Edy Rahmayadi memutuskan mundur sebagai Ketua Umum PSSI. Dengan ini, bukan berarti pekerjaan ke depan akan menjadi lebih mudah.
Di tengah ramainya kebobrokan sepakbola Indonesia, mulai dari kasus kematian suporter sampai mafia bola, Edy memutuskan untuk meletakkan jabatannya. Ia merasa bahwa ia tidak sanggup. Mengatur PSSI itu berat. Mengatur sepak bola Indonesia itu penuh halangan dan rintangan. Mengelola sepak bola Indonesia memang tidak mudah.
Alih-alih dihina, sikap Edy ini justru dipuji. Ketika ia merasa bahwa dirinya gagal, ia pun mundur. Setidaknya, ia sadar bahwa dengan keputusannya untuk mundur, ia bisa memuaskan banyak pihak yang memang, secara tersirat maupun tersurat, menginginkannya mundur. Ia adalah kesatria, untuk saat ini.
Merujuk pada Statuta PSSI Pasal 39 ayat 6, setelah Edy memutuskan turun, untuk sementara yang jadi pelaksana tugas Ketua Umum, untuk saat ini sampai 2020 silam, adalah Wakil Ketua Umum. Siapakah ia? Tentulah Joko Driyono, sosok yang diangkat menjadi Waketum bersamaan dengan diangkatnya Edy jadi Ketum pada 2016 silam. Setidaknya, sampai 2020 silam, Jokdri-lah yang akan memimpin PSSI.
Nah, sekarang bagi Anda para Edy haters, apakah Anda senang akan hal ini? Jika tidak senang, yuk, mari kita saksikan mekanisme pemilihan Ketua Umum PSSI, kalau-kalau di tengah jalan nanti, Anda tiba-tiba ingin dipimpin oleh Ketum yang baru.
***
Untuk pemilihan Ketua Umum PSSI yang baru, dibutuhkan satu forum yang bisa menjadi tempat pelaksanaan hajat tersebut. Merunut Statuta PSSI, hanya ada satu forum tempat hajat itu bisa dilaksanakan: Kongres Luar Biasa.
Untuk bisa menyelenggarakan Kongres Luar Biasa, tidak bisa langsung asal bikin saja. Menurut Statuta PSSI pasal 40 ayat 6, jika ingin menyelenggarakan Kongres Luar Biasa, maka 50% suara setuju anggota PSSI dibutuhkan, dibuktikan dengan adanya pernyataan tertulis. Jika hal ini sudah ada, maka Komite Eksekutif harus segera melaksanakan Kongres Luar Biasa, maksimal tiga bulan setelah permintaan diajukan.
Setelah tanggal Kongres Luar Biasa ditentukan, saatnya menentukan calon-calon Ketua Umum nantinya. Eits, tapi tak bisa sembarangan. PSSI pertama-tama akan membentuk Komite Pemilihan terlebih dahulu sebagai badan verifikasi para calon Ketua Umum. Tidak sembarang orang juga bisa mendaftar jadi Ketua Umum PSSI. Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi.
Berdasarkan Statuta PSSI Pasal 34 ayat 1, disebutkan bahwa Ketua Umum, beserta Wakil Ketua Umum dan 12 anggota lain, termasuk dalam Komite Eksekutif PSSI. Maka, syarat untuk menjadi Ketum tidak jauh beda dengan menjadi Komite Eksekutif. Begini syaratnya: 1) Berusia lebih dari 30 tahun, 2) Aktif di dunia sepak bola sekurang-kurangnya lima tahun, 3) Tidak pernah terlibat tindakan pidana, 4) Berdomisili di Indonesia.
Hmm, syaratnya cukup berat juga ya. Oh, jangan lupa kalau orang yang berencana jadi Ketum mesti dicalonkan oleh anggota PSSI, yaitu klub, Asprov, atau Askot. Jika seseorang mencalonkan diri tanpa melalui anggota PSSI, maka Sekretaris Jenderal selaku orang yang mengumpulkan daftar calon beserta Komite Pemilihan pasti akan menolak nama orang tersebut.
Setelah nama-nama calon terkumpul (paling lambat empat bulan sebelum tanggal Kongres Luar Biasa), Komite Pemilihan akan melakukan verifikasi calon. Jika seorang calon gagal melakukan verifikasi, maka ia bisa melakukan banding kepada Komite Banding. Setelah proses verifikasi usai, maka tinggal tunggu Kongres Luar Biasa, dan proses pemilihan akan diadakan di situ.
Proses pemilihan ini sendiri berlangsung dengan sistem vote. Jika ada lebih dari dua calon Ketum, maka akan dikerucutkan sampai dua nama saja. Ketum yang terpilih kelak, selain harus menang dalam pemilihan, juga harus didukung oleb 50%+1 anggota PSSI. Baru ia bisa dinyatakan sah terpilih sebagai Ketum.
Bagaimana, Anda berminat jadi Ketum PSSI? Atau, Anda sudah punya bayangan calon mana yang bisa Anda usung?
***
Sebenarnya, jika mengacu kepada Statuta, proses pemilihan Ketum PSSI itu sederhana. Asal proses verifikasi lancar dan calon yang diusung merupakan anggota dan diusung oleh anggota PSSI, maka pemilihan bisa dilaksanakan, kapanpun itu.
Namun, menjadi Ketum PSSI itu, seperti kata Edy, bukanlah pekerjaan mudah. Ia akan menjadi corong dan wakil PSSI di mata masyarakat. Maka, ketika menjadi Ketum, seseorang harus bisa merangkul semua lapisan elemen sepak bola Indonesia, baik itu elemen positif maupun negatif sekalipun. Jika tidak, jangan salah jika Ketum menjadi pion atau pada akhirnya tidak bisa melakukan apa-apa.
Ya, Edy benar sih memang. Mengurus PSSI itu berat.