembang di masa depan.”

 

Sumber: The Guardian