Melihat Kekalahan Liverpool dari Dua Sudut Pandang

Foto: Twitter Mancityphotos

Seperti halnya telur yang kelak akan menetas, jika dierami dengan baik tentunya, sebuah tim sepakbola pun belum tentu tidak tersentuh kekalahan secara terus-menerus di era sepakbola modern zaman sekarang ini. Manchester City menunjukkan itu kepada kita semua.

Menjamu Liverpool, tim yang belum terkalahkan dalam ajang Premier League 2018/2019 di Stadion Etihad, Jumat (4/1/2019) dini hari WIB, City bermain apik. Kemenangan dengan skor 2-1 sukses mereka torehkan, lewat gol-gol dari Sergio Aguero dan Leroy Sane, yang hanya mampu dibalas sekali oleh Roberto Firmino.

Kemenangan ini, jika tampak dari luar, memiliki dua arti besar. Pertama, kemenangan ini membuat City berhasil menjaga persaingan dengan Liverpool di papan atas klasemen Premier League. Kedua, kekalahan ini jadi yang perdana bagi Liverpool di Premier League, usai 20 laga sukses mereka lalui tanpa kekalahan.

Itu adalah catatan yang terlihat dari luar, bisa dicari dan ditemukan sedemikian rupa. Namun, jika menelisik lebih jauh, kekalahan Liverpool ini juga menghadirkan dua sudut pandang tersendiri. Sudut pandang yang, tergantung dari bagaimana cara Anda memandangnya, apakah Anda ada di kubu City atau kubu Liverpool.

Dari Kubu Manchester City

Bagi Manchester City, mempertahankan gelar Premier League di musim ini jadi sesuatu yang sulit. Mereka memang sempat tidak tersentuh kekalahan, namun usai kekalahan dari Chelsea di pekan ke-16, segalanya menjadi berat bagi mereka. Ditambah lagi dalam periode “Boxing Day”, mereka menderita dua kekalahan beruntun dari Crystal Palace dan Leicester City.

Meski sempat menderita hasil buruk, City tetaplah City. Mereka adalah salah satu tim besar Inggris, berhias pemain kelas dunia dan diasuh pelatih jempolan. Mereka tahu bagaimana caranya mengatasi krisis, dan laga melawan Southampton pada akhir tahun menjadi cermin bahwa mereka masih digdaya.

Kedigdayaan itu pun berlanjut ketika melawan Liverpool. Melihat kekuatan ‘Si Merah’ belakangan ini, dengan raihan 54 poin dari 20 laga, memasukkan 48 gol dan baru kebobolan 8 gol saja (catatan ini sebelum mereka dikalahkan City), peluang Liverpool untuk memenangi laga terbuka lebar. Namun, City menutup rapat peluang Liverpool untuk melakukan itu.

Kepada semua penonton di Etihad Stadium dan juga di layar kaca saat itu, Pep Guardiola dengan lihai mendemonstrasikan cara bagaimana mengalahkan Liverpool. Lini tengah Liverpool mereka tekan. Ruang-ruang di lini pertahanan sendiri ditutup sedemikian rupa. Ruang kosong di kedua sisi sayap Liverpool dimaksimalkan sebaik mungkin. Guardiola tidak lagi sepasif di pertemuan pertama.

Apiknya, taktik yang diinginkan Guardiola ini diimplementasikan dengan baik oleh para pemainnya. Saat taktik dan juga respons dari pemain di atas lapangan sejalan, buahnya adalah sebuah kemenangan. Lebih jauh, kemenangan ini, dari sudut pandang City, menegaskan bahwa Liverpool masih bisa dikalahkan.

Tidak hanya itu, kemenangan ini menunjukkan bahwa City, di sisa putaran kedua Premier League 2018/19 kelak, tetaplah jadi lawan yang mesti diwaspadai. Mereka juga berhasil membalas hasil negatif, usai tren positif mereka di pekan 16 Premier League silam dihentikan Chelsea. Kali ini, merekalah yang menghentikan tren positif Liverpool.

Dari Kubu Liverpool

Sampai pekan ke-20, langit seolah begitu dekat dengan Liverpool. Bagai berada di puncak Mahameru, Liverpool sukses mengangkangi lawan-lawan mereka, sekaligus menendang siapa-siapa saja yang berani mengganggu kenyamanan mereka di puncak. Di puncak, mereka tak tersentuh siapapun.

Namun, entah lengah atau kurang persiapan, tiba-tiba saja City mampu menerobos, dan mengganggu kenyamanan mereka di puncak. Padahal, sebelum laga melawan City ini, ada sebuah unggahan video di media sosial yang memperlihatkan betapa bahagia sekaligus siapnya para pemain Liverpool menghadapi City. Bahkan, Juergen Klopp sendiri yang mengambil video tersebut.

Tapi memang, rasa bahagia sebelum laga belum tentu bisa menjadi petunjuk bahwa hasil akhir sebuah laga akan bahagia juga. City tahu betul cara meredam Liverpool. Dengan permainan impresif dan taktik jitu, mereka menunjukkan langsung kepada Liverpool kelemahan-kelemahan yang ada di diri mereka sendiri.

Liverpool terperangah. Mereka memang masih berada di puncak, karena City hanya berhasil menggoyang mereka dalam satu pertandingan liga. Tapi, jika mereka tidak berbenah, bukan berarti ini malah jadi awal kejatuhan mereka. Cara City mengalahkan Liverpool ini bisa jadi model tim-tim lain dalam menangani mereka.

Sebagai tim legendaris dan diasuh oleh pelatih yang pernah jadi juara liga bersama Borussia Dortmund, Liverpool mestinya paham ini. Ya, pada akhirnya mereka sadar bahwa jalan untuk meraih gelar tidak semudah keluarnya bacot Dejan Lovren yang menyebut bahwa Liverpool akan mengulang prestasi Arsenal Invicibles 2003/04.

***

Makna dari kekalahan, seperti halnya arti dari kemenangan, bisa menjadi beragam tafsir bagi beberapa pihak. Begitu juga makna kemenangan City dan kekalahan Liverpool ini, yang menghadirkan dua sudut pandang berbeda dari kedua belah pihak.

Ya, inilah sepakbola. Kadang satu kejadian bisa menghadirkan banyak tafsir, dan itu adalah hal yang lumrah. Karena sepak bola, seperti halnya karya sastra lain, menyediakan ruang tafsir yang kelewat besar sehingga menarik untuk didiskusikan.

Yah, selamat City, dan jangan patah semangat, Liverpool.